Jepang memang istimewa. Negeri ini menyelenggarakan Olimpiade 2020 di tahun 2021 dalam suasana pandemi Covid19 dan dicanangkan sebagai olimpiade paling berkelanjutan dalam sejarah.
Dalam menyambut tamu-tamu olahraga ke negerinya, seniman Jepang membuatkan karikatur yang menggambarkan karakter suatu negara dalam gambar manga seorang samurai.
Karikatur manga untuk Indonesia (yang visualisasinya dapat dilihat via internet), digambarkan sebagai samurai berkacamata bernama Maharudika (dari kata Merdeka), memakai kimono warna kombinasi merah dan putih, lahir tanggal 17 Agustus, tinggi badan 178 cm, jago bulutangkis, hobby minum kopi luwak, dan senang makan nasi goreng.
Dalam dunia manga, Maharudika dihormati karena memiliki hati yang jujur dan tulus, dan punya kekuatan untuk menyembuhkan, serta punya kebiasaan menyelimuti kawan dan lawan dengan penuh kasih sayang. Suatu penggambaran karakter seorang samurai.
Samurai adalah para pendekar yang menjadi bagian penting dalam tatanan masyarakat di jaman pra-industrial Jepang. Simbul utama para samurai adalah pedang panjang, yang juga sering disebut pedang samurai, atau katana; yang melambangkan kehormatan dan ketangguhan, melengkapi kode etik yang disebut ‘bushido’, jalan para pejuang. Para samurai berada dalam pusat kekuasaan Jepang selama lebih dari 600 tahun, sebelum terjadi peristiwa besar yang merubah sejarah Jepang. Peristiwa itu disebut Restorasi Meiji.
Tahun 1868 Kaisar Meiji naik takhta. Kaisar muda itu memang ‘anak timbangan jaman’, naik takhta pada saat Jepang berada pada persimpangan jalan sejarah. Sebelum Meiji, kekaisaran hanyalah simbul, karena kekuasaan sepenuhnya berada pada tangan ‘shogun’, jenderal perang. Dan selama 250 tahun sebelum Meiji, Jepang dikendalikan oleh ‘shogun’ dari Keluarga Tokugawa secara turun temurun., tentu berikut barisan ‘samurai’ sebagai pengikut dan pendukung utamanya.
Salah satu politik kekuasaan utama para ‘shogun’ adalah ‘sakoku’ atau isolasi, yaitu menutup dan sangat membatasi Jepang dari pengaruh bangsa lain. Meskipun ada pengenalan agama, budaya, dan teknologi, termasuk teknologi militer, namun semua dilakukan dengan kontrol sangat ketat dan dalam jumlah yang sangat terbatas. Hal ini ditujukan untuk melanggengkan kekuasaan, termasuk melalui menjaga keseganan dan ketakutan rakyat.
Ketika Meiji menjadi Kaisar, banyak klan dan keluarga yang semakin tidak nyaman dengan kekuasaan ‘shogun’ yang luar biasa itu. Terjadilah momentum untuk ‘mengembalikan kekuasaan pada kaisar’, tetapi shogun menolak. Perang saudara antara kekaisaran yang berpusat di Kyoto dan ke-shogun-an yang berada di Edo terjadi.
Pada musim semi tahun 1868 pasukan kekaisaran menyerang Edo, dan menjatuhkan pemerintahan ‘shogun’ berikut para samurainya. Pada bulan September tahun yang sama, kaisar merubah nama Edo menjadi Tokyo dan memindahkan ibukotanya ke kota itu.
Shogun terakhir, Tokugawa Yoshinobu, memang menyerah; tetapi pasukannya, yang dipimpin Laksamana Enomoto Takeaki, tidak. Pasukan para samurai itu bergerak ke Utara dan kemudian menguasai dan bertahan di Benteng Goryokaku di Hokkaido. Disini terjadi peristiwa yang unik: para samurai itu mendirikan negara baru, sebuah republik, yang disebut Republik Ezo, dideklarasikan tanggal 15 Desember 1868 dengan Enomoto sebagai Presidennya.
Republik ‘para samurai’ Ezo itu segera mendapat dukungan dari beberapa negara Eropa, terutama karena Enomoto pernah mengikuti pendidikan militer di Belanda, dan lancar berbahasa Belanda dan Inggris. Tetapi tentu Kekaisaran Jepang di Tokyo tidak mengakui dan tidak menerima ada separatisme itu.
Pada bulan Maret 1869, kaisar memerintahkan sepuluh ribu pasukan untuk menyerang Hokkaido. Setelah bertarung dengan gagah berani, para samurai yang kalah jumlah dan persenjataan itu akhirnya kalah dan pada Mei 1869 benteng Goryokaku jatuh. ‘Republik Samurai’ yang baru berumur beberapa bulan dibubarkan.
Pada saat itu, kepemimpinan Kaisar Meiji teruji. Selain menjalankan politik keterbukaannya, Kaisar juga merangkul lawannya. Meskipun telah dipenjara selama tiga tahun dengan tuduhan penghianatan, Enomoto kemudian justru diangkat menjadi pimpinan Angkatan Laut Kekaisaran, diutus melakukan perundingan-perundingan internasional penting, dan menjabat sebagai Menteri pada beberapa kementerian. Restorasi Meiji berjalan.
Dan ‘samurai’ tidak dilupakan, bahkan tetap mendapat tempat terhormat. Seperti yang digambarkan di bagian akhir film “The Last Samurai”, pertanyaan Kaisar kepada yang memberinya pedang milik samurai ‘terakhir’ yang dihormati: ‘Tell me how he died?’, dan dijawab ‘I’ll tell you how he lives’. Jalan hidup samurai tetap diceritakan dari generasi ke generasi.
‘Jalan Samurai’ dan semangat ‘bushido’ yang sebelumnya adalah ‘jalan perang dan pertempuran’ berubah menjadi semangat dan etos kerja yang sangat kuat, termasuk dalam membangun perekonomian, memajukan perusahaan, dan mengejar daya saing diantara bangsa-bangsa.
Hari-hari ini, ‘Maharudika’, para “Samurai Indonesia”, telah menunjukkan semangat, kegigihan, dan kemampuan yang tinggi di Olimpiade Tokyo, bersaing dengan para ‘pendekar’ olah raga dari banyak negara. Doa kita, semoga terus semakin berjaya.
Catatan Bayu Krisnamurthi 31 Juli 2021