Damar Banten – Di Banten, tepatnya di Cikotok, Jauh sebelum Freeport beroperasi di Indonesia dalam mengeruk emas dari perut bumi, tambang emas di Cikotok sudah lebih awal berdiri. Sehingga tambang tersebut menjadi tambang emas pertama yang ada di Indonesia. Tambang emas Cikotok kemudian dikelola untuk pertama kalinya oleh perusahaan swasta Belanda bernama, NV Mijnbouw Maatschappy Zuid Bantam (sering disebut Mijnbouw). Penambangan biji emas di Cikotok dilakukan dengan cara menggali lubang atau membuat gua (underground mining).
Mengenai asal usul mengenai tambang emas Cikotok, berawal dari sebuah penelitian umum yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di tahun 1839. Para peneliti pada saat itu yang di antaranya ada Junghuhn, Verbeek, Zungler, Fenaema vas Es, serta Homer Hasaki, meneliti Cikotok guna memastikan kadar endapan emas yang ada di sana. Kemudian, ditahun 1924, penelitian dilanjutkan oleh W. F. F Oppenoorth. Sampai penelitian serta pemetaan mengenai potensi emas yang ada di Cikotok dilakukan hingga di tahun 1936. Setelah semuanya siap, Mijnbouw kemudian membangun tambang emas. Cadangan emas pada saat itu mencapai 569.041 ton dengan kadar Au 8,4 gram per ton dan Ag 481 gram per ton.
Sedangkan untuk mengolahan bijih dari Tambang Emas Cikotok, dilakukan pada Pabrik Pasirgombong di tahun 1939. Produksi atas penambangan di Cikotok berlangsung pada saat saat pecahnya Perang Dunia I berlangsung hingga Jepang masuk ke Indonesia di tahun 1942.
Pembangunan untuk Tambang Emas di Cikotok dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun, sejak 1936 sampai 1939, yang mencakup pada pembangunan jaringan lori gantung (kabelbaan), pabrik pengolahan serta fasilitas-fasilitas untuk tambang, serta dibangun juga permukiman bagi petinggi perusahaan serta pekerja tambang.
Ketika masa pendudukan militer Jepang di tahun 1942-1945, aktivitas penambangan masih tetap berjalan, akan tetapi beralih ke perusahaan Jepang bernama Mitsui Kosha Kabushiki Kaisha, Jepang saat itu berfokus pada tambang yang berada di Cirotan, yang bertujuan untuk mendapatkan konsentrat timah hitam (timbal) yang merupakan bahan baku mesiu.
Kemudian pasca Indonesia merdeka, Tambang Emas Cikotok kemudian beralih kepada pengawasan Jawatan Pertambangan Republik Indonesia, sampai berubah status menjadi Perusahaan Negara pada 1960. PN Tambang Mas Tjikotok yang dibentuk berlandaskan PP No. 91 Th. 1961. Perusahaan tersebut merupakan eks NV MMZB (Mijnbouw Matschapij van Zuid Bantam) yang merupakan pengelola tambang emas di Cikotok. Selanjutnya, pada 5 Juli 1968, Tambang Emas Cikotok dimerger berbarengan dengan enam perusahaan tambang lainnya serta menjadi cikal bakal berdirinya PT. Antam, Tbk.
Pada perjalannya mengexploitasi kandungan mineral yang dilakukan oleh perusahan Aneka Tambang (Antam) menjadi terus meluas, selain dari pada melakukan penambangan dibekas tambang perusahaan Belanda, PT Antam juga kemudian membuka area penambangan baru yang berada di Blok Cikidang. Selanjutnya, untuk Blok Cirotan yang merupakan bagian dari lokasi penambangan bekas Belanda, akhirnya dikelola Unit Penambangan Emas Cikotok (UPEC) yang berada di bawah wewenang PT. Aneka Tambang, Tbk.
Di masanya, tambang Cirotan merupakan areal blok penambangan yang sangat luar biasa. Ketika diresmikan pada 1955, Tambang Cirotan menyumbang pendapatan atas Antam kala itu. Bahkan, ratusan ton emas pada saat itu dihasilkan dari blok penambangan tersebut. Hingga berbagai fasilitas dibangun di areal penambangan blok Cirotan, di antaranya bedeng pekerja, rumah sakit, sarana ibadah (mesjid gereja), warung-warung untuk memenuhi kebutuhan pokok para pekerja, serta gelanggang olah raga.
Sementara itu, fasilitas tambang pun ikut dibangun, seperti gerbong lokomotif untuk mengangkut bongkahan batu dari dalam lubang tambang, sampai lori gantung yang berfungsi mengangkut bongkahan batuan emas ke tempat pengolahan di Pasirgombong dengan panjang kurang lebih 19 KM. Pada akhirnya, setelah sekian lama beroperasi, di tahun 2005 Tambang Emas Cikotok akhirnya ditutup serta produksinya benar-benar dihentikan pada tahun 2008.
Sayangnya pasca Tambang Emas Cikotok ditutup, berbagai fasilitas pendukung akhirnya dirobohkan serta dihancurkan termasuk lori gantung. Saat ini, tinggal dari tambang emas Cikotok hanyalah tinggal struktur pondasi stasiun lori gantung, struktur pondasi tiang kabel lori gantung, serta tiang-tiang bekas lori gantung yang dimanfaatkan sebagai tiang jaringan listrik tegangan tinggi. Di masa kejayaannya, pertambangan Emas Cikotok pada setiap kali pemberangkatan, jumlah lori yang dikirim dari Pasirgombong ke Cikotok atau Cirotan berkisar antara 6 sampai 9 lori. Selanjutnya ketika sudah sampai di stasiun tujuan, yakni Cikotok atau Cirotan, lori-lori tersebut segera diisi oleh pecahan bijih emas yang telah ditampung di bak penampungan.
Bahkan pada setiap lori mampu untuk mengangkut beban seberat 600 kilogram. Setelah penuh, lori-lori tersebut akhirnya diberangkatkan kembali menuju Stasiun Pasirgombong untuk selanjutnya diolah hingga menghasilkan konsentrat emas dan perak.
Saat ini peninggalan dari Tambang Emas Cikotok yang masih beroperasi merupakan bak air Cigarokrok serta bak air Pasirgombong. Dua bak air tersebut berada di lokasi yang berbeda namun, bentuk serta fungsinya tidak sama. Bak air Cigarokrok dibangun di permukaan tanah serta bentuknya berbentuk lingkaran dan beratap bulat seperti kubah. Di tengah atap, ada sebuah lubang masuk berbentuk persegi dan ukurannya 80×100 cm. Bak air tersebut berfungsi untuk menampung air serta mendistribusikan air bersih. Air bersih yang berasal dari bak air tersebut ditujukan untuk dialirkan kepada warga yang tinggal di kompleks perumahan dinas perusahaan tambang, perkantoran, serta warga sekitar.
Air bersih tersebut dipergunakan guna kebutuhan sehari-hari. Air yang ditampung tersebut berasal dari mata air Ci Burial yang disalurkan melalui pipa sepanjang 1,5 km. Sedangkan, untuk bak air di Pasirgombong berasal dari mata air Ci Madur. Bak air tersebut menyalurkan air ke rumah pembangkit guna menggerakkan turbin. Air ini disaring terlebih dahulu dari hulu agar tidak ada sampah yang terangkut. Selain dari bak air, ada juga peninggalan dari Tambang Emas Cikotok berupa lori gantung. Transportasi tersebut dibuat guna mengangkut barang tambang dari pusat pertambangan ke pabrik pengolahan yang jaraknya lumayan jauh. Jarak Pasir Gombong ke Cikotok kurang lebih 5 km, bila ke Cirotan jauhnya 19 km. kawasan itu merupakan wilayah perbukitan yang terjal dengan lembah yang sempit. Antam kemudian membangun sebuah tempat wisata dilokasi eks tambang Cikotok, bernama Taman Derek. Taman Derek yang mulanya bernama Shaft Derrick tersebut merupakan lubang bukaan vertikal yang dibangun pada tahun 1940. Lubang tersebut digunakan sebagai sarana transportasi untuk para pekerja, menuju tambang bawah tanah dan mengangkut bijih emas ke permukaan.
Penulis : Ilham Aulia Japra