Damar Banten – Kondisi pergolakan sosial di jawa sepanjang abad ke-XVIII serta abad ke-XIX, dapat terjadi dikarenakan munculnya ketidakpuasan dari masyarakat di Jawa terhadap pemerintah kolonial Belanda, pada soal kebijakan politik serta ekonomi yang dianggap oleh mereka telah merugikan masyarakat Jawa.
Pada pergolakan sosial masyarakat Jawa yang merujuk pada pengaruh keagamaan, terdapat satu kepercayaan mengenai konsep Ratu Adil yang dianggap sebagai raja yang amat sangat bijaksana, serta percaya kepada ramalan Jayabaya. Gagasan tersebut telah semakin memperkuat masyarakat dalam menekankan rasa benci kepada pemerintahan kolonial Belanda, yang itu berakibat pada berbagai gerakan protes dari masyarakat pedesaan.
Gagasan mengenai Ratu Adil sudah memberikan kita sebuah gambaran tentang konservatisme masyarakat tradisional di Jawa, yang itu menitik beratkan sebuah konsep untuk memelihara serta menjaga mengenai apa yang telah ada di lingkungannya. Dapat dikatakan bahwa masyarakat tradisional Jawa tidak faham mengenai cara menghadapi bentuk perubahan yang dilakukan oleh pengusaha Eropa.
Hal tersebut yang membuat masyarakat tradisional Jawa menganggap bahwa kembali ke masa lalu, yang dianggap pada masa itu bahwa tatanan sosial sudah dibentuk secara sempurna. Sosok Ratu Adil acapkali muncul pada sebuah mitologi yang kehadirannya dapat mengantarkan mereka pada kesejahteraan, yang itu telah mendorong lahirnya sosok-sosok prophetic yang notabene dapat ditemukan pada sosok guru agama atau orang suci yang karismatik.
Harapan mengenai Milenaria atau era keemasan yang muncul setiap seribu tahun sekali, yang sudah banyak diyakini oleh masyarakat telah memukau imajinasi mereka. Hal tersebut diakibatkan karena telah banyaknya penderitaan sosial bahkan ekonomi yang terjadi sejak akhir abad ke-XVIII serta awal abad ke-XIX di Nusantara, terkhusus di Banten.
Pergolakan sosial yang timbul di Jawa pada abad ke XIX biasanya terjadi diakibatkan oleh persoalan yang terletak pada penderitaan sosial serta ekonomi, yang justru bukan berakar pada ambisi dinasti para elite Istana. Sekalipun pada beberapa kasus, pergolakan sosial di Jawa ditengarai akibat konflik kepentingan antar elit. Dampak dari penghancuran Kesultanan Banten, pembagian tanah kesultanan yang dilakukan kolonial Belanda, serta kebijakan pajak tanah yang sangat tinggi telah membuat masyarakat Banten sangat menderita.
Munculnya sosok pemimpin kharismatik yang kuat pada seorang Ki Jakaria serta Pangeran Achmad di tahun 1811, telah merepresentasikan sosok yang bergelar Ratu Adil di Banten, mereka berhasil untuk menyatukan berbagai elemen sosial yang ada di Banten.
Juga, di tahun 1835, ada pula sosok kharismatik yang bernama Nyai Gamparan yang merupakan saudara dari Ki Jakaria, yang kala itu melakukan sebuah perlawanan kepada kolonial Belanda serta Bupati, akibat sengketa hak tanah, sewa tanah, serta ekonomi yang semakin memburuk terjadi di kalangan masyarakat Lebak.
Selanjutnya di tahun 1840-an, ada Kaiin Bapak Kayah, yang memimpin pemberontak di Cikande Udik, pemberontak Haji Wakhia, Pemberontak Haji Wasyid, Pemberontakan Syech Asnawi, Pemberontakan KH. Achmad Chatib, serta toko-toko lainnya di Banten.
Sosok-sosok tersebut telah berhasil menjadi pemersatu kaum petani, jawara/bandit, serta elite agama dengan semangat Jihad guna mengembalikan kejayaan kesultanan Banten.
Penulis: Ilham Aulia Japra