Percepatan Vaksinasi Kejar ‘Herd Immunity’

dr. Hanibal Hamidi, M.Kes.

Terlepas dari perdebatan kegagalan pelaksanaan kekarantinaan kesehatan, saat ini negara- negara di dunia, termasuk Indonesia, tengah memasuki episiode “percepatan vaksinasi“, melalui instrumen Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk Vaksin COVID-19. Tujuannya jelas: mencapai herd immunity masyarakat Indonesia.

EUA sendiri merupakan kebijakan yang dimiliki oleh setiap negara, umumnya otoritas kesehatan seperti BPOM-lah yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan EUA. Peraturan mengenai EUA tercantum dalam Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Di Indonesia, selaku pemegang otoritas penggunaan vaksin bagi suatu wabah penyakit,  pada tanggal 11 Januari 2021, BPOM  telah mengeluarkan  izin bagi produk Sinovak untuk digunakan menangani  kedaruratan kesehatan masyarakat pandemi covid 19 secara nasional.

Berdasarkan informasi yang tersedia, vaksin sinovak, dibuat dengan mengacu konsep yang telah lama ada, yaitu dengan pendekatan virus yang telah dilemahkan. Vaksin ini telah teruji, dapat   memunculkan auto imun, berupa antibody terhadap virus SARS CoV2. Sampai dengan saat ini, efek samping jangka panjangnya belum ada yang membahayakan tubuh manusia yang divaksin.

Menyimak pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, yang mengungkapkan bahwa; jika ingin menerapkan herd immunity pada penduduk usia di atas 18 tahun, dari total 269 juta penduduk di Indonesia, maka ada 188 juta orang yang harus divaksinasi covid-19. Angka tersebut, jika disaring berdasarkan golongan orang yang tidak masuk program vaksin seperti mereka yang yang memiliki komorbid, dan mereka yang pernah kena covid-19 positif serta ibu-ibu hamil, maka jumlah yang masuk ekslusi 181 juta orang. Berdasarkan perhitungan bahwa,  1 orang membutuhkan 2 dosis vaksin, dan

 adanya kebijakan dari organisasi kesehatan dunia (WHO), dimana harus ada 15 persen vaksin cadangan;  maka total vaksin covid-19 yang dibutuhkan di Indonesia sebanyak 426 juta dosis.

Dengan pertimbangan mengejar secepat-cepatnya efektifitas konsep herd imunity,  yakni 67-70 % penduduk tervaksinasi, maka–dengan pertimbangan kemampuan produksi masing masing jenis vaksin– Indonesia telah menetapkan 6 jenis vaksin, sebagai berikut; (Lihat tabel).

Dari keenam jenis vaksin tersebut, sesungguhnya, pembuatannya terbagi dalam 2 (dua), yaitu:

  1. Cara lama yang selama ini ada, dibuat dengan pelemahan virus (Sinovak, Sinofarm, Biofarma-Sinovak)
  2. Cara yang lebih modern berbasis kajian genom, dibuat berdasarkan koding genetika, melalui rekombinan protein, viral vektor dan masangger genetika (Biofarma-Eijkman, Moderna, Pfizer BioNTech)

Menurut hemat saya, produk vaksin cara lama (virus yang dilemahkan), termasuk produk oxfort uni-Astra Zeneka, lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat  Indonesia yang penduduknya tersebar luas dalam puluhan ribu desa di ribuan pulau kecil. Karena, penyimpanannya sederhana, yaitu cukup  dengan menggunakan kulkas biasa, sedangkan vaksin Pfizer-BioNTech, perlu disimpan pada suhu minus 70 derajat Celcius. Pastinya, hal itu  menghadirkan tantangan logistik tersendiri.

Berdasarkan berbagai isue ketepatan pilihan medis teknis, vaksin sinovak–yang telah uji klinik tahap 3 di Indonesia, dengan uji pada relawan masyarakat umum– telah cukup membuktikan tingkat efikasi 65,3 persen, dan  telah memenuhi standard yang ditetapkan  WHO, yaitu  minimal efikasi sebesar 50 persen.

Yang perlu diingat oleh kita semua,  tragedi Pandemi Covid 19 telah membuktikan kepada kita semua, bahwa kepentingan untuk memastikan (jaminan) kualitas kesehatan manusia itu  merupakan suatu pertimbangan utama bagi ketahanan politik seluruh negara didunia. Mengapa demikian?

  1. Hak sehat merupakan hak dasar utama, yang melekat dengan hak hidup, dan menjadi prasyarat bagi pemenuhan hak dasar lainnya,
  2. industri/teknologi kesehatan sekaligus dapat digunakan sebagai industri perang, yang sangat efektif bagi pencapaian tujuan politik, ekonomi, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, sangat  tepat bila kita  menempatkan pelaksanaan vaksinasi covid 19, sebagai basis bagi design konsep mewujudkan Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Pancasila, yang menjadi misi utama bagi rencana pembangunan Pak Jokowi. Semua itu dihajatkan untuk mewujudkan kepastian adanya ketahanan nasional bidang kesehatan– yang dapat mendukung ketahanan sosial, ekonomi, ekologi– sesuai konsep trisakti, berbasis paradigma pemerintahan yang baik, dan pemerintahan  bersih.

Untuk itu, dalam pelaksabnaan vaksinasi, cukup tepat bila dijadikan uji model terbaik bagi kesiapan Indonesia menyambut 100 tahun usia kemerdekaan RI, tahun 2045. Pilar utamanya adalah kerjasama pemerintah dan rakyat dalam suatu wilayah otoritas politik. Maka harus dapat dipastikan  sesuai peran prioritas masing masing pihak, dimana Pemerintah selaku komando aksi nasional.

Lantas, dengan mempertimbangkan perkiraan laju kecepatan penambahan penularan kasus covid 19 di Indonesia, maka dibutuhkan ketersedian kesatuan organisasi kerja komprehensif yang dapat bekerja sangat cepat dan tepat.

Tingkat kesuksesan vaksinasi, dan pengorganisaian yang solid tersebut sangat ditentukan oleh;

  • Ketepatan perencanaan (sasaran prioritas, kecepatan distribusi yang terjaga efektifits pengamanan suhunya, dan pengorganisasian tim yan solid).
  • Pelaksanaan vaksinasi (Pengawasan dan Kesiapan tenaga terlatih, serta pencatatan/big data).
  • Adaya intrumen pengaduan dan Satgas tindak cepat yang menyatu dengan sistim survaelance epidemilogi dalam SKN, dalam menyikapi pelaporan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), secara berkelajutan dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Sekaligus menjadi pusat informasi vaksinasi nasional.
  • Adanya Pusat kajian tropikal deseasse dan Dampak vaksinasi nasional.
  • Adanya hubungan hot line dengan WHO bagi kebutuhan update perkembangan pandemi covid 19 secara global.
  • Kesemuanya terkonsolidasi dalam pusat kendali vaksinasi nasional yang difasilitasi oleh “war room” (kecepatan informasi yang valid), yang disertai instrumen kendali manajerial operasional, dibawah kendali kumpulan para ahli dari berbagai keilmuan terkait, bagi pertimbangan suksesnya pelaksanaan vaksinasi dalam mewujudkan Herd imunity, serta kemampuan mengantisifasi dan menangani adanya potensi dampak sosial dalam setiap keputusan.

Demikian pendapat kami bagi, sebagai bagian dari tangguang jawab masyarakat madani bagi mewujudkan “lagacy” dari rezim pemerintahan di bawah kepemiyang telah kita perjuangkan bersama saat pemilu 2019, amin.

Penulis adalah Profesional Kesehatan Masyarakat

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini