GARUDA
Dari karakter komoditas, Garuda itu merupakan sektor angkutan yang merupakan komoditas komersial (Commercial good) yang banyak pilihannya baik pilihan perusahaan misalnya ada Lion Air, Air Asia, Batik Air, Deraya, Sriwijaya dll maupun pilihan moda transportasi yg lain seperti KA, bis, taxi, motor, kapal laut dst.
PLN
Sedangkan listrik yg dikelola PLN, karakter komoditasnya merupakan kepemilikan publik (Public good). Dimana komoditas listrik tidak memiliki banyak pilihan kecuali genset, solar tuff, teplok, sentir, blencong, upet dll. Memang ada semacam battery lithium tetapi masih wacana, dan posisi strategisnya sama dng genset dan solar tuff, kalau tidak mau disebut setara dng sentir dan teplok.
Menurut Erhard Eppler dalam buku “The Return of the State”, sektor ketenagalistrikan memiliki karakter “Execlussive right” atau monopoli alamiah. Sehingga siapapun yang menguasai jaringan listrik, apakah BUMN ataupun swasta , mereka akan memiliki hak istimewa berupa monopoli listrik.
BEDA PERLAKUAN PEMERINTAH TERHADAP KEDUA NYA.
Oleh karenanya sektor ketenagalistrikan yg dikelola PLN ini disebut sebagai INFRASTRUKTUR, yang memiliki tingkat urgensi yang lebih strategis dibanding Garuda. Sehingga dapat dikatakan bahwa Garuda bukan merupakan infrastruktur penerbangan tetapi sebagai komoditi biasa.
Oleh karena itu sangat kentara sekali bagaimana Pemerintah memberlakukan kedua BUMN tersebut !
Garuda yang hanya rugi Rp 70 triliun langsung akan di pailitkan dan posisinya akan diganti oleh Pelita Air Service (anak perusahaan Pertamina).
Sedang PLN yang memiliki hutang Rp 500 triliun lebih, masih tenang2 saja ! Bahkan Laporan Keuangan PLN 2020 pun masih dipertanyakan, yaitu untung Rp 5,99 triliun sebagaimana pers release 24 April 2021 atau masih subsidi Rp 200,8 triliun ? (statement Kemenkeu di Repelita Online 8 Nopember 2020).
Disamping itu, PLN masih melakukan berbagai manuver yg memakan “Capital Cost” besar semisal aquisisi perusahaan EBT, PLTGU dll.
Sesuai Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 Infrastruktur Negara seperti sektor ketenagalistrikan ini harus dikuasai, dimiliki dan dikelola Negara. Maka ditugaskan lah PLN untuk menangani sektor Ketenagalistrikan sesuai PP No 23/1994. Sedang Garuda tidak memiliki landasan hukum sekuat PLN !
Makanya jangan heran bila PLN dikuasai Oligarkhi seperti Luhut BP, JK, Dahlan Iskan, Erick Thohir yg melibatkan DPR serta aparat penting negara dengan “menunggangi” Perusahaan Aseng/Asing seperti Shenhua, Huadian, Chengda, Marubeni, GE , Tommy Winata, Prayoga Pangestu,James Riady dll !
Sehingga sebenarnya secara “defacto” PLN ini sudah bubar, dan operasionalnya sudah ditangani oleh Oligarkhi ! Namun nama PLN tetap dipinjam agar tidak terlihat melanggar putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 serta pts MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016.
Disamping itu nama PLN tetap dipakai sebagai “kasir” Oligarkhi untuk menerima subsidi dari Hutang Luar Negeri dan menyalurkannya ke anggota Oligarkhi diatas !
KESIMPULAN :
Artinya PLN memiliki fungsi strategis sbg penyangga amanah Konstitusi (yang faktanya di manipulasi untuk kepentingan Oligarkhi), sekaligus sbg “Kasir” Oligarkhi !
Sedang Garuda tidak memiliki peran strategis thd kepentingan jaringan Oligarkhi spt PLN , kecuali kecil sekali. Sehingga dengan mudah di pailitkan !
Jakarta, 2 November 2021.
Penulis : Ahmad Daryoko (Koordinator INVEST)