By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Damar BantenDamar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama Damar Banten
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Video
Reading: Akhir Dari Pemberontakan
Share
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Damar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Seputar Banten
  • Komunitas
  • Utama
  • Ekonomi – Bisnis
  • Wisata dan Budaya
  • Olah Raga
  • Figur
  • Sorotan
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
  • Advertise
© 2025 Damar Banten.
Budaya

Akhir Dari Pemberontakan

Last updated: Desember 19, 2023 10:15 am
2 tahun ago
Share
11 Min Read
SHARE

Damar Banten – Para pejabat di Serang pada akhirnya memutuskan untuk mengirimkan pasukan tentara dengan 28 pucuk senjata api, agar supaya dapat memulihkan kekacauan yang terjadi di Cilegon. Bupati beserta kontrolir Serang bersamaan dengan Letnan Van Der Star, yang merupakan komandan pasukan yang menjadi pemimpin dari pasukan tentara tersebut. Secepatnya bala tentara segera berangkat ke Cilegon. Sering kali rombongan dokar tentara yang berangkat menuju ke Cilegon diganggu, di antaranya terjadi di sekitar pelabuhan dan di Toyomerto.

Sang Bupati melakukan pembujukan terhadap para kelompok pemberontak agar tidak menggangu rencana yang akan dilakukan. Akan tetapi, tindakan dari Bupati tersebut seolah sia-sia. Kelompok pemberontak tentu saja menolak serta menjawab dengan teriak-teriakan “Sabil Allah”. Kemudian, seketika terjadilah pertempuran antara kelompok pemberontak dengan tentara. Di Toyomerto, kelompok pemberontak mengalami situasi bentrokan yang sangat hebat dengan bala tentara. Ketika saat itulah, para pemberontak baru menyadari bahwa sekalipun mereka yakin atas kekebalan mereka, pada akhirnya bentrokan tersebut berakhir dengan tewasnya sejumlah pemberontak, pun dengan disertai banyaknya korban yang terluka.

Pada jam empat sore, para tentara patroli tiba di pusat kekacauan Cilegon. Para tentara kemudian berbaris menuju penjara, melakukan pertahanan, disertai dengan menyiapkan persediaan bahan makanan untuk beberapa hari ke depan, dengan cara mengambil kambing, ayam, beserta beras dari perkampungan yang sudah ditinggalkan oleh para penduduk. Pasukan pertolongan di bawah pimpinan Raden Penna serta van Rinsum kemudian berhasil menangkap sekitar tiga belas orang pemberontak pada 10 Juli. Mereka bersenjatakan 3 senapan Beaumont, 2 senapan berburu, 2 senapan lanjutan serta beberapa tombak. Pada 10 Juli, para tentara yang dikirim dari Batavia yang berkekuatan satu batalion tiba berlabuh di pelabuhan Karangantu. Di waktu yang  bersamaan, sebuah skuadron kavaleri pun sudah dalam perjalanan menuju Serang.

Para pasukan tentara kemudian melakukan patroli sebagai bentuk ajang memamerkan kekuatan. Sebagai pasukan pertolongan, para tentara tersebut kemudian melakukan penangkapan disertai pengambilan tindakan terhadap kelompok pemberontak. Penyisiran dalam operasi pasukan ekspedisi yang pertama ialah menuju desa-desa asal dari para tokoh pemberontakan, yang karena para tentara telah kehilangan jejak para pemberontak. Informasi yang didapatkan dari para penduduk acapkali menyesatkan.

Para pasukan kemudian mengirimkan datasemen penghukum atas perintah, agar melakukan penangkapan terhadap para pelarian saat lewat tengah malam. Pada pasukan pertama yang dipimpin oleh Letnan Kolonel de Brauw kemudian bergerak ke utara melalui desa-desa; Kapendilan, Beberan, Tangkurak, Kubanglaban Lor, lantas menuju ke sebelah timur melalui Kajuruan dan Kabangwatu, hingga di Gunung santri, tempat mereka berhenti saat fajar tiba.

Sedangkan untuk pasukan kedua, dipimpin oleh Kapten Hojel, Raden Penna serta
van Rinsum. Mereka kemudian tiba di selatan desa Beji. Pada akhirnya, Beji dikepung.
kendati demikian, ekspedisi tersebut kemudian gagal akibat para pasukan hanya menemukan pemukiman para penduduk yang hampir kosong. Yang akhirnya orang-orang yang tersisa di Beji hanya tinggal orang-orang tua atau orang yang sedang sakit. Namun, pada sasaran berikutnya, para pasukan kemudian menuju desa Ciora Kulon, Trate Udik, barat daya Cilegon.

Akibat dari pengepungan pemukiman para tokoh pemberontakan oleh pasukan tentara, para pemberontak akhirnya melarikan diri disertai penggunaan taktik kejar lari. Di antara para kelompok pemberontak sudah mulai banyak berjatuhan korban, sementara itu para tokoh pemberontakan sudah terceraiberai pada saat melakukan pelarian. Para pemberontak melakukan pelarian dengan cara berpindah dari satu desa ke desa lainnya, sambil melakukan pencarian terhadap kawan seperjuangan ataupun para pengikutnya.

Para pemberontak tentu saja mengalami kesulitan kendati timbul perselisihan di antara para tokoh pemberontakan. Hal demikian terlihat ketika dilakukannya rapat yang diadakan dalam rangka mengambil keputusan-keputusan strategis yang baru. Beberapa masalah utama yang harus dipecahkan di antaranya:

  1. Tenang memilih tempat baru untuk dijadikan pangkalan operasi. Saat tiba di daerah Medang Batu, para pemberontak mendapati laporan jika para penduduk setempat sudah tidak lagi setia terhadap tujuan-tujuan pemberontakan serta sudah tidak mau lagi memberi dukungan.
  2. Bentrokan yang terjadi di Toyomerto merupakan sebuah pukulan telak bagi kelompok pemberontak. Bentrokan tersebut mengakibatkan para penduduk Medang Batu tidak lagi bernafsu untuk kembali mengangkat senjata. Sementara itu, para tokoh pemberontak yang kemudian berbeda pendapat, pada akhirnya berniat mengadakan perlawanan dengan memisahkan diri dari barisan induknya, di antaranya:

a. Kyai Haji Madani serta Haji Jahli kemudian mengumumkan akan meninggalkan pasukan tanpa memberikan alasan.

b. Agus Suradikaria menyusun rencana agar mundur ke Cikande, yang sejak dahulu dikenal sebagai tempat persembunyian paling disukai oleh para pemberontak.

c. Kyai Haji Tabagus Ismail kemudian mengusulkan supaya mereka kembali melancarkan pertempuran yang menentukan dan gugur.

d. Haji Wasid membujuk agar pasukan mundur menuju daerah belantara di Banten selatan, melalui rute sepanjang pantai barat.

Pada akhirnya, para tokoh pemberontak melakukan aksi-aksi terakhirnya untuk membuktikan konsistensi terhadap perlawanan. Seperti Haji Iskak yang kemudian menyamar sebagai seorang pribumi biasa, secara mengejutkan mendatangi serdadu yang sedang bertugas sebagai penjaga di gardu Benggala. Secara tiba-tiba saja, Haji Iskak yang tadi menyamar sebagai rakyat biasa menyerang penjaga dengan senjatanya kendati bermaksud membunuh sang penjaga.

Akan tetapi, Haji Iskak akhirnya meninggal seketika di hari itu juga, 17 juli 1888, akibat ditembak oleh komandan jaga. Menurut catatan, mayat dari Haji Iskak kemudian teridentifikasi karena memakai sorban di bawah ikat kepala yang dipakai oleh orang-orang pribumi biasa, disertai menggunakan selembar selendang dibawah sarungnya, dan kantongnya terdapat sebuah tasbih.

Sementara itu, Haji Madani dan Haji Jahli melarikan diri ke Cipinang, yang kemudian bersembunyi diMasjid. Akhirnya, ada penghulu desa yang melaporkan keberadaan Haji Madani serta Haji Jahli pada pihak berwajib. Setelah mendapatkan laporan, pihak berwajib bergegas mengirimkan dua detasemen, sebuah skuadron kavaleri, dan sepasukan infanteri beserta Kontrolir Herkens dan Patih sebagai penunjuk jalan menuju Cipinang.

Pihak berwajib kemudian mengepung masjid tersebut. Kala itu Haji Madani beserta Haji Jahli masih saja melakukan perlawanan. Akan tetapi, pada akhirnya, Haji Madani dan Haji Jahli dapat dilumpuhkan. Keduanya meninggal seketika di hari itu juga, pada 21 Juli 1888.

Agus Suradikaria kemudian berhasil ditemukan keberadaannya di kabupaten Serang dengan dua orang pengikutnya. Setelah menerima laporan, komandan militer bergegas mengirim pasukan yang terdiri dari empat orang menuju Kusambisaba. Seketika tokoh tersebut dikepung, Agus Suradikaria beserta dua orang pengikutnya, akhirnya dapat dibunuh. Menurut Catatan, kedua pengikut Agus Suradikaria dapat diindentifikasi sebagai Haji Nasiman dan seorang agen polisi yang diperbantukan kepada Jaksa di Cilegon.

Sementara itu Haji Kasiman melakukan persembunyian di dekat Cigading, tepatnya di sebuah perkebunan tebu tidak jauh dari pantai barat. Tetapi, pada 27 Juli 1888, Haji Kasiman dan Haji Arbi dikepung dengan rapat oleh serdadu-serdadu yang sudah siap dengan senapan mereka masing-masing. Kendati Haji Kasiman dapat melarikan diri dari pengepungan tersebut. Sayangnya, Haji Arbi tidak dapat melarikan diri. Dalam kondisi tersebut, Haji Arbi, menyadari bahwa kondisi saat itu merupakan soal hidup dan mati, dengan sisa keberanian, dirinya mencoba untuk membunuh salah seorang serdadu kavaleri. Dengan menggunakan kelewangnya, Haji Arbi kemudian membacok serdadu tersebut beberapa kali. Sialnya, seketika serentetan tembakan dan sabetan pedang mengakhiri hidupnya.

Serentetan perlawanan yang dilakukan oleh para tokoh pemberontakan yang memisahkan diri itu, tidak lain, hanyalah bertujuan agar mengalihkan perhatian pihak berwajib atas induk pasukan pemberontak. Dengan begitu, mereka yang mati, telah memberikan kesempatan kepada Haji Wasid beserta pasukannya untuk melarikan diri dari kepungan.

Pada 29 Juli 1888, para pejabat pemerintah disertai militer mengadakan rapat yang dilakukan di Labuan. Rapat tersebut dihadiri oleh Asisten Residen Caringin, van der Meulen, Patih Pandeglang, Raden Surawinangun, Kontrolin Caringin, Maas; Jaksa Caringin, Tubagus Anglingkusuma; Kapten Veenhuyzen, Letnan Visser serta Sersan Wedel. Pada rapat tersebut, kemudian diputuskan agar mengirimkan sebuah pasukan ekspedisi, yang dipimpin oleh Kapten Veenhuyzen menuju Citeureup—Yang bertujuan agar memotong jalan para pemberontak, karena kelompok pemberontak sudah melarikan diri ke Ciseureuheun pada 29 Juli 1888.

Di Ciseureuheun, meletuslah sebuah pertempuran kecil. Kelompok pemberontak dengan sekuat tenaga berusaha untuk menyerang. Para pemberontak bertekad untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan. Kendati pertempuran sudah berakhir, kelompok pemberontak akhirnya bisa dimusnahkan. Pada 30 Juli 1888, jam sepuluh pagi hari, para tentara membawa setidaknya sebelas mayat pemberontak yang tewas di daerah Sumur. Kesebelas mayat tersebut kemudian diidentifikasikan sebagai pemberontak yang sedang dicari-cari oleh pasukan pemerintah, termasuk juga Haji Wasid, Kyai Haji Tabagus Ismail, Haji Abdulgani serta Haji Usman.

Setidaknya ada sekitar enam orang dari kelompok pemberontak yang kemudian berhasil meloloskan diri, di antaranya: Haji Jafar, Haji Arja, Haji Saban, Akhmad, Yahya, dan Saliman. Mereka dapat bergerak bebas untuk beberapa saat. Sialnya, dikemudian hari mereka ikut ditangkap juga pada akhirnya. Pasukan pemerintah kolonial saat itu berhasil merampas tiga senapan, 11 golok, 6 pedang, 3 badik Serta 1 kujang. Dengan selesainya kampanye tersebut, pemberontakan beserta orangnya telah bisa ditumpas dalam waktu kurang dari satu bulan.

Sekalipun induk dari kelompok pemberontak telah ditumpulkan, akan tetapi serpihan dari gerombolannya masih saja terus berkeliaran. Orang-orang yang kemudian berhasil meloloskan diri biasanya melarikan diri menuju Mekkah. Di Mekkah, pemerintah kolonial tidak memiliki otoritas kekuasaan untuk menangkap mereka. Kendati, banyak dari pemberontak yang akhirnya ditawan.

Menurut catatan, sebanyak 204 orang telah ditangkap, 94 orang kemudian akhirnya dibebaskan, 89 orang dihukum untuk kerja paksa selama 15 hingga 20 tahun, serta 11 orang lainnya dihukum mati. Kelompok pertama yang dikirim ke tiang gantungan pada 15 Juni 1889 terdiri dari Samidin, Taslin, Kamisin, Haji Mohammad Akhya, serta Haji Mahmud. Kelompok kedua terdiri atas Dulmanan, Akimin, Haji Hamim, Dengi, Oyang, serta Kasar. Mereka digantung pada 12 Juli 1889.

Penulis : Ilham Aulia Japra

You Might Also Like

Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 8 Tampilkan Permainan Tradisional di Seba Baduy
Debus Banten Di lirik Tamu dari Jepang
Lomba Teater Boneka menjadi arena untuk membuka ruang yang Inklusif untuk Sekolah Khusus se Banten
IPSI Banten Tampilkan Debus Pada Peringatan 500 Tahun Kesultanan Banten
Hari Purbakala 14 Juni: Merayakan Warisan dan Kekayaan Masa Lampau
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Find Us on Socials

Berita Terkait

Seba Baduy 2024, Pj Gubernur Banten Al Muktabar Titipkan Tumbuh Kembang Anak

1 tahun ago

Pj Gubernur Banten Al Muktabar Sambut Masyarakat Adat Baduy

1 tahun ago

Tradisi Kawalu dan Seba dalam Masyarakat Baduy: Upacara, Makna, dan Pelestarian Lingkungan

1 tahun ago

Sebanyak 1.500 Warga Baduy Jalani Tradisi Seba Baduy 2024

1 tahun ago

Damar BantenDamar Banten
© 2025 Damar Banten | PT. MEDIA DAMAR BANTEN Jalan Jakarta KM 5, Lingkungan Parung No. 7B Kota Serang Provinsi Banten
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?