By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Damar BantenDamar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama Damar Banten
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Video
Reading: Dari Kamar Dagang, Hingga Bencana Bagi Nusantara
Share
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Damar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Seputar Banten
  • Komunitas
  • Utama
  • Ekonomi – Bisnis
  • Wisata dan Budaya
  • Olah Raga
  • Figur
  • Sorotan
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
  • Advertise
© 2025 Damar Banten.
Budaya

Dari Kamar Dagang, Hingga Bencana Bagi Nusantara

Last updated: Desember 4, 2023 8:36 pm
2 tahun ago
Share
8 Min Read
SHARE
Damar Banten - Pada perjalanan bangsa Indonesia, datanganya VOC merupakan awal dari jalan panjang penjajahan. Bagi bangsa Belanda, kejayaan VOC tentu sebuah zaman keemasan, di saat armada dagang Belanda menguasai jalur perdagangan yang membentang.

Dari Tanjung Harapan di Afrika sampai Jepang, hingga Nusantara di Asia. Obsesi Belanda untuk menemukan sumber rempah- rempah mendorong tumbuh kembangnya minat penjelajahan di kalangan orang Belanda. Kamar dagang yang terbentuk di berbagai kota di Belanda berlomba-lomba membiayai ekspedisi untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah tersebut.

Hingga pada suatu masa, delegasi dagang Belanda pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berhasil tiba di Banten, tepatnya di Teluk Lada, Pandeglang pada 23 Juni 1595.

Keberhasilan tersebut tentu menumbuhkan rasa percaya diri pada kalangan bangsa Belanda—tak hanya orang Portugis dan Spanyol yang bisa mencapai Nusantara, sebagai sumber penghasil rempah, akan tapi juga Belanda. Oleh sebab itu tiap-tiap kongsi dagang berlomba-lomba pergi ke timur, untuk menggantungkan harapannya mencari untung.

Di saat keadaan terpecah belah akibat Belanda disibukkan oleh perang melawan Spanyol dan Portugal. kompeni-kompeni dagang yang tercerai berai tersebut tak mampu menghadapi kekuatan kedua armada itu. Maka dimulailah sebuah proses perundingan untuk menyatukan kongsi-kongsi dagang yang ada di Belanda, enam di antaranya dari Amsterdam, Zeeland, Delft, Rotterdam, Hoorn dan Enkhuyzen. Pada awalnya tak semua sepakat dengan penyatuan tersebut, terutama bagi wakil dari kamar dagang Zeeland. Mereka terlalu curiga atas dominasi Amsterdam. Akan tetapi berkat upaya keras dari Johan van Oldenbarneveldt serta campur tangan Pangeran Maurits, akhirnya mereka bersedia bersatu di bawah panji VOC.

 Johan van Oldenbarneveldt merupakan seorang pengacara yang mewakili Staten General (pemerintahan negeri Belanda). Menurutnya Johan penyatuan tersebut, "Guna menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air." Oleh sebab itu pada 20 Maret 1602, sebanyak enam perusahaan dagang menggabungkan diri, membentuk Verenigde Oostindie Compagnie (VOC). Dengan penggabungan tersebut persaingan sengit di kalangan perusahaan dagang Belanda dapat diatasi. Belanda jadi lebih siap menghadapi pesaingnya, yaitu Spanyol dan Portugis, yang merintangi jalan terjal Belanda menguasai jalur perdagangan.

Pada saat itu, VOC dipimpin oleh sebuah dewan pengelola atau majelis para pengurus yang terdiri dari 17 utusan dari enam kamar dagang yang sudah dilebur dalam VOC. Ketujuhbelas pemimpin tersebut dikenal dengan nama Heeren Zeventien atau 17 tuan. Sedangkan, untuk level manajerial ada 60 direktur yang terdiri dari 20 orang wakil dari Amsterdam, 12 wakil Zeeland dan tujuh wakil untuk empat kamar dagang kecil lainnya.

Pemerintah Belanda pada saat itu juga memberikan hak keistimewaan kepada VOC berupa hak oktroi. Hak tersebut antara lain menyebut “bahwa tidak satu pihak pun selain VOC yang diperbolehkan mengirimkan kapal- kapal dari negeri Belanda ke daerah seberang timur Tanjung Harapan dan di sebelah barat Selat Magalan”.

Sebagaimana perusahaan dagang pada umumnya, kepemilikan VOC pun dibagi berdasarkan saham. kepemilikan saham voor-compagnie (perusahaan- perusahaan dagang pra pembentukan VOC) itu hampir tak berbeda dari VOC yang mendapat oktroi. “Dari tukang cukur, tukang roti, pemilik warung sampai pedagang besar ikut beli saham dan mereka dapat andil (aandeel). Amsterdam mempunyai modal terbesar, karena itu mereka memiliki wakil paling banyak dalam Dewan Tujuhbelas”.

Kala itu para direktur VOC, diharuskan memiliki saham minimal 6 ribu gulden. Jumlah itu sekaligus menjadi jaminan apabila suatu saat mereka melakukan penyalahgunaan wewenang atau penipuan, mereka dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkannya. Hak oktroi juga memberikan keistimewaan lainnya kepada VOC untuk memiliki armada militer sendiri, termasuk mempersenjatai personil dan kapal-kapal mereka. Bahkan VOC juga dizinkan untuk memiliki mata uang sendiri untuk menjalankan aktivitas perdagangannya. Lewat oktroi tersebut, pemerintah Belanda juga memberi wewenang VOC untuk membangun benteng-benteng, mengerahkan serdadu, mengikat perjanjian dengan raja-raja serta mengangkat hakim- hakim.

Dari banyaknya wilayah operasi VOC, wilayah Hindia Timur-lah yang terluas cakupannya serta menjadi wilayah terpenting di Asia. Karenanya seluruh kantor VOC di Asia (dan Tanjung Harapan) tunduk pada Gubernur Jenderal VOC di Batavia.

Dominasi kekuasaan VOC dilakukan secara perlahan-lahan. Dimulai dengan cara perdagangan, hingga berakhir pada campur tangan politik pada konflik-konflik yang terjadi pada tubuh kerajaan- kerajaan di Nusantara. "Biasanya mereka datang untuk berdagang. Namun seringkali diundang terlibat membela salah satu pihak di dalam konflik perebutan kekuasaan di kerajaan. Dari situ mereka mendapatkan konsesi wilayah,"

Sebagai contohnya adalah konflik di antara Sultan Ageng Tirtayasa di Banten dengan anaknya, Sultan Haji. Pada saat itu VOC bisa berhasil memanfaatkan konflik ayah dan anak tersebut, hingga Banten lambat laun melemah seiring meluasnya pengaruh VOC di tubuh keluarga kesultanan yang terlibat pertikaian. Akan tetapi tidak selamanya cerita hubungan VOC dengan kerajaan selalu soal konflik internal kerajaan. Di Kesultanan Buton misalnya, kompeni berhasil mendapatkan tempat di hati sultan dan petinggi kesultanan lainnya.

Dalam catatan yang ditulis oleh Syekh Haji Abdul Ganiu, seorang ulama terkemuka dari Buton yang hidup pada abad ke 18, yang kemudian diterjemahkan oleh La Niampe dalam Nasihat Leluhur untuk Masyarakat Buton-Muna, berharap persekutuan yang mengikat antara Kesultanan Buton dengan VOC (kemudian pemerintah Belanda) yang pernah dibuat pada 5 Januari 1613 bisa tetap dipertahankan.

“Wahai Sultan yang memegang kekuasaan, teguhkanlah perjanjian dengan Belanda. Apabila perjanjian dengan Belanda itu lemah, maka akan berwujud dua perkara, pertama, kita akan dikena sumpah, kedua, esok mengubah dolango (pelindung sultan dan rakyat-Red) tertumbuk perjanjian dengan Bone, sekejap mata saja esok kita tenggelam,” tulis Syekh Haji Abdul Ganiu.

Pada saat hendak berlayar, setiap awak kapal VOC yang akan berlayar ke kepulauan Nusantara sudah dipastikan siap mati dalam perjalanan. Dalam setiap perjalanan, setidaknya akan ada 300 kru yang berangkat, dan yang pulang kembali ke Belanda biasanya sekitar 100 orang-an. Karena pekerjaannya yang berat, serta perjalanan yang lama sekitar 3,5 bulan ke Hindia Timur, sehingga banyak di antara para awak kapal VOC yang sakit dan tewas diperjalanan.

Di setiap kapal VOC, selalu akan ada empat kategori profesi yang turut serta berlayar. Mereka merupakan para saudagar (koopman), tentara bayaran, para pendeta serta kelompok terakhir terdiri dari pembuat peta, dokter, serta ilmuwan.

 Sekalipun VOC dikenang sebagai sebuah perusahaan multinasional pertama di dunia, VOC juga menyisakan cerita kelam tersendiri. Menurut Sri Margana tidak semua pegawai VOC yang dikirim ke Hindia Belanda berwatak baik. "Orang yang bekerja di VOC adalah pengangguran, penjahat dan punya reputasi buruk".

 Kendati menjadi perusahaan yang sangat sukses, tidak semua orang Belanda menyanjung VOC pada zaman di saat kongsi dagang tersebut sedang berkibar. Pieter de la Court seorang usahawan dari Leiden yang hidup pada abad ke-15 dalam buku Aanwijzing der heilzame politieke gronden en maximum van de Republieke van Holland ende West-Vriesland (Petunjuk tentang dasar-dasar dan dalil-dalil politik yang bermanfaat dari Republik Holland dan Friesland), menuliskan jika VOC mengirim "orang yang lalai, malas, boros dan jahat berlayar ke Kepulauan Hindia." 

Padahal katanya, "orang-orang Belanda yang berbakat, hemat, rajin dapat menjadi kolonis yang terbaik di dunia." Tapi dalam urusan VOC ini, Pieter malah mengherankan lagi jika ada orang Belanda cerdas, hemat dan rajin yang bersedia masuk dalam "dinas membudak demikian, kecuali dalam kebutuhan yang amat sangat".

Penulis : Ilham Aulia Japra

You Might Also Like

Budaye Cilegon Fest 2025: Panggung Persahabatan Budaya Dunia
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 8 Tampilkan Permainan Tradisional di Seba Baduy
Debus Banten Di lirik Tamu dari Jepang
Lomba Teater Boneka menjadi arena untuk membuka ruang yang Inklusif untuk Sekolah Khusus se Banten
IPSI Banten Tampilkan Debus Pada Peringatan 500 Tahun Kesultanan Banten
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Find Us on Socials

Berita Terkait

Hari Purbakala 14 Juni: Merayakan Warisan dan Kekayaan Masa Lampau

1 tahun ago

Seba Baduy 2024, Pj Gubernur Banten Al Muktabar Titipkan Tumbuh Kembang Anak

1 tahun ago

Pj Gubernur Banten Al Muktabar Sambut Masyarakat Adat Baduy

1 tahun ago

Tradisi Kawalu dan Seba dalam Masyarakat Baduy: Upacara, Makna, dan Pelestarian Lingkungan

1 tahun ago

Damar BantenDamar Banten
© 2025 Damar Banten | PT. MEDIA DAMAR BANTEN Jalan Jakarta KM 5, Lingkungan Parung No. 7B Kota Serang Provinsi Banten
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?