Pandemi Covid 19 sangat berdampak buruk bagi kalangan UMKM, termasuk dialami oleh kami di Koperasi Hanjuang. Selama 3 tahun ini Koperasi Hanjuang menjalankan usaha produksi madu hutan dengan suatu perusahaan Internasional, untuk memasok produk madu hutan Ujung Kulon dengan merek Odeng rata-rata supply 2.000 s/d 5.000 botol per-bulan. Terhitung mulai bulan Mei 2020 memutuskan untuk “stop order” dikarenakan penjualan perusahaan secara umum turun drastic.
Perusahaan yang memproduksi kosmetik dengan menjalankan bisnis Direct Selling dan Multi Level Marketin ini mensyaratkan madu Odeng dipasarkan dalam kemasan botol plastik ukuran 250 ml, dengan standar kadar air 21% dan packaging dalam karton box per-24 botol. Dalam perjanjian kerjasama, Koperasi Hanjuang dilarang memasarkan produk madu dengan merek Odeng, tetapi tidak ada larangan untuk memasarkan produk madu dengan merek dan kemasan yang berbeda.
Momentum pandemi covid 19 mengharuskan kami di Koperasi Hanjuang menyusun rencana bisnis baru untuk membangun pasar baru dengan merek baru, cukup menyulitkan bagi kami, tetapi tidak ada pilihan lain kecuali berusaha merintis untuk bangkit kembali. Mulai awal Juli 2020 Koperasi Hanjuang memformulasikan rencana bisnis yang dituangkan melalui Model Bisnis Canvas untuk produk madu hutan Ujung Kulon dengan merek dagang Ti’Kulon,
Madu hutan Ujung Kulon, merupakan madu yang dihasilkan dari jenis lebah Apis Dorsata, masyarakat di Ujung Kulon menyebutnya dengan nama Odeng, ialah jenis lebah madu yang tidak bisa diternak (dibudidaya) tetapi paling banyak menghasilkan madu diantara jenis lebah madu lainnya.
Madu hutan Ujung Kulon, didapatkan oleh masyarakat dari kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang berada di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. TNUK memiliki luas 122.956 Ha terdiri dari 78.619 Ha daratan dan 44.337 Ha perairan, dengan satwa utama yang dilindungi Badak Jawa/bercula satu (Rhinoceros Sondaicusi). Pengambilan madu hutan oleh masyarakat desa sekitar hutan TNUK telah berlangsung secara turun temurun, dan menjadi pendapatan alternatif saat musim kemarau ketika sawah tidak bisa digarap, dan bunga tanaman hutan bermekaran menghasilkan madu dari lebah.
Madu hutan erat kaitannya dengan kelestarian hutan. Tidak akan ada madu hutan jika hutan rusak. Dalam hal ini, lebah yang merupakan agen pollinator merupakan serangga penyerbuk terbanyak yang jasanya luar biasa dalam proses penyerbukan tanaman dikawasan hutan. Seperti yang diungkapkan oleh Albert Einstein (1879-1955) “ Tak ada lagi lebah, tak ada lagi penyerbukan, tak ada lagi tumbuhan, tak ada lagi hewan, tak ada lagi manusia”.
Madu Hutan Ti’ Kulon itu produk madu organik, yang dipanen secara lestari-higienis oleh kelompok petani desa kawasan hutan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), diolah sesuai standar (SNI) oleh Koperasi Hanjuang yang telah memiliki pengalaman usaha produksi madu dipercaya perusahaan Internasional. Dengan membeli produk ini anda turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan hutan dan kelestarian alam.