By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Damar BantenDamar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama Damar Banten
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Video
Reading: Laskar Bambu Runcing Cikal Bakal “Tentara Rakyat” Bagian II
Share
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Damar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Seputar Banten
  • Komunitas
  • Utama
  • Ekonomi – Bisnis
  • Wisata dan Budaya
  • Olah Raga
  • Figur
  • Sorotan
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
  • Advertise
© 2025 Damar Banten.
Featureopini

Laskar Bambu Runcing Cikal Bakal “Tentara Rakyat” Bagian II

Last updated: Maret 2, 2024 1:23 pm
1 tahun ago
Share
4 Min Read
SHARE
Damar Banten - Berdasarkan hasil pertemuan rombongan Saleh dengan BR, Khaerul Saleh kemudian mengajak Wahidin Nasution pada kedudukannya sebagai Komandan Divisi 17 Agustus, serta Oya Sumantri sebagai Ketua PRJB untuk mengadakan rapat. Pada rapat yang diselenggarakan pada 6 Maret 1949, Saleh beserta kelompoknya menyatakan tidak sepakat terhadap keputusan konferensi. Rapat tersebut akhirnya memutuskan untuk mengembalikan nama PNKRI ke PRJB, serta mepertahankan kesatuan bersenjatanya yakni Divisi 17 Agustus, serta perjuangan tidak bertumpu diri terhadap pemerintah Republik Indonesia.

Sejak hasil rapat tersebut, kemudian Hasan Gayo berserta Johar Nur dari kelompok Khaerul Saleh memperkuat PRJB. Di sepanjang bulan Maret 1949, konflik di antara Kesatuan Siliwangi serta laskar dapat dihindari. Selaras dengan itu, kemudian pada 6 April 1949, dibentuk sebuah Staf Gabungan Gerilya Jakarta Timur yang adalah pergabungan antara BR, SP88, serta Kesatuan Siliwangi di bawah pimpinan Mayor Sambas Atmadinata. Mereka kemudian bersama-sama melakukan perang gerilya melawan Belanda.

Namun, kerja sama tersebut kemudian berakhir setelah tercapainya Persetujuan Rum - van Royen, yang berisi bahwa agar dapat menyelesaikan konflik antara kedua negara, dipilih jalan perundingan. Agar dapat menunjang persetujuan tersebut, diadakanlah kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata yang itu ternyata menjadi sumber perpecahan di antara laskar serta tentara. Pada sebuah pertemuan di minggu kedua bulan Agustus 1949, terjadi silang pendapat di kalangan Divisi 17 Agustus.

Wahidin Nasution beserta Oya Sumantri berpendapat jika Persetujuan Rum - van Royen adalah kemenangan akhir pemerintah Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, mereka kemudian menyerukan supaya anggota gabungan mengikuti kebijakan tersebut. Pendapat itu lalu ditentang oleh Khaerul Saleh beserta kelompoknya dari BR. Bagi Saleh, kesepakatan tersebut adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip revolusi nasional. 

Akibat hal tersebut, berdasarkan gagasan Saleh diadakan lah pertemuan antara BR, SP88, serta Kesatuan Siliwangi di kampung Tonjong, lereng Gunung Sanggabuana, pada 6 Agustus 1949. Mayor Sambas Atmadinata sebagai pimpinan kesatuan Siliwangi menyatakan jika TNI perlu bersikap loyal, serta tunduk pada putusan gencatan senjata.

Pandangan yang sama juga disampaikan oleh SP88. Akan tetapi Hasan Gayo yang mewakili BR menyatakan sebaliknya, serta atas nama kelompoknya itu, Gayo bertekad agar meneruskan perjuangan. Pertentangan itu akhirnya menyebabkan bubarnya staf gabungan. Khaerul Saleh akhirnya memindahkan markasnya ke Pangkalan, di lereng utara Gunung Sanggabuana, Purwakarta.

Di pertemuan PRJB pada 1 September 1949, Oya Sumantri, memutuskan agar membubarkan pemerintah tersebut. Hal tersebut juga dilakukan  oleh Wahidin Nasution kepada Divisi Gerilya 17 Agustus pimpinannya, serta Kemudian membebaskan para anggotanya supaya memilih jalan mereka masing-masing. Akan tetapi, Khaerul Saleh beserta kelompoknya kembali menentang keputusan tersebut. 

Setelah pertemuan tersebut, di antara BR serta kesatuan Siliwangi sering kali terjadi bentrokan bersenjata, banyak anggota BR yang kemudian terbunuh. Kesatuan Siliwangi bahkan mendesak kedudukan BR, mereka akhirnya terusir dari markasnya, menyingkir menuju daerah Cibinong, Bogor Utara. BR masih tetap bertekad agar melanjutkan gerakannya. Pada tanggal 28 September 1949, mereka kemudian melaksanakan pertemuan rahasia di Jonggol, Bogor Utara.

Pada pertemuan tersebut, banyak di antara yang hadir menginginkan supaya BR mengkonsolidasikan kekuatannya di Banten Selatan. Pemilihan wilayah tersebut berdasarkan bahwa BR akan mendapat dukungan dari rakyat Banten. Hanya sedikit anggota yang menentang rencana tersebut, di antaranya Wahidin Nasution.


Penulis: Ilham Aulia Japra

You Might Also Like

Kerja Praktek Universitas Pamulang Kota Serang: Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Inventory Berbasis Web
Jejak Perjalanan KOHATI MPO Cabang Serang
Konten TikTok Pengaruhi Gaya Hidup Remaja, Ini Data & Analisis Nyata
Arung Kali Banten 2025: Dari Pendopo hingga Jembatan Ki Demang
Rumah Tahfidzul Qur’an El‑Alif: Dari Teras Sederhana Menjadi Cahaya Qur’ani di Kota Serang
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Find Us on Socials

Berita Terkait

MoU Jembatan Publik dan Akademik

3 minggu ago

Wagub Banten A Dimyati Natakusumah: Pemimpin Harus Cerdas, Berakhlak dan Komunikatif

1 bulan ago

Empat Syarat Sah Hewan Kurban

2 bulan ago

Europa Universalis V Rilis,  Anda Serasa Tokoh Hebat Dunia

2 bulan ago

Damar BantenDamar Banten
© 2025 Damar Banten | PT. MEDIA DAMAR BANTEN Jalan Jakarta KM 5, Lingkungan Parung No. 7B Kota Serang Provinsi Banten
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?