Damar Banten – Akademisi Untirta, Lia Riesta Dewi menilai Provinsi Banten yang sudah berusia 22 tahun ini masih dalam kondisi yang remang-remang, hal ini berarti Banten belum berada di posisi yang terang benderang.
Menurutnya pembangunan mercusuar tidak relevan dengan kemampuan kondisi APBD Provinsi Banten.
“Kita masih ada di area remang-remang. Apakah ada pembangunan, ya ada. Tapi kenaikannya tidak relevan dengan APBD Banten,” katanya saat menjadi narasumber refleksi akhir tahun 2022 yang digelar oleh Fraksi Gerindra. Rabu (28/12/2022).
Provinsi Banten masuk 10 besar APBD tertinggi di Indonesia, ia menilai ironis karena tidak berbanding lurus dengan kondisi kemiskinan dan pengangguran yang ada di Provinsi Banten.
“Padahal dengan APBD yang tertinggi itu kita bisa berlari dengan cepat dari pada daerah yang lain,” katanya.
Perencanaan pembangunan dalam suatu daerah ditingkat provinsi itu direncanakan oleh Gubernur dan para Anggota DPRD Provinsi.
Menurut Lia bahwa DPRD Provinsi Banten kurang dalam melakukan fungsi-fungsi pengawasannya ketika terjadi masalah-masalah di lembaga eksekutif, selama 22 tahun ini DPRD hanya ribut-ribut saja seperti bau kentut.
“Mau hak interpelasi masalah bank Banten, Faktanya? Gak ada. Itu persoalannya. Penguatan pengawasannya yang kurang dilakukan oleh DPRD Banten,” ujarnya.
Ia mendorong agar DPRD Banten memaksimalkan perencanaan kebijakan dan pengawasannya sesuai dengan penggunaannya, sebab ia menilai pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Banten hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja.
“”Kenapa tidak bisa memaksimalkan perencanaan dengan penggunaan. Itu hanya seakan menggugurkan kewajiban,” jelasnya.
Penulis : Iqbal Riyadi