Damar Banten - Banten pada masa Kuarter yaitu pada kala Plestosen (-1.8 juta tahun yang lalu), diperkirakan masih menyatu dengan Benua Asia, bersamaan dengan pulau-pulau di Indonesia yang terletak di bagian barat. Seperti Sumatera dan Kalimantan. Daratan yang menyatukan Indonesia pada masa tersebut dengan daratan Asia disebut sebagai Paparan Sunda (Sunda Shelf). Sedangkan pada pulau-pulau di Indonesia wilayah timur terhubungkan dengan Australia, dengan daratan yang disebut Paparan Sahul (Sahul Shelf). Penyatuan pada pulau-pulau pada masa itu terjadi akibat penurunan permukaan air laut sebagai akibat dari pengumpulan air di kutub menjadi es (glasiasi). Pada masa inilah terjadi penyebaran penduduk ke seluruh Nusantara (Melanesia). Ketika glasiasi berakhir, daratan-daratan yang tadinya menyatu, pada akhirnya terpisah. Dengan ditemukannya singkapan endapan tanah formasi plestosen di Banten, maka dapat dipastikan bahwa Banten sudah muncul semasa dengan munculnya Benua Asia.
Perkembangan budaya pada masa prasejarah secara umum dapat digambarkan berdasarkan tahapan-tahapan yang memiliki ciri-ciri tertentu. Budaya masyarakat prasejarah di Indonesia kemudian dibagi menjadi tiga tahapan peradaban kebudayaan. pertama, masa berburu dan mengumpulkan makanan; kedua, masa bercocok tanam; dan ketiga, masa kemahiran teknik (perindagian). Adanya tahapan perkembangan kebudayaan dengan ciri-ciri tersebut, kadangkala tidak ditemukan di semua wilayah. Beberapa wilayah di antaranya tidak memiliki temuan dari periode yang paling tua, akan tetapi memiliki tinggalan budaya yang lebih muda. Berdasarkan hasil penelitian dan temuan arkeologis selama ini, dapat diyakini bahwa secara kronologis wilayah Banten telah mengalami semua tahapan atau tingkatan budaya prasejarah Tersebut.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan yang terjadi di wilayah Banten, dapat diperkirakan bahwa pada tahap awal dalam kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan, masyarakat sangat bergantung pada alam, Hidup tidak menetap tingkat kehidupan pun sangat sederhana, sehingga bahan makanan diperoleh langsung dari alam. Begitu juga dengan alat perkakas yang mereka pakai. Hampir semua bentuk produk budaya pada masa ini adalah hasil penggunaan langsung dari bahan-bahan yang ada di alam, seperti batu dan tulang- tulang binatang hasil buruan. Seringkali sangat sulit untuk membedakannya dengan bentukan alam. Peralatan batu yang disimpulkan oleh para ahli sebagai produk dari tingkat budaya itu adalah alat-alat batu yang disebut sebagai alat paleolitik, seperti kapak perimbas (chopper), kapak penetak (chopping-tool), serut genggam (scrapper), pahat genggam (hand adze), dan kapak genggam awal (proto hand uxe), dan alat serpih.
Di Banten peralatan berburu semacam serut samping, kapak perimbas, kapak penetak, serpihan batu rejang dan andesit ditemukan di situs Cigeulis, Desa Marapat, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang. Di samping itu, ditemukan juga lukisan gua di Sanghiyang Sirah, Ujung Kulon, Pandeglang. Hal ini menunjukkan bahwa manusia waktu itu sudah hidup di gua-gua. Pada tahap akhir dari kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan tersebut, memang diasumsikan orang sudah mulai hidup di gua-gua walaupun secara tidak tetap. Gua-gua tempat tinggal sementara itu biasanya akan berada tidak jauh dari danau atau aliran sungai yang memiliki sumber-sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput.
Ketika manusia pada masa kebudayaan prasejarah telah bermukim di gua-gua, maka kemudian lahirlah masa bercocok tanam. Pada saat itu, manusia sudah mahir mengupam (mengasah) alat-alat butu. Alat-alat batu yang pada umumnya diasah adalah beliung, kapak batu, dan di beberapa tempat, pengasahan dilakukan juga pada mata tombak dan mata panah. Selain beliung dan kapak batu, pada masa ini juga dihasilkan alat-alat obsidian dan mata panah yang digunakan sebagai alat berburu, serta alat pemukul kayu dan perhiasan. Selain itu, para ahli pada umumnya menganggap munculnya religi terjadi pada tahap paling awal, yaitu pada masa bercocok tanam.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dicatat beberapa kemajuan baru yang terjadi pada masa bercocok tanam, di antaranya ialah munculnya teknologi untuk penyimpanan bahan makanan yang itu ditandai dengan lahirnya berbagai bentuk wadah yang terbuat dari tanah liat. Oleh para pengamat budaya tersebut disebut sebagai tradisi gerabah. Selain itu, muncul pula rasa hormat dan kepercayaan akan adanya kekuatan lain di luar kemampuan manusia, yang disebut animisme dan dinamisme. Kepercayaan yang demikian pada akhirnya memunculkan atau digantikan oleh rasa hormat terhadap orang-orang yang berjasa, seperti pahlawan, yang kemudian diikuti oleh pendirian suatu monumen dari batu yang dijadikan sebagai lambang penghormatan, serta sarana media pemujaan yang disebut dengan megalitik dan tradisinya. Bentuk tinggalan masa bercocok tanam tergolong merupakan budaya neolitik dan megalitik.
Di tahun 1980, di Kampung Odel, Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, sekitar 2 km di sebelah selatan Masjid Agung Banten, ditemukan berbagai benda hasil budaya prasejarah seperti alat serpih, bilah, beliung perseg, gerabah, manik-manik, fragmen gelang, dan cincin perunggu. Selain itu, ditemukan pula alat-alat neolitik di daerah Tangerang, Ciledug, Serang, dan Pandeglang.
Sumber: Sejarah Banten – Membangun Tradisi dan Peradaban
Penulis : Ilham Aulia Japra