By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Damar BantenDamar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama Damar Banten
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Video
Reading: Perjalanan Pers di Banten
Share
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Damar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Seputar Banten
  • Komunitas
  • Utama
  • Ekonomi – Bisnis
  • Wisata dan Budaya
  • Olah Raga
  • Figur
  • Sorotan
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
  • Advertise
© 2025 Damar Banten.
BudayaFeatured

Perjalanan Pers di Banten

Last updated: November 24, 2023 6:20 pm
2 tahun ago
Share
12 Min Read
Perjalanan Pers di Banten
SHARE
Damar Banten - Perkembangan pers dimulai sejak zaman VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) antara tahun 1602-1799. Pada tahun 1744 di Batavia terbit sebuah surat kabar pertama bernama Bataviasche Nouvelles yang terbit selama dua tahun. Kemudian pada tahun 1776 masih masih di Batavia terbit mingguan Vendu Nieuws yang dapat bertahan hingga di akhir masa VOC.

Di tahun 1810 terbit surat kahar Bataviasche Koloniale Courant, yang kemudian pada masa pemerintahan Inggris (1811-1815) berganti nama menjadi Java Government Gazzete. Setelah pemerintahan Belanda berkuasa kembali di Hindia Belanda, Java Government Gazzete diubah lagi namanya menjadi Bataviache Courant (1816) dan pada tahun 1827 berganti nama lagi menjadi Javasche Courant. Perlu diperhatikan bahwa pers yang berkembang pada masa itu merupakan pers milik Belanda dan Inggris yang terbit untuk kepentingan mereka dan bersifat kolonial.

Dalam waktu yang singkat saja, pers tersebut dapat meluas ke segala arah,  cepatnya perkembangan pers dipengaruhi oleh pers Belanda dan Melayu-Tionghoa yang ada di Indonesia. Pers Bumiputera sendiri mengalami perjuangan yang panjang guna mewujudkan kebebasan pers. Perkembangan pers bumiputra atau yang berbahasa Melayu menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintah kolonial untuk menerbitkan sendiri surat kabar berbahasa Melayu yang cukup besar dan sumber- sumber pemberitaan yang baik.

Di Rangkasbitung terbit surat kabar mingguan berbahasa Belanda, bernama Pengharapan Banten (1923-1924). Selain di Banten sendiri, ada juga suara masyarakat Banten yang muncul di daerah lain di Jawa Barat, yang bernama Surat Kabar Tirtayasa yang terbit di Bandung, serta Surat Kabar Surasowan yang terbit di Batavia pada tahun 1929. Kemudian di tahun 1940 terbit juga Surat Kabar De BantenBode dan De Banten Voreitz, serta majalah Utusan Banten yang dicetak di Serang dengan menggunakan mesin cetak yang dipakai untuk mencetak Oeang Repoeblik Indonesia daerah Banten (Oeridab).

SI yang popularitasnya meroket di Banten beberapa tahun setelah didirikannya-pun langsung menerbitkan sebuah majalah. Organisasi pergerakan yang berideologi Islam dan berdiri di Solo dengan nama awal Sarekat Dagang Islam itu pertama kali diperkenalkan di Banten oleh Raden Goenawan, yang merupakan sekretaris kedua Sl di Banten pada tahun 1913 dan kemudian menjadi wakil ketua pada tahun 1914. Raden Goenawan diberikan tugas oleh pengurus pusat SI, pimpinan HOS Cokroaminoto untuk mendirikan cabang SI di Serang. Hingga kemudian kepengurusan SI Banten terbentuk serta ditunjuk Hasan Jayadiningrat sebagai ketua. Organisasi SI dapat diibarat sebagai magnet yang mampu menarik hati tidak hanya kalangan terpelajar dan pamongpraja, tetapi juga para pedagang, pengusaha dan masyarakat biasa (petani).

Menurut Korver, pada tahun 1916, beberapa tahun setelah SI ini didirikan, Sarekat Islam sudah memiliki anggota sejumlah 6.295 di Serang, Labuan, dan Lebak. Sedangkan di Tangerang sendiri anggotanya sudah mencapai angka 10.787 pada tahun 1914.

Untuk efektifitas komunikasi dan penyebaran ide-ide pergerakan, SI Banten menerbitkan sebuah surat kabar yang terbit mingguan, Mimbar, yang pada tahun 1918 memiliki susunan pengurus redaksi sebagai berikut: Hasan Jayadiningrat (sebagai pemimpin redaksi), Harunadjaja yang berprofesi sebagai mantri guru kelas 2 di Malingping bekerja sebagai anggota dewan redaksi.

Mimbar sendiri memiliki sejumlah koresponden yang tinggal dan bertugas di beberapa daerah di Banten: Wangsamihardja (Menes), Achmad (Cikeusal). Nitiarmadja dan Martakusuma (Rangkasbitung). Sedangkan untuk urusan administrasi dan distribusi berada di bawah tanggung jawab Mangundikaria.

SI memiliki Majalah yang bermotto ‘Rakyat yang Mencari Keadilan’ ini terbit sebulan sekali, yakni disetiap tanggal 5 dan 20 Tanggal penerbitan (tarikh) berada pada sisi paling kiri atas bertuliskan tanggal 5 September 1919/ sementara di tengah bertanggal 9 Zulhijah 1337. Di antara dua penanggalan tersebut terdapat tulisan bahasa Belanda berbunyi: “ook op zondag bestellen” atau dapat dipesan juga pada hari minggu. Di bawah tulisan ‘tarikh’ terdapat nama-nama dewan redaksi: Redakteur-nya bernama Arga yang pada tiga edisi berikutnya mengundurkan diri. Pembantu redaktur tetap: Hasan Jayadiningrat, Mohd. Isa, Wangsamiharja, dan beberapa anggota SI lainnya di Banten.

Majalah pergerakan milik SI Banten tersebut beralamatkan redaksi di Kaujon, Serang. Majalah tersebut juga bisa dilanggan, Harga langganan untuk kaum pribumi sendiri sebesar fl. 6 untuk setahun dan fl. 1.5 untuk per-3 bulan. Sementara untuk non-pribumi, sebesar fl. 7 setahun dan fl. 2 untuk 3 bulan. Pada halaman muka majalah tersebut dituliskan bahwa untuk pemesanan langganan hanya dapat dimungkinkan bagi mereka yang akan berlangganan sedikitnya untuk per-3 bulan dengan ketentuan uang harus dibayarkan dimuka.

Pada edisi pertama koran MIMBAR menjelaskan latarbelakang terbitnya koran tersebut adalah berkeinginan untuk mencerdaskan rakyat Banten serta mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang benderang. berikut merupakan kutipan lengkapnya:

 Latar belakang di bentuknya 'Orgaan yaitu perabot untuk memberitahukan suaranya baik pada para anggota SI maupun untuk umum berdasarkan pertemuan wakil-wakil SI di Banten hari Ahad tanggal 17 Agustus 1919. Memang betul sudah ada surat kabar bumi putera seperti: Neratja, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda. Tapi tiga surat kabar itu tidak dapat di-akses oleh orang Banten kebanyakan, dan banyak sekali hal-hal yang hanya mengenai Keresidenan Banten, satu kabupaten atau se-distrik saja. Oleh karena itu, SI Banten merasa perlu mempunyai prabot sewarna, orgaan sendiri.'

Pada pendahuluannya disebutkan: 'Dengan mufakatnya bestuur-bestuur SI dalam seluruh residesi Banten, terkabulah cita-cita kita pemimpin SI Banten untuk mengeluarkan organ, yakni tanda kita kaum SI dalam seluruh Banten sudah mempunyai suatu tempat untuk mengeluarkan suara dan keperluan rakyat kita bumiputra. Pertama kalilah Banten mempunyai suara untuk mengeluarkan jeritan rakyat Banten yang masih dalam kegelapan.'

 Kemudian, redaktur mengemukakan filosofinya pada pilihan kata MIMBAR yang berarti Mimbar, tempat berkhotbah, tempat berbicara. Yang menarik, koran tersebut diterbitkan karena dilatarbelakangi oleh sebab sudah mulai terbukanya kesempatan untuk berkumpul dan berserikat, sekalipun masih sangat terbatas. Dalam artikel selanjutnya redaktur membahas latar belakang politik terbitnya koran tersebut: Artikel 111 Regeerings-Reglement Perubahan dalam kebebasan berkumpul dan berserikat. Artikel RR berbunyi: "Perhimpunan- perhimpunan (Vereenigingen) dan kumpulan-kumpulan (vergaderingen) yang berdasar atau yang mengancam kesentosaan umum di dalam Hindia Belanda dilarang akan mencegah pelanggaran hal itu hendaklah diadakan peraturan menurut sebagaimana perlunya."

Kemudian menurut redaksi, ‘ternyata sekali orang penduduk tanah Hindia tidak boleh sekali-kali turut campur mulut dalam perkara hal perkara urusan negeri. Bukan seperti di dalam negeri-negeri yang merdeka. Betul juga kita orang boleh bikin kumpulan-kumpulan dan perhimpunan, tetapi selamanya mesti dengan izin negeri dan betapa kah susahnya buat mendapat izin itu, tentu sekalian yang sudah turut campur dalam hal perkumpulan mengetahui.

Merujuk kepada Staatsblad 1915 No. 542, dan Staatsblad 1917 No.27, artikel tersebut kemudian disunting dengan bunyi sebagai berikut. ‘Adalah diakuinya haknya orang-orang penduduk bumi putera mendirikan perhimpunan dan mengadakan vergadering. Itulah suatu perubahan yang besar bagi kita penduduk Hindia. Menurut perubahan hanyalah terlarang perhimpunan-perhimpunan yang;

  1. Berdirinya atau maksudnya dirahasiakan;
  2. Oleh Hogerechtshof (bukan pihak pemerintahan atau pihak politie) telah diterangkan bersalahan dengan ketertiban umum.

Masih pada edisi yang sama, surat kabar tersebut juga membahas mengenai kondisi sosial-ekonomi rakyat Banten, di antaranya berita tentang kemiskinan dan penderitaan rakyat akibat perang dunia pertama. Majalah tersebut juga memuat berita mengenai kelangkaan beras akibat di Eropa pasca pecah perang dunia pertama, para petani tidak bisa bercocok tanam. Akibatnya Inggris dan Perancis membeli beras dari Siam dengan harga yang cukup tinggi, akibatnya beras dari luar negeri tidak bisa masuk ke Hindia. Sehingga harga beras di Hindia naik menjadi f 20, f 25, sampai f 30 per pikul. Harga barang makanan semisal ketela pohon, ketela rambat, jagung, hoewi, dan lainnya ikut naik. Harga barang keperluan sehari-hari yang diimpor seperti pakaian, korek api dan lainnya ikut meroket. Sulitnya sandang pangan untuk rakyat ditambah harganya yang begitu mahal, akan tetapi upah para buruh di pabrik gula dan perkebunan karet tidak ikut naik.

Kondisi seperti ini tentu akan berdampak kepada kelaparan serta ancaman kemiskinan. Menurut Mimbar, bahaya kelaparan akan makin menambah popularitas beberapa perhimpunan Boemipoetra, seperti S.I. dan ISDV.

Ada tiga golongan besar yang tinggal di Banten: (Indo) Eropa, Cina dan pribumi,akan tetapi yang paling tertinggal dan lemah pada dua bidang—ekonomi dan pendidikan adalah kaum pribumi. Agar dapat mengatasi masalah tersebut, SI Banten mengupayakan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Untuk itu dibentuklah sebuah perserikatan dagang yang disebut dengan ‘Piroekoen Priboemi’ serta mendirikan sebuah toko koperasi yang terletak di Serang.

Salah satu program pergerakan SI Banten dalam mencoba untuk mengatasi salah satu masalah tersebut di atas ialah membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Hal tersebut tercermin pada satu tulisan tanggal 5 November 1919 di koran ini: “Pada masa ini, tidak akan susah kita mencari orang yang bisa membaca surat-surat kabar, karena pada tiap-tiap desa telah berdiri sekolah desa dan pada beberapa tempat berdiri Vervolgschool (sekolah sambungan). Oleh karena itu, hai semua saudara yang mempunyai anak suruhlah anak-anak tuan masuk sekolah dengan rajin, dan usaha (keras) supaya dengan segera dia mempunyai fundamen kepandaian. Janganlah kita berfikir begini; Ah, apa gunanya anak-anak kita disuruh bersekolah, toh tidak akan jadi priyayi. Pikiran, yang demikian itu, saya bantah sekeras-kerasnya. Saya berseru supaya anak-anak saudara semua dimasukan sekolah itu, bukan bermaksud supaya dia menjadi priyayi, tidak tuan, saya bermaksud supaya anak-anak kita itu mempunyai dasar kepandaian. Setelah dia tahu membaca dan menulis, mudah dia menambahi ilmunya, sebagai telah terukir di atas itu…”.

Seperti yang dilaporkan pada Memori Serah Jabatan Residen Banten tahun 1924, tercatat SI telah mendirikan 5 HIS, masing-masing di Caringin (1), Menes (1), Serang (1), Pandeglang, dan di Tangerang (2). Di sekolah yang meniru sistem pengajaran dan kurikulum HIS Pemerintah Kolonial, siswa tidak saja mendapatkan pengajaran menulis, membaca, berhitung, serta pelajaran bahasa Belanda, akan tetapi juga pelajaran ideologi pergerakan yang mengedepankan ketinggian ilmu pengetahuan serta kemandirian ekonomi.

Sumber: Sejarah Banten — membangun Tradisi dan Peradaban

Penulis : Ilham Aulia Japra

You Might Also Like

Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 8 Tampilkan Permainan Tradisional di Seba Baduy
Debus Banten Di lirik Tamu dari Jepang
Lomba Teater Boneka menjadi arena untuk membuka ruang yang Inklusif untuk Sekolah Khusus se Banten
IPSI Banten Tampilkan Debus Pada Peringatan 500 Tahun Kesultanan Banten
Hari Purbakala 14 Juni: Merayakan Warisan dan Kekayaan Masa Lampau
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Find Us on Socials

Berita Terkait

Tragedi Holocaust: Genosida Paling Kelam dalam Sejarah Modern

1 tahun ago

Sejarah Berdirinya Budi Utomo: Dari Inspirasi Hingga Pergerakan Nasional

1 tahun ago

Seba Baduy 2024, Pj Gubernur Banten Al Muktabar Titipkan Tumbuh Kembang Anak

1 tahun ago

Pj Gubernur Banten Al Muktabar Sambut Masyarakat Adat Baduy

1 tahun ago

Damar BantenDamar Banten
© 2025 Damar Banten | PT. MEDIA DAMAR BANTEN Jalan Jakarta KM 5, Lingkungan Parung No. 7B Kota Serang Provinsi Banten
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?