Konsep yang cocok dari carut-marut itu sebetulnya adalah koperasi publik. Koperasi publik adalah bentuk koperasi yang melibatkan seluruh komponen baik perwakilan pemerintah, pegawainya, masyarakat pengguna jasanya yang dijamin dalam fungsi demokrasi yang benar-benar setara (equal). Konsep kepemilikkan yang wajibkan berbadan hukum persero dalam UU BUMN adalah bentuk diskriminasi yang sesungguhnya bertentangan dengan pasal 28 D yang seharusnya memperlakukan seluruh badan hukum bisnis adalah sama.
Koperasi adalah sebuah badan hukum privat yang diakui oleh negara. Selain itu koperasi tujuanya adalah bukan untuk mengejar keuntungan (profit oriented) melainkan memaksimalkan manfaat (benefit oriented). Koperasi adalah bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi sebagaimana menjadi sistem ekonomi konstitusi kita. Jadi koperasi mustinya lebih besar peluangnya untuk dijadikan sebagai badan hukum penyelenggaraan BUMN ketimbang model Perseroan.
Kepemilikkan demokratis koperasi ini juga akan berfungsi ganda, selain mendatangkan layanan masyarakat secara langsung juga akan memberikan nilai tambah ekonomis dan sosial bagi masyarakat yang menjadi pemiliknya. Model koperasi yang menangani urusan layanan publik ini disebut sebagai koperasi publik yang dapat mewakili seluruh pemangku kepentingan (multi stakeholder) yang merupakan salah satu model dari koperasi generasi baru.
Dari total BUMN kita yang sebanyak 145, ada baiknya mulai dipikirkan kearah pergeseran ke model kepemilikkan koperasi ini. Sebut saja misalnya dimulai dari konversi PT (Persero). PLN menjadi Koperasi Pubik Listrik (KPL).
Andaikan BUMN yang satu ini dapat dikonversi menjadi milik masyarakat pelangganya maka akan ada 80 juta masyarakat Indonesia yang menjadi pelangganya menjadi pemegang sahamnya dan ini artinya akan ada peluang untuk mendorong masyarakat seluruh Indonesia untuk mendukung proses elektrifikasi dengan turut berinvestasi.
Secara perlahan, beban utang yang selama ini telah menyedot potensi keuntungan PLN akan dapat disubstitusi oleh bagian keuntungan dari para pelanggan-pemiliknya. Selain itu, dengan model kepemilikkan pelanggan ini, seluruh masyarakat akan turut dapat mendorong agar perusahaan listrik ini menjadi lebih transparan dan akuntabel. Sehingga akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kita dapat membuat benchmark dengan model kepemilikkan perusahaan koperasi listrik di Amerika Serikat yang selama ini beroperasi di 41 negara bagian seperti National Rural Electricity Co-operative Association (NRECA).
Berangkat dari analisa di atas, menurut saya perlu dilakukan kajian lebih dalam lagi atas kemungkinan koperasi sebagai alternatif badan hukum layanan publik yang demokratis. Demi partisipasi, transparansi, demokrasi, keberlanjutuan dari BUMN yang ada saat ini. Lebih dari itu semua adalah untuk mencapai keadilan sebagaimana diamanahkan oleh konstitusi kita.
*) Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia
Oleh : Suroto, HC
Baca Sebelumnya : https://damarbanten.com/mencermati-sejumlah-model-dari-desjardins-hingga-esop