Pada tanggal 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas di sebuah gubuk pematang sawah di Dusun Jagong, Nganjuk. Kemudian jasad Marsinah dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk untuk dilakukan autopsi.
Hasil visum et repertum mengatakan bahwa terdapat luka robek teratur sepanjang 3 sentimeter di tubuh Marsinah. Luka tersebut dimulai dari dinding kiri, lubang kemaluan hingga bagian rongga perut. Tulang panggul bagian depan Marsinah hancur dan didalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang. Tak hanya itu, selaput darah Marsinah robek, kantung kemih dan usus bawah mengalami memar hingga rongga perut mengalami pendarahan.
Usai dimakamkan, makam Marsinah kembali dibongkar untuk melakukan autopsi ulang oleh tim dokter RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Hasilnya menunjukan tulang panggul bagian depan hancur, tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping, tulang kemaluan kanan patah, tulang usus kanan patah sampai terpisah, tulang selangkangan kanan patah seluruhnya, labia minora kiri robek dan ada serpihan tulang, luka di bagian dalam alat kelamin sepanjang 3 sentimeter juga pendarahan di dalam rongga perut.
Rentetan kejadian yang mengawali terbunuhnya Marsinah membuat banyak pihak meyakini dia dibunuh atas aktivitasnya membela kaum buruh.
Kematian Marsinah tak dilihat sebagai pembunuhan biasa. Karenanya, bukan sekedar menjadi isu di Sidoarjo atau Jawa Timur melainkan menjadi sorotan publik Tanah Air yang bermuara pada desakan terhadap aparat keamanan untuk membongkar kasus ini.
Pada akhir September 1993, pemerintah membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur untuk menyelidiki kasus pembunuhan Marsinah. Hanya dalam hitungan hari sembilan petinggi dan karyawan PT CPS ditangkap secara diam-diam pada awal Oktober oleh Tim Terpadu.
Mereka adalah pemilik PT CPS Yudi Susanto, pimpinan pabrik Judi Astono, Kepala Satpam PT CPS Suwono, satpam PT CPS Suprapto, Pengawas Bambang Wuryantoyo, karyawan dan sopir Widayat, satpam PT CPS Achmad Sutiono, Kepala Bagian Produksi Karyono Wongso, dan Kepala Bagian Personalia Mutiari yang menjadi perempuan satu-satunya yang ditangkap.
Selain sembilan orang tersebut, Tim Terpadu juga menahan Komandan Rayon Militer Porong Kapten Kusaeri yang dianggap mengetahui kejadian tetapi tidak melaporkan kepada atasannya. Mereka semua dituduh bersekongkol memerkosa, menganiaya, dan membunuh Marsinah. 18 hari kemudian, mereka mendekam di tahanan Polda Jawa Timur dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Hasil penyidikan polisi Suprapto menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kontrakan Marsinah. Saat itu, Marsinah dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi kerumah Yudi Susanto di Jalan Puspita Surabaya. Setelah tiga hari di sekap, Suwono (satpam PT CPS) mengeksekusi Marsinah. Semuanya ditetapkan sebagai tersangka dan di seret ke meja hijau.
Penulis : Hamidah
Baca Selanjutnya : Kejanggalan di Persidangan Marsinah (6)
Baca Sebelumnya : Marsinah dan Perjuangannya (4)