Bung Hatta, Putrinya Dan Pemikirannya

Senin lalu ( 23/5), Mbak Halida Hatta, putri bungsu Bung Hatta, proklamator Republik Indonesia tiba tiba menghubungi saya melalui handphone untuk bertemu di rumah pribadi Bung Hatta, Jalan Diponegoro 57, Jakarta yang sekarang jadi tempat tinggal Bu Halida dan keluarganya.

Saya memang belum pernah bertemu dengan beliau sebelumnya. Hanya sekali ketika hadiri ziarah di makam Bung Hatta tanpa beliau sadari. Namun dengan putrinya yang lain seperti Mbak Meutia Hatta, atau Gemala Hatta sudah pernah.

Saya datang ditemui di ruang tamu bersama Mas Jalal Sofan, anak muda yang ikut mengelola Yayasan Bung Hatta. Sejarawan muda lulusan Universitas Indonesia.

Saya merasa senang dapat bertemu dan berdiskusi dengan beliau. Sebagai penggemar tulisan tulisan Bung Hatta yang saya baca dari berbagai buku dan artikel artikelnya. Kata Bung Jalal, putri Bung Hatta itu kalau dalam ilmu sejarah, adalah sebagai salah satu narasumber primer penting bagi mereka yang ingin mengetahui pribadi ataupun pemikiran beliau, tokoh besar Republik Indonesia.

Kami bertiga berdiskusi santai di ruang tamu yang tampak sederhana. Dari membedah pemikiran Bung Hatta terutama soal ideologi, demokrasi, ekonomi, koperasi dan soal kebangsaan lainya sampai dengan hal hal sederhana dalam kehidupan Bung Hatta.

Bung Hatta dengan kesederhanaanya, memang bukan hanya menarik untuk dicontoh pribadinya, tapi pemikiranya yang tertuang dalam banyak buku sangat menarik untuk dikaji dengan serius.

Bagi saya, yang suka dengan bahasan ekonomi politik, dan terutama terkait dengan sistem ekonomi politik Indonesia, tulisan Bung Hatta itu bukan hanya bernas, tapi juga otentik, mendalam dan futuristik. Tulisan Bung Hatta dalam banyak hal telah menjadi sumber inspirasi saya.

Banyak sekali pemikiran beliau yang sangat relevan dengan isu isu bangsa Indonesia kekinian. Seperti misalnya soal demokrasi, ekonomi makro, koperasi, dan persoalan kebangsaan lainya.

Dalam konteks demokrasi misalnya, beliau katakan “… demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi itu hanya akan lahirkan suatu sistem autokrasi ” ( Hatta, 1951). Sebuah sistem yang akhirnya memperkuat elit penguasa semata mata. Bukan sistem yang memperkuat kedaulatan rakyat atau people soverignity seperti yang selalu disebut Bung Hatta sebagai Demokrasi Cap Rakyat.

Memang, pengaruh masif pemahaman politik model Anglo-Amerika yang menekankan pada penekanan demokrasi politik minus demokrasi ekonomi di Indonesia hari ini sebetulnya telah menjadikan kehidupan demokrasi kita saat ini telah jauh mrnyimpang dari cita cita Hatta dan Konstitusi. Demokrasi kita menjadi begitu mudah disabotase oleh kekuatan elit oligarki atau elit politik dan elit kaya.

Bung Hatta

Bung Hatta dalam memberikan prediksi masa depan berdemokrasi kita sangat jitu. Hari ini kita dapat lihat bersama, demokrasi kita hari ini telah berubah menjadi demokrasi banal, demokrasi prosedural yang mereduksinya menjadi hanya semacam prosedur elektrolal dalam memilih Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota dan Parlemen.

Substansi demokrasi yang inti pemikiranya untuk tempatkan kekuasaan di tangan rakyat banyak telah disabotase oleh elit plutogarkhi, hasil kawin mawin antara plutokrat atau elit kaya dan oligark atau elit penguasa. Saya sebut Plutogarkhi karena bahkan saat ini kita tak dapat lagi bedakan mana yang disebut elit kaya dan mana elit penguasa. Mereka elit kaya itu hari ini telah menguasai republik ini secara harfiah dan kaffah.

Akibatnya, hal tersebut dapat kita lihat misalnya dari berbagai produk regulasi dan kebijakan yang dihasilkan lebih banyak berikan keuntungan kepada elit tersebut. Bukan untuk menjamin kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia. Sebut saja misalnya UU Ciptakerja yang kolosal dan dinyatakan Inkonstitusional baru baru ini, dan berbagai kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat banyak.

Akibatnya juga terang benderang, dapat dilihat dari penguasaan kekayaan dan pendapatan yang ada di republik ini. Dari laporan Credit Suisse tahun 2019 misalnya, Rasio Gini Kekayaan kita ada di angka 0,83 yang mana tergambar dari sebanyak 82 persen orang dewasa di republik ini ternyata hanya punya kekayaan di bawah 150 juta rupiah. Sementara rata rata dunia adalah 58 persennya. Sedangkan mereka yang punya kekayaan di atas 1,5 milyard rupiah itu hanya 1,1 persen. Sedangkan rata rata dunia adalah 10,6 persen.

Dalam gambaran yang dramatis dilaporkan oleh Oxfarm 2020, dari 4 keluarga di Indonenesia itu kekayaanya ternyata sama dengan 100 juta rakyat Indonesia dari yang termiskin kekayaannya. Sehinga apa yang dapat kita lihat, kekayaan dn kekuasaan elit oligarki itu telah secara sempurna mensabotase kedaulatan rakyat.

Contoh lain, pemikiran jitu Bung Hatta ketika bicara strategi kebijakan ekonomi juga sangat relevan dengan isu kekinian. Seperti misalnya soal peringatan keras beliau agar ekonomi ujung ( komoditi ekstraktif seperti tambang dan hasil perkebunan monokultur ) itu jangan dijadikan pangkal dan ekonomi pangkal ( pangan dan energi) itu jangan dijadikan ujung ( Hatta, 1952) telah dapat mengoreksi apa yang menjadi kesalahan dari stategi kebijakan ekonomi kita hari ini.

Tulisan dan juga pidato yang disampaikan secara redundant di berbagai kesempatan itu telah berikan semacam koreksi besar terhadap kondisi ekonomi kita yang rentan dan lemah secara fundamental hari ini karena yang dipriotaskan itu adalah menjual sumberdaya alam dan bukanya fokus membangun kekuatan ekonomi domestik terutama pangan. Dimana kita dapat lihat kenyataan yang memprihatinkan karena pertumbuhan ekonomi kita saat yang ditopang terbesar dari konsumsi itu justru andalkan dari importasi dan petani, peternak, petambak, perajin dan pedagang yang jadi profesi rakyat banyak dalam posisi lebih banyak yang miskin dan menderita dan bukanya makmur sentosa.

Dalam konteks pembangunan kelembagaan demokrasi ekonomi seperti koperasi misalnya, Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia yang selalu rajin menulis dan pidato tentang dasar dasar filosofi koperasi dan juga memberikan pengalaman pengamatan keberhasilan koperasi di Eropa serta soal arti penting koperasi bagi sebuah bangsa dan negara itu juga saat ini masih sangat relevan. Hal ini terbukti dengam keberhasilan koperasi di negara negara maju terutama Eropa Barat, Canada, Amerika, Canada, Selandia Baru,Jepang dan lain lain itu ternyata ekonomi domestiknya sampai saat ini sangat bergantung pada koperasi. Berbagai kebijakan koperasi Indonesia yang salah, yang selalu dibangun dari atas dalam pola pembina(sa) an saat ini juga seperti sedang terkoreksi oleh pemikiran bernas Bung Hatta yang ingin koperasi tumbuh dari prakarsa rakyat.

Dalam diskusi penuh semangat dari kami bertiga tak terasa telah larut hingga 4,5 jam. Mbak Halida Hatta yang sangat ramah juga menjamu kami makan malam yang lezat ditambah minuman sirup buah segar lokal yang lezat.

Dalam penutupan diskusi ringan dan santai, kami sangat senang mendengar bahwa Mbak Halida Hatta dan Yayasan Bung Hatta yang dipimpinya juga ingin sekali mendorong agar pemikiran Bung Hatta yang genuine,bernas dan relevan dengan banyak isu isu kebangsaan dan kerakyatan saat ini akan coba didorong dan dihidupkan kembali dengan berbagai rencana program. Semoga dapat segera berjalan dan menjadi oase di tengah keringnya pemikiran kebangsaan saat ini.

Jakarta, 24 Mei 2022

Penulis : Suroto, Pecinta Pemikiran Bung Hatta

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini