Pada tanggal 28-31 Juli 2022, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyelenggarakan kemah petani muda tahun 2022 di Basis SPI Pasir Datar, Sukabumi, Jawa Barat. Kemah ini di ikuti 50 orang petani muda anggota SPI dari berbagai provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini dilaksanakan untuk membahas situasi pertanian yang sedang dihadapkan pada ancaman krisis regenerasi petani sehingga mengambil tema Pemuda Bertani, Pangan Berdaulat.
Marlan Ifantri Lase, sebagai Ketua Departemen Pendidikan, Pemuda, Budaya dan Kesenian SPI dan sekaligus Ketua Panitia menjelaskan, kegiatan ini merupakan upaya untuk mengkonsolidasikan para petani di kampung-kampung dan berbagi pengalaman, berbagi cerita, maupun berbagi masalah yang kita alami sehari-hari dipertanian dan pedesaan sehingga kita bisa menyusun apa yang harus kita lakukan ke depan.
“Selama 4 hari kita melakukan berbagai kegiatan. Kita berbagi pengalaman perjuangan agraria, agroekologi, dan koperasi dari berbagai daerah. Kita melakukan diskusi dengan SPI Sukabumi tentang strategi perjuangan di Sukabumi, dan juga melakukan gotong royong dilahan kolektif SPI. Disela-sela kegiatan kita melakukan berbagai permainan dan musikalisasi puisi yang memperkuat persatuan petani muda SPI” ujarnya.
Petani muda dari Jawa Barat, Nordin menyampaikan, hegemoni sistem neoliberalisme telah masuk ke area pedesaan dan pertanian, merubah pola pikir pemuda dan para petani menjadi mendewakan cara hidup masyarakat industri (moderen).
“saat ini kita para petani muda menempatkan pertanian sebagai harapan masa depan. Namun, harapan itu dihadapkan pada ancaman yang besar dimana banyak dari kami dipaksa keluar dari tanah pertanian, harga produksi semakin mahal, dan kepastian harga tidak terwujud. Kami hari ini berkumpul untuk mendiskusikan bagaimana kami bisa tetap bertahan sebagai petani dan mengajak lebih banyak lagi pemuda untuk kembali ke kampung menjai petani” tuturnya.
Agus Salim, petani muda dari Aceh menjelaskan saat ini harga sayur yang ditanam petani sedang anjlok, harga pupuk semakin mahal, kami para pemuda yang sehari-hari bekerja menanam merasakan dampaknya.
“pertemuan seperti ini sangat dibutuhkan karena seperti saya sendiri perlu menyampaikan masalah yang kami alami dimana harga jual sayur sedang anjlok hingga 100% dan harga pupuk semakin tinggi. Petani muda lainnya juga mengalami hal yang sama” ujar Agus.
Sementara itu petani muda dari Bengkulu, April menyebutkan, persatuan dibutuhkan untuk menghadapi berbagai masalah, namun hari ini persatuan tersebut masih lemah dimana petani muda di pedesaan belum terorganisir secara maksimal bahkan keterlibatan dalam kerja-kerja organisasi masih lemah.

“Penetrasi kekuatan kapital melalui merampas sumber-sumber agraria menciptakan ketidakadilan, melakukan monopoli, menggusur paksa pemuda dari daerah pedesaan. Sementara perkembangan teknologi yang sangat cepat menjadi tantangan besar, misalnya lahirnya neo-gmo melalui teknologi, pertanian berbasis digital, merubah cara pandang masyarakat tentang pertanian, pangan, ekonomi, maupun kebudayaan.” Sampaikan April.
Hal lain disampaikan Silvester seorang petani muda dari Nusa Tenggara Timur, kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada para petani muda dan masyarakat pedesaan, arah kebijakan masih pembangunan berorientasi pada kepentingan perusahaan padat modal dan sumber daya.
“Pendidikan formal telah introduce oleh neoliberalisme dan kemudian sistem pendidikan dirubah untuk kepentingan kapital. Media mainstream menyebarkan isu-isu buruk tentang pertanian ‘petani kotor, bodoh, tertinggal, miskin, tidak ada harapan’, ini jelas berdampak terhadap mental dan pola pikir para pemuda” tuturnya.
Seorang petani perempuan muda dari Banten, Teti berbagi pengalaman bahwa saat ini kita sedang menghadapi krisis pangan dan diwaktu bersamaan menghadapi krisis regenerasi petani. banyak pemuda kampung yang telah mengenyam pendidikan pergi meninggalkan kampung. Kebijakan pemerintah hanya mendorong pemuda menjadi pengusaha pertanian bukan menjadi petani seperti pengembangan startup pertanian.
“Oleh karena itu melalui pertemuan ini kami telah sepakat untuk memperkuat pendidikan dan komunikasi untuk petani muda. Pendidikan teknis maupun teoritis sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan krisis regenerasi petani, migrasi, perubahan iklim dan terwujudnya kedaulatan pangan” jelas Teti.
Dalam kegiatan Kemah ini juga Ketua Umum SPI, Henry Saragih menuturkan, petani muda merupakan harapan bangsa dan organisasi. Cita-cita kedaulatan pangan hanya bisa terwujud dengan peran aktif Petani Muda SPI melakukan kerja-kerja bertani dan organisasi.
“Saat ini banyak yang tidak percaya bahwa pertanian sebagai harapan, namun kita telah buktikan kepada mereka bagaimana keberhasilan SPI. Sebagai ketua umum SPI, saya berharap melalui kemah ini akan terus berlanjut untuk mengkonsolidasikan petani muda sampai ditingkat kampung. Kini sudah waktunya petani muda untuk tampil memimpin bangsa ini kearah lebih baik” tutupnya.
Kegiatan Kemah Petani Muda Tahun 2022 yang merupakan rangkaian dari ulang tahun ke-24 SPI ini juga menghasilkan sebuah Deklarasi Pasir Datar sebagai yang memuat tujuah pernyataan sikap petani muda SPI:
- Setia dan bekerja sebagai petugas organisasi untuk menjadi penggerak utama perjuangan REFORMA AGRARIA;
- Setia dan bekerja sebagai Penjaga nyala api perjuangan mewujudkan KEDAULATAN PANGAN;
- Setia dan bekerja sebagai Penegak HAK ASASI PETANI;
- Setia dan bekerja sebagai Agen gerakan PERTANIAN AGROEKOLOGIS;
- Setia dan bekerja sebagai Motor gerakan KOPERASI PETANI INDONESIA;
- Setia dan bekerja sebagai Garda terdepan dalam perlawanan terhadap NEO-LIBERALISME;
- Setia dan bekerja sebagai kader GERAKAN POLITIK PETANI untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan seluruh rakyak Indonesia.
Penulis : Angga