Millenarisme Kaiin Bapa Kayah

Damar Banten - Kondisi atas nasib penuh derita yang dirasakan para petani, membuat mereka mendambakan  iimpian untuk bisa sejahtera, akibat para petani Tangerang yang sudah lama sekali dieksploitasi oleh kepentingan para tuan tanah, serta pejabat kolonial yang menjadi pengelola tanah kelahiran mereka. Impian atas perubahan kehidupan tersebut pada akhirnya membuat para petani berani untuk mengambil keputusan, guna melakukan perlawanan terhadap para kaum kapitalis dan feodal.

Pada umumnya, pemberontakan terjadi akibat  dari rasa ketidakpuasan rakyat terhadap tirani pengusa, yang terus melakukan penindasan, pemerasan, serta perlakuan yang tidak manusiawi terhadap rakyat yang dikuasainya. Pada soal kebijakan yang diberlakukan penguasa misalnya, dinilai tidak menjunjung tinggi keadilan dan hanya berpihak terhadap golongan tertentu saja. Praktik semacam itu tentu membuat hukum tidak dapat ditegakkan secara utuh. Oleh sebab itu, banyak dari tokoh pemberontakan berupa untuk mengembalikan keadaan yang berpihak terhadap rakyat.

Pergerakan atas dasar semacam itu, dikenal dengan gerakan millenarisme. Gerakan dari Kaiin Bapa Kayah adalah salah satu wujud dari cita-cita menuju era gemilang, yang bertujuan terbebas dari penindasan, oleh karenanya gerakan ini termasuk sebagai gerakan millenarisme. Bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Kaiin Bapa Kayah bersama dengan para petani Tangerang sebenarnya terjadi akibat, adanya perasaan bahwa kehidupan mereka terus ditindas oleh para tuan tanah partikelir, ditambah tidak adanya kepedulian ataupun solusi yang semestinya dari pemerintah kolonial. Dengan kondisi sosial kemasyarakatan yang semakin berubah dari waktu ke waktu, para petani di tanah partikelir Tangerang akhirnya semakin tersadarkan jika mereka tengah ditindas bahkan diperas tenaganya oleh para tuan tanah tersebut, yang menjadi penguasa di daerah mereka.
  Pajak yang memberatkan disertai kerja wajib yang sangat membebabani, benar-benar telah membuat para petani semakin menderita akibat hanya terus dijadikan objek penindasan semata. Perlakuan yang tidak manusiawi semisal penindasan, pemerasan tenaga, bahkan perintah kerja wajib tanpa dibayar, yang diperintahkan oleh para tuan tanah kepada petani penggarap, semakin diperberat dengan adanya sekelompok jawara yang mendukung perilaku dari tuan tanah. 

Kelompok jawara tersebut sekalipun jumlahnya tidak banyak, akan tetapi menyebabkan petani menderita akibat dedikasi yang diberikan oleh para jawara tersebut, sangat kuat terhadap para tuan tanah. Jawara-jawara semacam itu memang sengaja dipelihara oleh para tuan tanah supaya mereka dapat memberi penjagaan dan perlindungan bagi diri mereka serta tanah partikelir yang dimilikinya. Para jawara kala itu cenderung tidak akan memandang kedekatan ras ataupun suku bangsa, mereka justru hanya akan memandang dari segi materi, sehingga pada saat menjalankan tugasnya, para Jawara acap kali bersikap dan bertindak seolah bukan seperti masyarakat pribumi.
  Dengan melakukan tindakan yang keras, para jawara akan memberi tekanan serta menyebarkan rasa takut di tengah masyarakat petani, guna membuat para petani untuk terus patuh ketika melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan tidak melakukan suatu gerakan agitatif serta aksi lainnya yang dapat mengganggu keamanan, ketertiban, serta kedamaian di tanah partikelir tersebut. Jika ada petani yang tidak patuh pada ketentuan tersebut, jawara bayaran yang sudah dicekoki oleh para tuan tanah, akan tidak segan-segan dalam melakukan tindakan yang keras dengan melakukan serangan fisik ataupun penyitaan harta benda yang dimiliki para petani.

Yang mendasari hubungan para jawara hitam dengan para tuan tanah tersebut tidak lebih dari sekedar materi atau uang. karena hal demikian, tidak jarang ketika tuan mereka jatuh miskin para jawara akan pergi meninggalkan. Karena kondisi tanah partikelir yang semacam itu, membuat kehidupan serta keadaan ekonomi para petani jauh sekali dari kata layak. Hal tersebut dapat terjadi karena para petani akan secara habis-habisan diberdayakan, sehingga membuat para tuan tanah semakin kaya karena usaha di wilayahnya semakin meningkat dan optimal. Ketika para petani hidup dengan kondisi kekurangan, para tuan tanah justru akan dapat hidup dengan sangat berlebihan. Kondisi yang memprihatinkan semacam itu terjadi salah satunya di kampung Pangkalan. Disana hampir 80 persen dari luas tanah yang ada, sudah dikuasai oleh orang-orang Tionghoa.
Munculnya Sarekat Islam sebagai salah satu organisasi pergerakan nasional di Afdeling Tangerang, sejak tahun 1913, semakin membuat kesadaran dari para petani atas superioritas dari tuan tanah di dalam kehidupan mereka. Ditambah, ideologi serta visi misi yang dibawa oleh Sarekat Islam yang bersanding terbaik dengan tujuan dari para tuan tanah. Melalui Sarekat Islam juga, Jiwa Nasionalis serta kesadaran politik masyarakat Tangerang mulai bertumbuh. Sehingga setelah kehadiran Sarekat Islam di Tangerang, mengakibatkan terjadinya banyak pemberontakan yang melibatkan para petani terhadap tuan tanah. Atas peristiwa itu juga Kaiin Bapa Kayah menyadari jika apa yang dirasakan dan apa yang diderita oleh para petani, tidak saja dirinya yang mengalami namun juga banyak orang lain di Tangerang yang senasib.
Ketika akan melakukan pergerakannya, Kaiin Bapa Kayah sempat lama merenung memikirkan mengenai tanah-tanah yang ada di wilayah Tangerang, serta penguasaannya oleh para tuan tanah asing. Hingga pada suatu saat, dirinya merasa mendapatkan wangsit yang menyatakan jika tanah-tanah tersebut sudah berjalan lebih dari 25 tahun sejak masa kontraknya. Oleh Karenanya, kaum pribumi memiliki hak untuk mengusir para tuan tanah dari tanah pertania, serta perkebunan supaya dikembalikan kepada penduduk asli.

Pada tanah itu juga, Kaiin Bapa Kayah akan dinobatkan sebagai raja dengan gelar Prabu Arjuna. Setelah merasa mendapatkan wangsit, Kaiin Bapa Kayah mulai mencari pengikut bahkan seiring melakukan perekrutan atas kelompoknya. Setelah banyak mendapatkan dukungan dan pengikut, rencana pemberontakan mulai dipersiapkan dengan matang. Guna menentukan waktu perlawanan, hal tersebut ditujukan berdasarkan wangsit yang turun kepada Sang Pemimpin. Ketika wangsit yang berisi waktu pelaksanaan pemberontakan dirasa sudah turun, pada akhirnya Kaiin Bapa Kayah beserta kaum tani Tangerang yang digalangnya mulai melakukan pergerakan melawan pemerintah kolonial, para tuan tanah beserta sekutu pribuminya. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu, 10 Februari 1924, Tanggal tersebut dipilih, karena selain berdasarkan wangit, juga berdasarkan masukan dari guru Kaiin yang bernama Sairin.

Arsip berita acara yang ditulis oleh Assisten Wedana Teluknaga, mengungkapkan keterangan yang dirinya laporkan kepada atasannya:

“Hamba Raden Toewoeh, Asisstent-Wedana Teloeknaga, menerangkan dengan sebenarnja, pada ini harie Minggoe ddo. 10 Februari 1924 kira djam ½ 8 pagi, hamba terima telefoon dari Kongsi tanah Pangkalan, menerangkan jang di Kongsi tanah Pangkalan soedah kedatengan beberapa orang maoe mengamoek.”

 Gerakan pertama yang diperbuat oleh Kaiin Bapa Kayah beserta kelompoknya ialah dengan mendatangi orang-orang Tionghoa, supaya segera kembali ke negerinya karena kontrak tanah (sebagaimana yang dirinya pahami dari mimpinya) telah habis. Seorang Tionghoa pemilik toko bernama Thio A. Pang alias Atang di Kampung Pangkalan, beserta sejumlah tuan tanah Tionghoa lainnya yang ada disana, adalah orang-orang yang pertama kali didatangi serta diminta supaya segera pulang meninggalkan tanah Pangkalan, serta harus kembali ke negeri asalnya. Kejadian tersebut mengakibatkan suasana yang mencekam, sebagaimana yang digambarkan oleh Assisten Wedana Teluknaga: 

“Hamba trima telefoon dari Kongsi tanah Pangkalan, menerangkan jang di Kongsi tanah Pangkalan soedah kedatengan beberapa orang maoe mengamoek, itoe waktoe djuga hamba oendjoe bertaoe dengan telefoon moehoen pertoeloengan pada Kandjeng Controleur Tangerang dan Toean Hoofdpolitie Opziener Tangerang serta Toean Wedana Mauk.”

Pada upayanya untuk mengatasi luapan emosi rombongan Kaiin Bapa Kayah, Assisten Wedana kemudian melakukan sebuah muslihat dengan menyuruh para pemberontak untuk duduk di dalam pendopo, sembari menikmati jamuan sambil bercakap-cakap mengenai maksud serta tujuan pergerakan mereka. Siasat tersebut dilakukan guna
menunggu bantuan dari Controleur Tangerang, Hoofdpolitie Opziener Tangerang, serta Wedana Mauk tiba. Muslihat yang dilakukan supaya menunggu pengiriman bala bantuan pasukan sambil bercengkerama serta merokok itu dilaporkan sebagaimana berikut:

“oleh karena datengnja itoe orang2 pada hamba kasar dan maoe nganiaja pada hamba, serta hamba tida ada kekoeatan melawan, laloe hamba tjari akal soepaja djadi keselametan, lantas hamba bilang “tida maoe bela pada kafir” laloe itoe Kaiin ba Kaiah seboet pada hamba “Ama” (orang toewa) dan saja kasih taoe lagi djika maoe ngakoe orang toewa, soepaja doedoek doeloe dan djika ada oeroesan apa2 nanti sadja oeores serta hamba bri roepa2 nasehat soepaja djadi sabarnja, sembari orang-orang itoe hamba kasih sigaret dan itoe Kaiin ba Kaiah bersama temen2nja toeroet pada hamba poenja nasehat, serta masing2 hamba soeroeh doedoek di emper kantoran dan Kaiin ba Kaiah hamba kasih doedoek di korsi dalem pendopo ka Asistenan, laloe Kaiin ba Kaiah kata pada hamba maoe pergi troes ke Betawi, maoe bikin habis kota Betawi, oleh karena hamba kwatir bikin roesoeh di dalam kampoeng-kempoeng, dan lagi hamba toenggoe pada dawoehnja Kandjeng Kontroleur Tangerang dan Padoeka Toean Wedana Mauk serta laen2 politie, lantas hamba tahan dengan dioge2 (wennen) jang tiada antara lama Kandjeng Kontroleur Tangerang dan Padoeka Toean Wedana Mauk rawoeh, maka Kaiin ba Kaiah diperiksa mengakoe nama Bagenda Ali serta kepengen diakoe dan maoe tjari orang2 toewa
Noerdjaja dan soedah 3 hari blon makan nasi, serta mengakoe tida senang ati pada Toean Tanah karena Toean Tanah soedah djalan 2-3 tahoen soedah ambil padi tjoeke lima 3 iket.”

Ketika pukul sebelas, pejabat Assistent Resident Batavia datang bersama pasukannya ke pendopo Assisten Wedana. Lalu, pada jam setengah tiga pejabat Controleur serta Komandan Detasemen Polisi Mauk beserta beberapa polisi setempat datang ke Teluknaga. Disana, kedua belah pihak melakukan pembicaraan mengenai aksi yang akan dilakukan
oleh kelompok Kaiin Bapa Kayah. Hasil dari diskusi tersebut ialah izin yang diberikan kepada Kaiin Bapa Kayah bersama pengikutnya yang hendak menuju Batavia, akan tetapi dengan syarat perjalanan harus ada pengawalan aparat polisi kolonial. Pada perjalanan tersebut, kelompok Kaiin Bapa kayah tetap diperbolehkan untuk memegang senjatanya masing-masing.

Kendati demikian, ketika kelompok Kaiin Bapa Kayah tengah perjalanan menuju Batavia, pada saat mereka sudah sampai di daerah Tanah Tinggi (yaitu di sekitar persimpangan jalan yang berada di antara pusat pemerintahan Kota Tangerang sekarang, yang menuju jalan Daan Mogot arah Kalideres), polisi kolonial seketika melakukan tindakan terhadap kelompok Kaiin Bapa Kayah. Diawali dengan melumpuhkan sang pemimpin pergerakan, yaitu Kaiin Bapa Kayah, ia dijatuhkan oleh seorang aparat kepolisian. Pada kondisi yang masih terkejut itu, para pengikut Kaiin Bapa Kayah seketika langsung bereaksi serta mereka pun melakukan perlawanan.

  Pertemuan akhirnya tidak dapat terelakkan, perempuan yang terjadi di antara kedua belah pihak ternyata tidak seimbang akibat peralatan yang dimiliki pihak kolonial lebih lengkap, dan mumpuni, sehingga pada akhirnya kelompok Kaiin Bapa Kayah mengalami kekalahan telak akibat tidak dapat menandingi kekuatan amunisi kolonial. Pada catatan laporan, diketahui jika Kaiin Bapa Kayah termasuk sebagai salah satu orang dari 19 orang pengikut pergerakan, yang meninggal di tempat kejadian perkara. Selain itu, 23 orang lainnya mengalami luka-luka, selanjutnya yang masih hidup akhirnya dilakukan penahan karena dianggap sebagai bagian dari pengganggu rush en orde tanah Hindia Belanda.
 Kaiin Bapa Kayah termasuk sebagai orang pergerakan yang gugur di dalam Pertempuran yang terjadi di Tanah Tinggi. Jenazah Kaiin Bapa Kayah pun akhirnya dimakamkan di taman pemakaman yang terletak di Kampung Encle, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.

Penulis: Ilham Aulia Japra

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini