Serang – Viral di Twitter pengakuan Iman Zanatul Haeri @zanatul_91 seorang guru yang menceritakan kronologi pemerkosaan terhadap adiknya oleh seorang mahasiswa Untirta berinisial ALW. Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Muhammad Syarifain, SH, Rizki Arifianto,S.H.,M.H menyatakan bagaimana proses pendampingannya.
“Setelah korban melapor, kami lakukan pendampingan. Kesimpulan kami adalah dugaan pemerkosaan. Namun dalam penyidikan lanjutan, setelah pengumpulan data, penyidik meneruskan perkara ini pada UU ITE. ” ungkap Rizky Arifianto kuasa hukum sekaligus dosen di salah satu kampus di Serang, Banten ini.
Sebagaimana diketahui, kasus ini ditangani oleh CyberCrime Polda Banten. Meski demikian, kuasa hukum menyayangkan kurangnya komunikasi dan tidak informatifnya pengadilan dan kejaksaan terhadap pihak korban.
“tidak ada informasi perkembangan perkara bahwa persidangan sudah dimulai sejak tanggal 16 Mei 2023. Menurut kami ini sangat Janggal.” Ungkap Syarifain
Seperti diketahui, pengacara korban baru mendapatkan informasi mengenai mengenai persidangan pada sidang kedua. Jadi kuasa hukum tidak melihat dan memiliki dakwaan.
“kita tidak tahu dakwaannya apa. Sebab kita tidak diberitahu ada persidangan. Kami meminta dakwaan kepada Jaksa penuntut, malah menghindar. Belakangan kami baru tahu ternyata mereka tidak mengharapkan keberadaan pengacara untuk mendampingi korban sebagaimana pernyataan saudara korban di twitter.” ungkap Rizki Arifianto kuasa hukum dari LBH Rakyat Banten yang juga dosen di Universitas negeri di Banten.
Menanggapi pernyataan Kejaksaan yang dikutip oleh saudara korban, kuasa hukum korban mempertanyakannya.
“Pernyataan jaksa yang menghina profesi pengacara patut disayangkan. Hak-hak Korban harus didampingi kuasa hukum. Padahal dalam pasal 5 UU nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, memperoleh perlindungan dan pendampingan hukum. Termasuk juga dalam penjelasan UU No. 18 Tahun 2023 tentang Advokat pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 68 UU No. 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. Menurut kami kejaksaan telah melakukan framing keliru jika menyatakan kepada korban agar tidak perlu didampingi pengacara.” ungkap Abda Oe Bismillahi salah satu tim kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten.
Menurut para kuasa hukum korban, proses persidangan ini harus menemukan kebenaran materiil. Pengadilan Negeri Pandeglang harus berorientasi pada pemulihan hak korban dan mengedepankan perlindungan korban kekerasan seksual.
“Ini malah sebaliknya. Proses persidangan ini gelap dan tidak transparan. Menurut kami hakim harusnya lebih aktif menilai bukti-bukti. in criminalibus probationes bedent esse luce clariores, dalam perkara pidana bukti itu harus lebih terang dari cahaya. Saat pemeriksaan saksi korban, video yang menjadi alat bukti utama tidak bisa ditayangkan dengan alasan laptop tidak support. Bayangkan, bagaimana majelis hakim bisa menilai bukti-bukti persidangan?” Ungkap Rizki.
Keanehan-keanehan dalam proses hukum sebenarnya sudah dirasakan sejak awal. Misal, saat kuasa hukum meminta agar nama korban tidak ditampilkan dalam website SIPP, yang terjadi justru sebaliknya.
“Sidang kedua, rencananya tanggal 30 Mei 2023, namun diundur menjadi 6 Juni 2023. Setelah melihat nama korban muncul dalam aplikasi, Kami juga bersurat kepada pengadilan agar nama korban tidak dimunculkan. Namun yang terjadi nama terdakwa yang hilang, nama korban masih muncul. Kok seolah-olah yang dilindungi privasinya adalah terdakwa, bukan korban yang jelas-jelas dirugikan jika data pribadinya tersebar,” tambah Syarifain.
Keluarga korban juga sempat mengeluh mengenai kondisi persidangan yang seperti dijelaskan kakak korban dalam tweetnya. Oleh sebab itu kuasa hukum akan mengirimkan laporan pada instansi terkait.
“Menurut kami ini ada keanehan, deliknya adalah UU ITE persidangan terbuka. Namun saat pengacara dan keluarga korban hadir di persidangan, persidangan dinyatakan tertutup tanpa alasan yang jelas,” Ungkap Tigor Hutapea, SH Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten.
Setelah berdiskusi panjang, kuasa hukum dan keluarga memutuskan untuk membuka kasus ini secara publik. Berharap dukungan dari masyarakat luas agar memantau proses peradilan yang dianggap banyak kejanggalan.
“betul, itu keputusan kami. Pengacara sudah berusaha keras di dalam persidangan. Keluarga berharap dengan melapor ke posko PPA Kejaksaan, kami akan mendapatkan rekomendasi yang adil dan fair. Ternyata tidak, saya dimarahi karena lapor. Jika keadilan di PN Pandeglang tidak kami dapatkan, yasudah biar kita gelar kebenaran di twitter.” Ungkap Iman Zanatul Haeri Kakak dari korban, Guru Ponpes Luhur Tsaqafah yang diasuh oleh Kyai Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU 2005-2021.
Iman juga menyayangkan respon Satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di Universitas Negeri Ageng Tirtayasa yang dinilai lamban dalam menangani kasus ini.
“Sejak Januari 2023 kami sudah melapor ke Satgas PPKS Untirta, Februari juga kami memenuhi undangan pihak satgas. Namun setelah itu tidak ada kabar lagi. Baru muncul malam tadi menghubungi setelah viral. WA saya tidak dibalas selama tiga bulan. Memang harus viral dulu” ungkap Iman yang juga merupakan Kabid Advokasi Guru P2G, menyesalkan kelambatan satgas PPKS Untirta.
Penulis : Mita