Pada masa Pandemi Covid-19 ini, banyak anggota komunitas Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) mengalami penurunan penghasilan hingga kehilangan pekerjaan.
Dalam Webinar yang diselenggarakan Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Selasa (23/3/2021), Ketua PEKKA, Nani Zulminarni mengemukakan, perkembangan jumlah kelompok simpan pinjam PEKKA, hingga akhir tahun 2020,, telah berkembang menjadi lebih dari 2,000 dan membentuk 66 Koperasi komunitas PEKKA di 20 Provinsi. Namun demikian, banyak komunitas PEKKA yang mengalami penurunan penghasilan hingga kehilangan pekerjaan.
Turut hadir Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki, Dirjen Pengembangan Ekonomi, dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Harlina Sullistyorini, Pengurus Koperasi Benih Tanah Air (Kobeta) Dewi Hutabarat.
Lebih lanjut, Nani mengemukakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk merespon kondisi tersebut, diantaranya, pengorganisasian
PEKKA terhadap perempuan kepala keluarga miskin di Indonesia melalui pintu masuk pemberdayaan ekonomi, yaitu menumbuhkan kelompok-kelompok simpan pinjam. Hasilnya, sejauh ini telah mengalami perkembangan signifikan.
Pada masa pandemi ini, Nani mendoronng,pemerintah unuk mengeluarkan kebijakan khusus karena masyarakat perlu bantuan pemberdayaan ekonomi dan kebijakan afirmasi, terutama untuk kelompok tereksklusi; antara lain: perempuan kepala keluarga, lansia, disabilitas dan kelompok minoritas lainnya.
Vendor Barang dan Jasa
Pada kesempatan sama, Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki mengatakan, hingga kini, i pemerintah sudah mengalokasikan belanja kementerian dan lembaga untuk menyerap produk-produk UMKM. Dari sekitar Rp.400 triliunan lebih anggaran belanja, 40 persen harus menyerap produk-produk UMKM.
“Karena itu saya mengajak temen-temen PEKKA untuk segera melakukan pendampingan kemudian meluncurkan produknya agar bisa menjadi vendor penyedia barang dan jasa pemerintah,” pintanya..
Dikatakan Teten, pemerintah saat ini sedang mendorong koperasi disektor produksi, bukan hanya di sektor simpan pinjam.
“Selama ini koperasi kita lebih banyak disektor simpan pinjam, lebih banyak membiayai di perdagangannya. Saat ini prioritas kita lebih ke sektor produksi baik itu di pertanian, peternakan, maupun di kerajinan,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Pengembangan Ekonomi, dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Harlina Sullistyorini mengungkapkan, saat ini Kementerian Desa sedang membangun kebijakan baru yang memihak terhadap perempuan. Salah satunya, yakni kebijakan pembangunan desa, perdesaan ramah perempuan, dan desa peduli anak.
“Seperti diketahui, kelompok tertinggal di Indonesia berada di pedesaan. Maka, Sustainable Development Goals (SDGs) harus bisa menjawab permasalahan perdesaan terutama kemiskinan dan ketertinggalan,” paparnya.
Desa Ramah Perempuan ini, kata Harlina, berorientasi pada peningkatan pemberdayaan perempuan dan mendukung kebijakan desa yang responsif gender.
Di dalamnya, terdapat Perdes/SK Kades, tentang pemberdayaan perempuan, program pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga, bantuan permodalan usaha bagi perempuan, pelatihan wirausaha mandiri untuk perempuan, pembentukan dan pelatihan bagi kader desa tentang gender, pelatihan perencanaan dan penganggaran responsif gender bagi fasilitator desa.
Penulis: Faturahman