Koperasi Pertanian Indonesia Di Sumatera Barat?

Sudah berdiri lagi satu koperasi yang secara aktif saya terlibat di dalamnya untuk berproses dalam pendiriannya, dan ketika rapat untuk pembentukan kepengurusan koperasi, saya terpilih menjadi salah satu anggota pengawas. Kemungkinan awalnya saya juga bisa menjadi ketua pengurus, namun salah satu peserta rapat menyampaikan dan mengingatkan bahwa menurut sebuah peraturan, tidak mungkin seseorang yang sudah menjadi ketua pengurus sebuah koperasi, menduduki posisi yang sama di koperasi lain. Sesungguhnya, saya pun juga berpikir berulang kali untuk menjadi ketua pengurus di dua koperasi primer secara bersamaan. Pertama karena pengalaman untuk memimpin satu koperasi saja tidak mudah, apalagi jika memimpin dua koperasi. Kedua, selain itu saya juga menjadi pengurus di bagian yang mengelola jejaring dan propaganda (atau semacamnya) di koperasi yang lainnya lagi. Artinya, sampai saat ini saya terlibat secara langsung dalam pendirian tiga koperasi yang dari awal prosesnya saya ikuti. Bahkan, sesungguhnya empat koperasi dengan lokasi pendirian ada dua di Kota Padang, satu di Kota Bandung, dan satu di Kota Jakarta (yang sampai saat ini belum definitif di posisi apa saya ditempatkan sebagai pengurus). Belum lagi, saya juga sedang membantu dua koperasi lainnya yang sedang dalam proses pendirian dengan kemungkinan akan bergabung sebagai anggota bahkan pengurus pula.

Mengapa saya harus terlibat atau melibatkan diri dalam banyak koperasi yang berbeda? Sederhana saja, itu bagian dari visi pribadi saya bahwa ke depan, koperasi menjadi bagian hidup keseharian masyarakat di Indonesia dan di dunia yang selama ini saya sebut sebagai “koperasikan Indonesia koperasikan dunia!”. Misi pribadi saya adalah mendirikan dan terlibat langsung secara aktif di dalam berbagai koperasi yang memungkinkan saya untuk menjadi bagian dari dinamika keberlangsungannya. Selanjutnya itu menjadi tanggungjawab saya pribadi secara akademik maupun secara intelektual bahwa tesis tentang koperasi sebagai representasi dari teori dan praktik gerakan sosial ideal harus dilakukan sebagai praksis keseharian saya.

Pengalaman pertama dalam hidup saya terlibat dalam perkoperasian adalah menjadi anggota koperasi simpan pinjam di kampus, tepatnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang. Saya menjadi anggota aktif di koperasi tersebut tentu saja dengan meminjam uang untuk beragam pendanaan, mulai dari yang konsumtif maupun yang produktif. Saya pernah belajar langsung kepada ketua pengurusnya, salah satunya bahwa jika tidak ada anggota yang meminjam, maka koperasi tersebut akan berhenti beroperasi. Dalam pengelolaannya, koperasi itu masih menerapkan sistem simpan pinjam konvensional, belum syariah atau sistem alternatif lainnya yang menghindari bunga dalam simpan pinjam. Pastinya tidak mudah mengkonversi sistem konvensional menjadi sistem syariah, atau sistem alternatif lainnya, meskipun itu bukan tidak mungkin.

Pengalaman kedua sesungguhnya ada sebuah koperasi yang diinisiasi dengan semangat keagamaan dengan tujuan membantu banyak orang dalam kesulitan pembiayaan kebutuhan hidup mereka. Diinisiasi oleh seorang akademisi juga di fakultas yang sama namun akhirnya tidak terlaksana dan tanpa penjelasan sama sekali mengapa itu terjadi. Atau mungkin hanya saya yang tidak mendapatkan penjelasan?

Kembali ke koperasi terbaru ini, sebuah koperasi yang menggunakan nama “Petani”, namun muncul pertanyaan dalam benak saya, mengapa tidak “Pertanian”? Bagian sebagian besar kalangan arti kata atau istilah keduanya secara konseptual berbeda, karena dalam pertanian bukan hanya ada Petani. Namun, bisa saja kita semua termasuk saya adalah Petani, karena saya juga membudidayakan tanaman meskipun hanya skala hobi dan tidak menjadi sumber pendapatan utama saya. Saya adalah Petani kota yang menanam cabe dan lainnya di atas atap rumah karena tidak punya lahan pertanian.

Namun, saya tidak bisa mengabaikan dunia Petani dan pertanian bahkan secara langsung dalam karir akademik saya maupun keintelektualitasan saya secara individual dalam hidup di masyarakat. Saya memilih untuk lebih banyak bahkan lebih fokus pada kajian gerakan sosial termasuk gerakan petani menjadi minat riset dan pengabdian kepada masyarakat. Lebih luas dari soal Petani dan pertanian, adalah tentang agraria dan lingkungan sehingga saya juga terlibat menginisiasi sebuah pusat studi atau kajian tentang keadilan agraria dan lingkungan di kampus. Setidaknya, sebagai cucu Petani dan pernah hidup di pedesaan dan melihat serta mengalami langsung bagaimana dinamikanya, membuat saya tidak hanya bisa berempati dengan Petani dan pertanian. Lebih dari itu harus menjadi bagian dari gerakan sosial, dan bukan hanya sekedar menjadikannya objek studi atau kajian dan hanya asyik berteori.

Persoalan agraria, pembangunan pedesaan, dan koperasi dalam konteks latar belakang keilmuan saya yakni (Ilmu) Hubungan Internasional, sesungguhnya sejak tahun 1979, isu-isu tersebut sudah menjadi perhatian bahkan melahirkan deklarasi yang disebut Piagam Petani di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1981. Sampai kemudian juga dideklarasikan tentang hak-hak asasi Petani yang disebut sebagai United Nations Declaration on the Rights of Peasants and Other People Working in Rural Areas (UNDROP) pada tahun 2018. Bukan hanya soal legitimasi saya fokus dengan kajian tersebut, namun HI yang hanya mengkaji negara sebagai aktor bahkan ketika diperluas dengan urusan pasar, soal damai dan perang yang militeristik, terasa basi menurut saya. Sementara sudah banyak Ilmuwan HI level dunia yang eksis menawarkan kajian lebih luas dan mendalam pada satu hal termasuk transformasi sosial global.

Maka hidup di Sumatera Barat sebagai bagian dari masyarakat di sini, membuat saya merasa bahwa masalah hidup masyarakat di sini adalah juga masalah hidup saya. Begitupun sebaliknya, masalah hidup saya bisa jadi karena saya hanya menjadi bagian kecil dari struktur sosial yang secara historis mempengaruhinya. Di dalam dunia yang sangat luas ini, struktur sosial di masyarakat Sumatera Barat hanyalah bagian kecil dari struktur sosial di Indonesia dan di dalam tatanan dunia yang dihegemoni bahkan didominasi oleh sistem kapitalisme global. Bagaimana meresponnya? Salah satunya terlibat langsung dalam koperasi Petani atau pertanian di Sumatera Barat sebagai apapun sebutannya… intelektual organik? Maka dengan demikian, tidak perlu perdebatan lebih panjang lagi mengapa saya menjadi Pengawas di sebuah koperasi Petani atau pertanian, bukan ?

Padang, 08 Agustus 2021,
Virtuous Setyaka,
Dosen HI FISIP UNAND dan Ketua Koperasi Mandiri Dan Merdeka.

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini