Selama ini belum ada Menteri Koperasi dan UKM yang berani mengatakan secara tegas untuk menegakkan demokrasi ekonomi. Padahal, jelas sekali amanat Konstitusinya sistem ekonomi kita adalah demokrasi ekonomi. Bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu ialah koperasi.
Bahkan walaupun secara legitimasi politik menjadi ketetapan khusus Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dimana dikarenakan demokrasi ekonomi ini selama ini tidak dijalankan maka pada waktu reformasi, munculah satu ketetapan MPR tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokratisasi Ekonomi.
Artinya, posisi Kementerian Koperasi dan UKM sangat sentral dan kuat. Bukan justru lembek dan subordinat seperti saat ini.
Sudah setengah abad lebih lamanya kita terjebak pada model ekonomi neo kapitalis dengan model ekonomi “trickle down effect” atau ekonomi yang diharapkan rembesanya ke bawah.
Faktanya ekonomi kita saat ini terus terjebak pada defisit neraca pembayaran dan bayang bayang defisit neraca perdagangan. Kondisinya dari tahun ke tahun bukan semakin baik tapi semakin parah.
Lihat statistik, pertumbuhan ekonomi kita yang tumbuh konstan hingga 20 tahun terakhir sebesar 5 persen ternyata tidak berhasil sediakan cadangan untuk membangun kemandirian ekonomi.
Defisit neraca pembayaran jadi langganan, posisinya sudah gali lobang buat jurang karena untuk bayar angsuran dan bunga utang harus berutang. Diperkirakan, kondisi ini Pemerintah Jokowi akan wariskan kurang lebih 10.000 trulyun rupiah. Kondisi yang akan menyulitkan pemimpin setelahnya untuk alokasikan biaya pembangunan.
Neraca perdagangan kita bahkan sempat terpuruk ke angka terburuk sepanjang 30 tahun terakhir pada tahun 2018, yaitu sebesar US $ 8,7 milyard dan diperkirakan akan terus menjadi bayang bayang.
Sektor eksportasi komoditi ekstraktif selama ini terus dijadikan andalan. Sektor domestik seperti pangan dan energi yang harusnya jadi andalan hancur lebur dan kita sudah dipenetrasi habis oleh produk import yang diperparah dengan penetrasi marketplace milik asing yang marak dan liar.
Krisis ekonomi sudah menyapu habis ekonomi kita. Apalagi kondisi fiskal kita juga sudah banyak dibebani oleh belanja sosial dan belanja rutin yang tidak produktif karena proyek infrastruktur yang ambisius dan ugal ugalan.
Sementara itu, struktur pasar kita tidak berubah, dan aktor ekonominya semakin hari semakin monopolistik dan semakin mengeras karena semakin kuat berjalin kelindan dengan oligarkhi.
Usaha mikro gurem kita jumlhahnya 64 juta an dan ini artinya 99,6 persen. Rakyat kecil disuruh bersaing di bawah berdarah darah, usaha besar konglomerat memainkan peran kongkalikong dengan elit penguasa. Membangun perselingkuhan haram di atas.
Menteri koperasi dan UKM kita belum ada selama ini yang tegas mau menerapkan konsep demokrasi ekonomi. Jadikan koperasi sebagai kekuatan ekonomi rakyat untuk melawan mafia kartel pangan yang monopolistik dan penuh kongkalikong.
Belum ada indikasi kebijakan pembaharuan sama sekali. Justru yang muncul adalah semakin memperkuat struktur ekonomi oligopolistik dengan berikan banyak privelege kepada pengusaha besar yang selalu berusaha merampas sumber sumber keuangan negara ketika terupuruk, merampok subsidi, mendapat modal penyertaaan dan dana penempatan, privelege import dan lain sebagainya. Mereka bahkan telah merancang rompi pengaman melalui banyak regulasi.
Menteri Koperasi Dan UKM Teten Masduki terlihat sangat konservatif. Ekonomi domestik yang harusnya jadi fundamental ekonomi kita masih ditaruh diujung, dibawa ke ruang mimpi untuk mengalahkan pesaing di pasar global. Padahal untuk bermain di pasar domestik saja sudah dikalahkan.
Koperasi hanya diotak-atik sebagai urusan simpan pinjam kecil-kecil, untuk memperlancar akses kredit mikro dalam model kebijakan paket input. Sementara regulasi sektoralnya sudah dikunci. Koperasi sengaja dibuang semakin jauh dari lintas bisnis modern.
Jakarta, 8 November 2021
Penulis : Suroto (Ketua AKSES)