By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Damar BantenDamar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama Damar Banten
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Video
Reading: Batalkan UU Cipta Kerja Segera!
Share
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Damar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Seputar Banten
  • Komunitas
  • Utama
  • Ekonomi – Bisnis
  • Wisata dan Budaya
  • Olah Raga
  • Figur
  • Sorotan
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
  • Advertise
© 2025 Damar Banten.
Polhukam

Batalkan UU Cipta Kerja Segera!

Last updated: Desember 2, 2021 12:09 pm
3 tahun ago
Share
6 Min Read
SHARE

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU XVII/2020 menyatakan pembentukan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) cacat formil, sehingga statusnya inkonstitusional bersyarat. Meskipun dinyatakan berlawanan dengan UUD 1945, UU Ciptaker No.11/2020 masih dianggap berlaku, dengan syarat dalam dua tahun ke depan harus diperbaiki. Jika tidak, maka UU No.11/2020 menjadi inkonstitusional dan tidak berlaku secara permanen.

Presiden Jokowi dalam siaran pers (29/11/2021) mengatakan: “MK sudah menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku. Dengan demikian, seluruh peraturan pelaksanaan Cipta Kerja yang saat ini masih tetap berlaku. Dengan dinyatakan masih berlakunya UU Cipta Kerja, maka seluruh materi dan substansi UU Cipta Kerja sepenuhnya tetap berlaku tanpa ada satu pasalpun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK”.

Meski telah menjadi Putusan MK, rakyat pantas menuntut agar UU No.11/2020 Ciptaker, berikut 49 Peraturan Pemerintah (PP) dan 3 Peraturan Presiden (Perpres) di bawahnya dibatalkan. UU No.11/2021 tidak layak diberlakukan sebagaimana dinyatakan Presiden Jokowi (29/11/2021) di atas. Maka UU atau pasal-pasal dan materi muatan UU yang telah dicabut atau diubah oleh UU No.11/ 2020 harus dinyatakan berlaku kembali. Tuntutan pembatalan UU Ciptaker No.11/2020 didasari berbagai fakta dan logika hukum, serta kepentingan strategis negara dan rakyat Indonesia seperti diurai berikut.

Pertama, MK menyatakan secara formil pembentukan UU No.11/2020 bertentangan dengan konstitusi. Maka, jika cara dan proses pembentukan UU No.11/2020 saja sudah tidak sesuai konstitusi dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka materi muatan yang ada di dalamnya otomatis juga bertentangan dengan konstitusi.

Kedua, dengan putusan MK No.91/2020 maka concern publik, terutama stake holders terkait, tentang adanya moral hazard dalam pembentukan UU Ciptaker telah terkonfirmasi. Karena dominannya kepentingan sejumlah kalangan dalam lingkar kekuasaan, terutama para anggota oligarki penguasa-pengusaha, maka amanat konstitusi dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan pun dilanggar.

Ketiga, dominannya peran oligarki dalam proses pembentukan UU Ciptaker tak lepas dari motif yang diusung. Justru motif inilah yang lebih merusak negara dan merugikan rakyat dibanding pelanggaran asas formil pembentukan peraturan. Motif oligarki terlibat aktif adalah agar ketentuan dan materi muatan UU Ciptaker menjamin tercapainya agenda dan kepentingan yang dituju, tak peduli jika materi muatan tersebut melanggar konstitusi. Karena berstatus UU oligarkis, maka sangat pantas jika UU Ciptaker dinyatakan batal segera!

Keempat, bertolak belakang dengan kesempatan dan peran luas tanpa batas bagi anggota oligarki, pemerintah justru membatasi partisipasi dan akses publik. Secara esensial, hak publik berpartisipasi harus memenuhi syarat berupa: hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan dan hak mendapat jawaban. Karena hak-hak publik ini, terutama stake holders terkait, telah diberangus, maka otomatis materi muatan UU Ciptaker pun inskonstitusional.

Dalam rangka “mengakomodasi partisipasi publik”, Putusan MK No.91/2020 memang telah memuat terjadinya berbagai rapat dengar pendapat umum (RDPU), rapat kerja, FDG, lokakarya, diskusi publik dan berbagai forum yang digelar DPR dan pemerintah (halaman 441-445). Namun karena lebih bersifat searah, basa-basi, formalitas, “pemaksaan kehendak”, tanpa dialog untuk mencapai kesepakatan, maka banyak pihak yang bersifat pasif dan walk-out dari forum tersebut. Sehingga wajar jika materi muatan yang dihasilkan pun tidak sesuai konstitusi.

Kelima, hakim-hakim MK telah mendapat berbagai “fasilitas” dari pemerintah dalam UU MK No.7/2020. Hal ini patut diduga “hadiah atau suap” yang dapat membuat para hakim gagal bersikap objektif memutus perkara uji formil/materil UU Ciptaker. Misalnya, perpanjangan masa jabatan menjadi 70 tahun bagi yang tengah menjabat, perpanjangan periodisasi hakim sebagai konsekwensi masa jabatan yang diperpanjang, atau perpanjangan masa jabatan ketua dan wakil ketua menjadi lima tahun. Berbagai “hadiah” ini dapat menimbulkan “conflict of intersest” yang menghasilkan putusan MK bernuansa “moral hazard”. Publik dapat menilai MK bagian dari oligarki, sehingga putusannya tidak konsisten dengan konstitusi.

Keenam, sejumlah pakar menyatakan Putusan MK No.91/2020 jalan tengah yang pantas diterima dan diapresiasi. Lalu ada pula yang menyatakan putusan tersebut diambil karena ada asas manfaat yang harus dipertimbangkan.
Dengan dugaan adanya moral hazard di atas, publik dapat pula menilai jika putusan MK merupakan jalan tengah. Namun jalan tengah yang memilih antara amanat konstitusi dengan kepentingan oligarki dan pribadi para hakim, bukan memilih antara amanat konstitusi dengan manfaat bagi kepentingan rakyat.

Uraian di atas menjelaskan berbagai alasan mengapa Putusan MK No.91/2020 dan UU Ciptaker No.11/2020 harus dibatalkan. Guna mencapai target oligarki kekuasaan, berbagai cara dan rekayasa dilakukakn, termasuk partisipasi publik dihambat dan UU MK dirubah. Kondisi ini jelas bertentangan dengan asas-asas yang diamanatkan Pancasila, UUD 1945 dan prinsip-prinsip demokrasi. Karena itu, rakyat pantas menuntut agar UU Ciptaker segera dibatalkan dan untuk itu Pemerintah harus segera menerbitkan Perppu. Mari terus kita suarakan!

Jakarta, 30 November 2021

Penulis : Marwan Batubara, IRESS, Deklarator KAMI

You Might Also Like

Gerindra Banten Gelar Pertemuan Bakal Calon Kepala Daerah Se-Banten
Komnas Perempuan: Perempuan Penyandang Disabilitas Rentan Mengalami Kekerasan Seksual
Pembredelan Media Massa Oleh Pemerintahan Orde Baru Tahun 1994: Sebuah Tinjauan Historis
Andra Soni : Anak Petani Hingga Ketua DPRD Provinsi Banten
Perang Enam Hari: Konflik Singkat Yang Mengubah Peta Timur Tengah
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Find Us on Socials

Berita Terkait

Pembantaian Tiananmen: Tragedi Demokrasi di Jantung Tiongkok

11 bulan ago

Andra Soni Terima Dukungan Relawan Maju Pilgub Banten

11 bulan ago

Luncurkan Jingle dan Maskot, Banten Siap Laksanakan Pilkada

11 bulan ago

Tragedi Trisakti 1998: Titik Balik Menuju Reformasi Indonesia

12 bulan ago

Damar BantenDamar Banten
© 2025 Damar Banten | PT. MEDIA DAMAR BANTEN Jalan Jakarta KM 5, Lingkungan Parung No. 7B Kota Serang Provinsi Banten
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?