Kajati dan Masyarakat Sipil Banten Mendukung Terbentuknya JAMPIDMIL

Damar banten – Direktur Yayasan Cordova Rusdi Tagaroa memfasilitasi acara ‘Dialog Kajati dan Koalisi Masyarakat Sipil Banten: Pembentukan JAMPIDMIL (Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer)’ yang dihadiri Kejati Banten Dr. Asep Nana Mulyana , SH.Mhum, Dosen Untirta Fakultas Hukum Mirdedi, SH, MH dan beberapa NGO serta awak media yang ada di Banten. Acara tetsebut bertempatan di kantor yayasan cordova, Kamis (06/05/2021).

Kajati Banten Dr.Asep Nana Mulyana mensosialisasikan inovasi, gagasan pembentukan kelembagaan baru yakni Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer. Dimana selama ini ada dualisme dan ini coba ditengahi dengan pembentukan kelembagaan jampidmil. Dengan hal ini ada kerjasama yang terintegrasi sehingga ada keadilan terhadap kedua belah pihak pelaku sipil atau militer. Kasus seperti ini tiap tahunnya ribuan terjadi dan terdapat perbedaan penanganannya. kasus-kasus pidana dipisah sesuai pelakunya, militer di pengadilan militer dan sipil di pengadilan sipil. Dan sering terjadi perbedaan penerapan undang-undang dan perbedaan penanganan kasus antara sipil dan militer.

“Saat ini kan ketika militer melakukan tindak pidana itu diproses nya di pengadilan militer sementara untuk sipil akan diproses di pengadilan umum. Tentu saja ini menimbulkan perberdaan tindak pidana karena undang-undang nya berbeda. Nah, dengan adanya jaksa agung muda bidang pidana militer ini akan disatukan sehingga nanti statusnya tidak ada yang berbeda antara si pelaku yang berstatus militer dan sipil” ujar kajati

Kajati, Dr. Asep juga mengatakan bahwa secara garis besar kelembagaan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer ini bersumber dari pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia yang mengamanatkan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum ( equality before the law), sebagai refleksi dari prinsip-prinsip kesamaan proses penegakan hukum (equality process) maupun kesamaan tindakan (equality treatment) terhadap pelaku tindak pidana, tanpa membedakan status dan kedudukan fungsional masing-masing .

“Maka dari itu penanganan pidana tidak dilihat daripada status dia sebagai fungsional maupun itu pejabat sebagai militer atau sebagai sipil jadi akan disamakan dan penerapan undang-undangnya juga akan disamakan nantinya” tambahnya.

Kajati menjelaskan bahwa ketika para pelaku yang berstatus prajurit militer aktif dan subyek hukum sipil melakukan tindak pidana secara bersama-sama (deelneming), baik dalam bentuk perbarengan perbuatan (Pasal 55 KUHP) maupun dalam bentuk pembantuan perbuatan (Pasal 56 KUHP), maka pada hakikatnya harus diproses melaui mekanisme yang sama dengan kebijakan penuntutan yang sama pula. Begitu pula halnya ketika terjadi tindak pidana yang secara bersamaan melanggar beberapa peraturan, baik perundang-undang pidana umum maupun perundang-undang pidana militer.

Persoalan ini bukan hanya persoalan instansi saja melainkan bagaimana negara negara hadir dan memberikan pelayanan yang berkeadilan untuk masyarakatnya.

Pada Acara tersebut, Direktur LBH Rakyat Banten, menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam proses beracara di Banten, adanya perlakuan diskriminasi dan kearoganan dalam proses mulai dari pendampingan hingga proses peradilan, semisal dakwaan/tuntutan yang sulit diperoleh. Sesama sipil saja karena perbedaan status saja berbeda, apalagi sipil dan aparat bersenjata, seperti militer. “Saya setuju bila ada inovasi ke arah seperti yang pak kajati sampaikan, karena seringnya pendampingan LBH Rakyat Banten mengalami situasi yang demikian. Prinsip persamaan di depan hukum memang harus terus ditegakkan, ujarnya.


Hal senada diungkapkan Dosen Fakultas Hukum Untirta Mirdedi, SH, MH. Saya sangat mendukung penuh gagasan ini karena militer dan sipil akan mendapat keadilan yang sama.


“Ini merupakan terobosan dan gagasan yang sangat bagus dimana militer dan sipil diberikan keadilan yang sama dalam satu ruang, kami selaku akademisi mendukung penuh langkah Kajati Banten dalam merealisasikan konsep kelembagaan jaksa agung muda pidana militer ini” ucap Mirdedi.
Sementara itu, Ken Supriyono yang merupakan kordinator komunitas jurnalis lektur, menyambut baik sosialisasi ini dan penting untuk diwacanakan termasuk dikalangan jurnalis, apalagi gagasan inovasi ini sangat baik untuk rasa keadilan di masyarakat. Sebagai punggawa pilar ke empat demokrasi wartawan dapat memerankan diri sebagai penyampai pesan dan sekaligus penegakan hukum. “Jadi kita perlu saling koordinasi untuk keadilan.” Menandaskan.

Dalam dialog tersebut kemudian disepakati bersama sama untuk lebih mengintensifkan sosialisasi, sebelum diakhiri, kajati menyerahkan dua buku karyanya yang berhubungan dengan isu pidana militer dan Jampidmil yang diserahkan pada Rusdi Tagaroa.

Penulis : Fiqri Udayana

BERITA TERKAIT

Apa pendapat anda tentang berita diatas

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini