Oleh: Swary Utami Dewi
Salah seorang intelektual sejati Indonesia berpulang pagi ini, 6 April 2021: Daniel Dhakidae (22 Agustus 1945 – 6 April 2021). Aku mengenalnya sebagai orang baik, suportif, dan sangat rendah hati.
Meski tidak ikut menulis di buku Idealisme dan Kearifan karya Arief Budiman (yang kuedit bersama Bang Syaefudin Simon dan terbit 2020 lalu atas dukungan Bang Indra Iskandar dan Bang Denny JA), Bang Daniel sangat mendukung dan kerap menanyakan perkembangan buku tersebut.
Saat aku meminta foto-foto eksklusif mengenai Alm. Arief Budiman dari Bang Stanley Adi Prasetyo — untuk dimuat di buku tentang Arief Budiman– Bang Stanley memberikan banyak foto menarik. Salah satunya, foto yang diambil pada tahun 1986. Di foto unik dan ikonik tersebut, ada sekumpulan intelektual dan aktivis besar Indonesia, seperti Alm. Rahman Toleng, Alm. Arief Budiman, Emanuel Subangun, Rocky Gerung, Salim Said, Ignas Kleden, Alm. Syahrir (Cik Il) dan Bang Daniel Dhakidae sendiri. Itu salah satu foto berharga yang kudapatkan dan kemudian dimuat di buku karya Arief Budiman, tepatnya di bagian pengantar buku (halaman vi) yang ditulis oleh Bang Hariman Siregar.
Saat buku Arief Budiman tersebut terbit pada November 2020, Bang Daniel adalah salah satu yang kuberitahu, lalu kukirimkan buku tersebut kepadanya. Tanggal 15 Desember 2020, saat sudah menerima buku tersebut, Bang Daniel mengirimkan pesan whatsapp (Wa).
Dia tulis, “Tami, Abang sdh dapat bukunya. Thanks
Yg pertama Abang baca nanti tulisan Tami. Proficiat … “
Lalu ada lagi Wa berikutnya:
“Abang baru baca punya Tami dan belum lihat yang lain-lain; and it is so touching! Abang gak kira, Tami mengenal Arief se- intense itu. Proficiat sekali dan terima kasih telah memasang foto Abang dan teman-teman dengan Arief.”
Aku tentu saja senang luar biasa mendapat komentar dari seorang Daniel Dhakidae tentang isi buku itu. Sekaligus Bang Daniel menyatakan terima kasih, bahwa foto “ramai-ramai itu” ada dimuat di buku Arif Budiman tersebut.
Komunikasi terakhir yang kulakukan dengan beliau pada 24 Maret 2021 lalu. Saat itu, aku menyampaikan amanah dari Bang Andrinof Chaniago untuk meminta Bang Daniel menjadi pengulas buku Vortex of Power yang ditulis oleh Bang Angga (Airlangga Pribadi) di acara bedah buku Aksi Literasi. Beliau membalas sebagai berikut,
“Topik sangat menarik. Tapi begini, asam lambung saya naik dan kena pita suara. Jadi suara parau. Saya tidak bisa ikut Tami.”
Dan saya merespon dengan mendoakan agar beliau cepat sembuh.
Pagi tadi, beredar kabar tentang wafatnya Bang Daniel karena serangan jantung. Ada rasa sedih kehilangan sosok baik ini.
Bang Manuel Kaisiepo– dalam tulisannya hari ini di geotimes.co.id — menyatakan,
“Intelektual sejati dan pemikir kritis itu telah pergi meninggalkan duka mendalam bagi kita semua, para sahabat dan semua orang yang memahami posisi dan peran intelektualnya”.
Bang Manuel juga menuliskan sederet karya intelektual dari Alm. Bang Daniel sebagai berikut,
“Selain tulisan-tulisannya di Prisma, DD (Daniel Dhakidae,red) telah menulis beberapa buku serius. Salah satunya– yang merupakan master piece-nya– adalah Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003). DD kemudian menulis satu lagi buku serius, Menerjang Badai Kekuasaan (2015). DD bersama Vedi R. Hadi juga penyunting buku Social Science and Power in Indonesia (2005).
Selain menulis, DD juga menerjemahkan beberapa buku serius, di antaranya karya Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang (1980); buku Maurice Duverger, Sosiologi Politik (1985); buku Wright Mills, The Sociological Imagination; dan buku Benedict R.O.G. Anderson,Imagined Communitites (2008).”
Catatan tersebut, bagiku, membuktikan kiprah Bang Daniel yang tidak terbantahkan dalam tradisi intelektual murni sejati dan pemikir kritis yang tidak terperi.
Beristirahatlah dengan tenang di sisi Tuhan, Bang.
Penulis adalah: Dewan Redaksi Damarbanten.com