Dikalangan aktivis, namanya sudah melegenda sejak awal 70-an tepatnya kala peristiwa 15 Januari 1974, ketika ia memimpin suatu demonstrasi yang berujung kerusuhan di Jakarta yang sedang menerima kunjungan tamu PM Jepang Tanaka. Hariman Siregar tak hanya meringkuk di penjara untuk aksinya, tetapi juga diruntuhkan masa depan dan psikologisnya terutama keluarganya. Namun, lelaki yang terlahir di Padang Sidempuan ini memiliki aura yang tak pernah padam sebagai kelas pejuang seperti hari kelahirannya, 1 Mei, hari Buruh. Ya tepatnya 71 tahun silam. 1 Mei 1950.
Selepas penjara, almamaternya melindungi dirinya sehingga berhak menyandang gelar dokter dan kemudian mengabdikan profesinya di suatu Puskesmas bilangan Jakarta. Kapok-kah atau bertaubat kah dia dari dunia protes, demonstrasi dan gerakan mahasiswa ? Berubahkah pilihan hidup dan jalan politiknya ketika usia sudah makin bertambah, kemajuan zaman yang merubah gaya hidup dan dunia bergerak kearah demokrasi ?
Hariman Siregar adalah salah satu lelaki yang terpilih oleh sejarah karena kesetiannya terhadap pilihan hidup, kiprah dan politik yang digelutinya, sekalipun medan laga dengan actor yang silih berganti. Sebagai dokter, ia masih terus berkotor tangan di Klinik Baruna, sebuah nama yang juga telah menambah aura bawaannya. Seperti diketahui bersama Baruna adalah nama sang penguasa lautan dan air, penjaga ekologi bahari, yang dalam ‘mistisisme islam’ khususnya Jawa kita mengenai wali, sunan kalijogo atau bahkan mitologi penganut aliran ‘khidir’ yang hidup dan kesaktiannya bersama air.
Tetapi entahlah, itu hanya kebetulan sejarah atau ada rancangan atas semua itu. Yang jelas dan pasti adalah Hariman selalu membawa deburan semangat, gelombang kesadaran untuk kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, kerakyatan dan keadilan social. Seluruh Hidupnya, profesi yang digeluti bukanlah bisnis untuk hidupnya semata, sumpah dokter yang dideklarasikannya layaknya Hyppocrates, menjelma sebagai panduan hidup dan politiknya. Di kliniknya semua lapisan dilayaninya dengan baik, tidak hanya itu, kliniknya juga menjadi rumah singgah diskusi kritis bagi siapapun yang sedang mencari oase dalam kehidupan bernegara-bangsa.
Pada dirinya, Kliniknya, dan Markasnya di jalan Lao Tse (nama jalan yang entah kebetulan juga, adalah nama sosok intelektual China yang mengabdikan hidupnya pada kebijakan) tersimpul narasi sejarah perjuangan yang tak lekang oleh waktu dan keadaan, simpul yang bukan mengendalikan melainkan seperti arus berputar, bersirkulasi dan terus menjaga pelita kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi dan keadilan social. Seperti nama Klinik dan jalan markasnya, Hariman seperti Air yang mengalir dengan kebajikan dan kebijakannya, menyemai, menjaga dan memelihara semangat mahasiswa, perjuangan kaum muda untuk menghindari kutukan menjadi pengekor status quo kekuasaan.
Banyak karya ilmiah, buku, jurnal, opini dan bahkan paper yang membedah kiprah dan gejolak pemikirannya di setiap masa dari tahapan perjalanan sejarah bangsa ini sejak pasca malari, semua itu mudah diperoleh baik di google maupun perpustakaan, kalau sekedar untuk mengenalnya. Semua itu menunjukkan bahwa Hariman adalah magnet bagi setiap masa dan massa, bukan karena keilmuawanannya, tetapi lebih dari itu yakni semangat, spirit dari apa yang selama ini dipraktekkan, dilakoni dan dijalani dalam setiap langkah. Ya langkah-langkah kecil dari lintasan sejarah yang telah berusia hampir setengah abad.
Hariman bukanlah sosok yang haus akan kekuasaan, harta dan tahta. Ia senang kawannya kaya dana tau berkuasa. Hariman tetaplah seorang dokter, berpraktek mengelola Klinik, yang setiap minggu mendedikasikan dirinya untuk berdialog, diskusi memonitor demokrasi di markasnya yang selalu terbuka. Bahkan ketika temannya berkuasa, dia tetap memberikan dukungan bagi gerakan mahasiswa yang mengkritiknya. Tidak membungkam perbedaan pilihan dan jalan politik. Mungkin saja karena Hariman besar di politik jalanan dan oposisi, maka dia tidak membungkam apalagi membunuh politik jalanan, tetap dihidup-hidupi.
Romantika Hariman selalu berpendaran gairah, penuh sesak semangat tak berkesudahan, berhiaskan pualam idea dan logika, bertahtakan kekaguman yang tak pernah sirna, tetapi Hariman tetaplah manusia biasa yang tidak ‘jaim’apalagi berselubung feudalism, terkadang kata-katanya seronok dan lugas, bisa marah tetapi mudah memaafkan, mudah bergaul dengan siapa saja, termasuk mahasiswa baru kalangan generasi Z yang baru bertemu di klinik maupun markas besarnya. Namun yang pasti berdialog dengannya akan selalu mengalirkan aroma romantisme kerakyatan.
Hari ini, 71 tahun silam, Hariman lahir ditengah hiruk pikuk Politik Mosi Integral Natsir, kembalinya kepangkuan Republik Indonesia selalu mengikatnya dan spiritnya, untuk memperjuangkan RI yang dicita-citakan para pendiri Republik ini. Dia masih bersama kaum muda dan mahasiswa untuk membangun Indonesia yang lebih demokratis ekonomi maupun politik.
Selamat Ulang tahun Bung Hariman, Selamat hari Buruh yang terus menggemuruh memperjuangkan kesejahteraannya, serta tetaplah bersama barisan tak bergenderang ini menyemai spirit yang telah ditebarkanmu selama ini. Kemanusiaan, Kebangsaan, demokrasi dan keadilan social yang menyejahterakan rakyat.
Rusdi Tagaroa