Presiden telah meneken PP No. 23 Tahun 2021 pada tanggal 2 Juli 2021 tentang Penyertaan Modal Negara kepada Bank BRI dengan mengalihkan saham PT Pegadaian dan PT PNM. Ini adalah sebagai tindak lanjut dukungan terhadap aksi akuisisi korporasi untuk membentuk Holding Ultra Mikro.
Aksi korporasi ini sebetulnya hanya akal akalan belaka untuk tujuan pengejaran keuntungan yang akan dinikmati segelintir orang melalui aksi korporasi dengan dalih pemberdayaan usaha mikro. Selain untuk tujuan memancing minat investor asing untuk membeli saham BRI.
Hal tersebut terlihat dari skemanya yang terbaca dari Peraturan Bank Indonesia ( PBI) nomor 17/12/2015 yang masih membatasi rasio kredit bagi UMKM hanya 20 persen.
Sementara realisasinya, sebut saja untuk tahun 2020 misalnya adalah sebesar 18,71 persen. Dari rasio kredit tersebut hanya 3 persen saja yang dapat diakses oleh usaha mikro yang jumlahnya 63 juta atau 98,9 persen dari total pelaku usaha kita.
Kalau memang mau serius ciptakan pemberdayaan ekonomi rakyat kecil, kenapa tidak PBI nya yang dirombak dengan secara tegas alokasikan rasio kredit untuk usaha mikro sebesar 50 persen misalnya, bukan dengan membentuk Holding Ultra Mikro.
Selama ini bank tidak memiliki komitmen dan kapasitas untuk berdayakan usaha mikro. Di masa krisis ekonomi akibat pandemi saat ini, uang yang ada di bank itu sekarang menumpuk, bahkan semakin meningkat tajam yang berasal dari tabungan orang kaya. Sementara outstanding atau pinjamannya melorot tajam .
Untuk mengatasi kekosongan layanan selama ini masyarakat lebih banyak mengandalkan pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti koperasi kredit, koperasi simpan pinjam, Baitul Mal Watamsil (BMT), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dan lain-lain. Lembaga ini telah hadir dengan kemudahan akses namun karena arsitektur kelembagaanya tidak didesign dengan baik dan digencet kebijakan oleh pemerintah terus menerus maka banyak biaya yang harus dibebankan pada masyarakat peminjamnya.
Kenapa tidak misalnya terbitkan PP tentang Lembaga Penjaminan Untuk Lembaga Keuangan Mikro agar koperasi dan LKM lainya itu semakin kuat, efisien dan mampu menjangkau lebih luas usaha mikro serta amankan simpanan masyarakat kecil.
Masyarakat dari dulu kala hanya selalu dijadikan obyek pemerasan melalui kebijakan. Pemerintah selalu mempercayai kebijakan kuno yang diulang terus, yaitu akses kredit tanpa perkuat kelembagaan keuangan demokratis milik masyarakat.
Kami dari Koalisi Tolak Holding Ultra Mikro akan menggugat PP yang ada dan juga apabila dalihnya adalah peraturan UU di atasnya kami juga akan ajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi. Termasuk Uji Materi UU BUMN yang diskriminatif terhadap badan hukum demokratis koperasi.
Jakarta, 7 Juli 2021
Megel Jeksen ( Jubir Koalisi)
Suroto ( Koordinator )