Hari buruh internasional Mayday di warnai dua aksi. Satu aksi unjuk rasa berlangsung di Gedung dpr ri, Senayan , Jakarta, dan satu aksi lainnya dipusatkan di Monas, Jakarta. Acara yang terakhir itu dihadiri Presiden Prabowo Subiyanto.
Dalam pidatonya, Prabowo menyambut baik tuntutan buruh, penghapusan outaourcing. Seperti biasanya, Prabowo berpidato degan berapi-api . Presiden juga berjanji akan menghapus outsourcing, dan berjanji segera menindaklanjuti dengan pihak terkait.
Di momentum itu, Prabowo jelas ingin menunjukkan sikap dan keberpihakannya kepada kaum buruh, dan membuat senang massa buruh. Tetapi satu hal yang tak disadarinya, janji itu berpotensi juga menimbulkan kekecewan buruh di kemudian hari. Lho, kok bisa?
Pertama, bisa dipastikan, outsourcing tak mungkin sepenuhnya dihapus karena realitas di lapangan, jelas menunjukkan banyak pekerjaan yang bersifat sementara, seperti pembangunan gedung, pembangunan jembatan, pembangunan waduk, dan sebagainya. Semua itu jelas terbatas waktu pengerjaannya, dan mustahil perusahaan pelaksana pembangunan proyek-proyek tersebut diwajibkan merekrut karyawan tetap untuk melaksanakan projek tersebut. Misal, pembangunan jembatan jalan yang lama pengerjaannya hanya tiga atau empat bulan itu diwajibkan mempekerjakan karyawan tetap semuanya. Lain halnya dengan pabrik ban, pabrik otomotif, pabrik tekstil yang beroperasi dalam jangka panjang, bertahun-tahun. Nah, jenis kelompok perusahaan ini jelas sangat wajib hukumnya merekrut karyawan tetap, dan tidak boleh memberlakukan outsourcing, meskipun masih terbuka pengecualian pada bagian-bagian tertentu.
Dari gambaran itu saja, kehendak Presiden Prabowo untuk menghapus outsourcing sudah dapat kita simpulkan tidak realistis, dan sangat sulit direalisasikan. Lalu, apa yang layak untuk direalisasikan Prabowo? Simak ditulisan berikutnya (part.2).