Air yang pada bulan bulan ini sering diberitakan dalam bentuk bencana karena ketidakseimbangan alam sehingga hujan tumpah ruah menjadi banjir, namun juga di musim kemarau kelangkaan air menimbulkan bencana juga berupa kemarau panjang, tanaman gagal panen dan lain sebagainya. Ini menggambarkan bahwa air sejak dahulu kala dikenal sebagai sumber kehidupan. Tidaklah mengherankan bila banyak pusat peradaban yang berdiri di dekat perairan, seperti pinggiran sungai, danau atau bahkan pesisir. Semua itu menunjukkan betapa dekatnya hubungan manusia dengan air. Dengan airlah sumber kehidupan manusia tumbuh berkembang, pertanian atau peternakan dan perikanan semua membutuhkan air, termasuk manusia itu sendiri. Oleh karena itu, jangan kaget bila kemudian air dianggap sebagai Common goods. Benda yang tak patut dan tak pantas dikomoditisasikan apalagi dikomersialisasikan.
Banyak kebudayaan masyarakat menganggap air bukan sekedar sumber kehidupan, namun juga memiliki nilai – nilai sacral sejak dahulu kala hingga saat ini. Banyak upacara adat dan keagamaan yang menggunakan air sebagai media dalam prosesinya, dan tak sedikit pula yang menggunakannya untuk meneguhkan kepercayaannya agar kehidupannya selalu dilancarkan, seperti air yang mengalir terus, melaju tiada henti dan berkelak kelok sesuai kontur bumi atau irama kehidupan yang dihadapinya. Hampir di seluruh peradaban manusia di bumi ini selalu memiliki sumber air yang dianggap bertuah, memiliki kandungan karomah dan berguna membantu manusia dalam menghadapi semua tantangan hidupnya. Manusia Percaya, sang Pencipta, menebarkan kuasa dan rahmat-Nya melalui sumber air tertentu di setiap daerah.
Di Indonesia taterkecuali Banten, banyak tradisi yang menggunakan air sebagai media upacara dan penyembuhan. Tidaklah mengherankan bila di beberapa sumber air, baik berupa air terjun, curug, atau sumber air berupa sumur, di sela-sela batu, dan pepohonan menjadi tempat kunjungan orang untuk menenangkan jiwanya dari penat kehidupan, ziarah baik untuk mandi, meminum airnya maupun sekedar menikmati keteduhan alamnya. Tapi tak jarang juga, ada yang melanjutkan dengan bermalam seraya memuji kebesaran ciptaa Tuhan dan kemudian berlelaku agar dalam ketenangan batinnya menemukan jalan keluar dari tantangan hidupnya.
Seiring perjalanan waktu, kala hutan-hutan mulai gundul dan air makin susah diperoleh di daerah tertentu, hampir seperempat abad ini fenomena air di perdagangkan, dibisniskan sungguh mengkhawatirkan. Karena disamping sebagai sumber kehidupan, ternyata para pengusaha air ini mengambil air purba dalam jumlah yang sangat besar dan dikhawatirkan terjadinya penurunan permukaan tanah. Inilah tantangan kedepan dalam menempatkan air sebagai warisan budaya, apalagi seminggu lagi kita bersama akan merayakan hari air dengan tema “Water and Climate Change”, air dan perubahan Iklim. Akankah kebudayaan air kita akan menjadi seperti komoditas lainnya ?
Penulis: Sulistiono