Suatu hari, di tahun 2010, saya, Pak Zarkasih Noer (mantan Menteri Koperasi) dan Pak Margiono, duduk di ruang tamu paling depan di rumah Pak Margiono yang besar dan megah di Villa Melati, Serpong Tangsel.
Kami sedang menunggu tamu paling penting malam itu. Yakni tiga kandidat calon Walikota Tangsel, yakni Ibu Airin, Pak Arsyid, dan Pak Norodom. Malam itu, atas nama ketua kerukunan Tokoh Masyatakat Tangsel, saya diminta oleh Pak Margiono jadi ketua panitia acara Malam Keakraban Tokoh -Tokoh Masyarakat Tangsel dimana pak Margiono sebagai ketua umum perhimpunan dan jadi tuan rumah. Suasana politik menjelang hari penjeblosan pilkota di Tangsel waktu itu cukup tegang. Gesekan antar kelompok masyarakat hampir terjadi. Maka saya, Margiono , Zarkasih Noer dan Abdul Rojak (Kakandepag Tangsel) berinisiatif mengakrabkan para tokoh Tangsel yang berbeda pilihan politik supaya pilkota Tangsel berjalan kondusif.
Saya ingat kata-kata beliau ketika itu:
“Ten dengerin saya, yang datang pertama ke acara ini, itu yang menang.” Sebuah pernyataan yang memecahkan keheningan saat kami terdiam menunggu tamu penting datang.
Saya dan pak Zarkasih saling tatap berbagi senyum. “Apakah betul begitu..!” bisik hati saya saat itu.
Hanya beberapa menit setelah ucapan tersebut meluncur lepas dari bibir “Raja Media” itu, sebuah jeep hitam model Robicon muncul persis di depan rumah.
“Hah Ibu Airin yang datang!”, Pak Margiono tersentak kaget melihat Ibu Airin ternyata yang datang duluan didampingi sang suami Kang Wawan. Keduanya melangkah penuh percaya diri menghampiri kami dan bersalaman. Dua calon walikota lainnya tak kunjung datang sampai acara Malam Keakraban yang menghadirkan Dik Doank sebagai host, berakhir.
Di waktu berikutnya, saya bertemu lagi di ruang perpustakaan pribadi beliau di rumahnya. Waktu itu saya baru saja menerbitkan sebuah novel “Baiat Cinta di Tanah Baduy”. Saya meminta beliau bisa jadi narasumber dalam launching dan bedah buku. Sambil bertanya- tanya soal kondisi Tangsel dia bilang begini; “Ten, kita gak mungkin bisa menang melawan Kang Wawan. Dia itu petarung tulen. Saya berkali-kali jumpa dengan Kang Wawan.Dia petarung…!” Saya gak ngerti apa yang dimaksud dengan ucapan gak mungkin menang. Belakangan saya mulai mengerti maksud ucapan tersebut.
Setelah obrolan itu kami lama tak bertemu lagi. Saya mendengar beliau sangat sibuk, selain sebagai ketua PWI Pusat juga jadi wakil Presiden Perhimpunan Pers Islam yang bermarkas di Teheran, Iran. Lalu saya baca di media, beliau juga sempat mencalonkan diri jadi Bupati Tulungagung, Jawa Timur, daerah asal kelahirannya. Dan beritanya tidak enak, ia kalah dalam pertarungan pilkada tersebut.
Suatu hari seseorang nelpon saya. Rupanya awak media Tangsel Pos (saya lupa namanya). Ia bilang: “Pak Margiono minta bapak hadir dalam acara dialog “Mencari Pemimpin” sebagai salah satu narsum.”
Acara dialog tersebut digelar di Hotel Swiss Bell Tangsel, dimana beliau jadi salah satu pemilik sahamnya.
Dalam kesempatan dialog itu saya sentil beliau dengan berkata begini:
“Yaaaa udah lama gak ketemu. Eeeh pas ketemu jadi pecundang pilkada..!”
Mendengar sindirin tersebut beliau tertawa terbahak- bahak “Udah gak usah disebut lagi,’ katanya.
Setelah pertemuan itu, kamu sempat beberakali ketemu lagi ngopi bareng sambil bicara banyak hal dimulai soal Pilpres, Pilgub, Tangsel, Banten, dan soal kondisi kesehatan masing- masing.
Belakangan memang saya melihat ia tampak gemuk namun kurang segar dan jalanya sudah tak stabil.
Terakhir saya bertemu lagi dengan beliau di gedung DPRD Tangsel memenuhi undangan resmi dari pihak sekretariat DPRD sebagai bagian dari tokoh Tangsel dalam acara Pengukuhan Benyamin-Pilar sebagai Walikota dan Wakil depinitif di Tangsel. Saya, Margiono, Zarkasih Noor, Ustadz Syakur, duduk satu meja.
Itulah penggalan cerita dari sekian banyak kisah pertemuan saya dengan Pak Margiono, seorang tokoh penting bagi pembentukan Kota Tangsel dan tentu saja orang yang saya hormati dan cintai sebagai tokoh pers nasional dan dunia.
Selamat jalan lelaki hebat, orangtua, kakak dan sahabat yang selalu enak diajak ngobrol dan ngopi bersama. Engkaulah yang terbaik, istirahatlah dengan tenang. Aku dan kami semua para jurnalis dan warga Tangsel, akan segera menyusul. Sampai jumpa kita di sana. Salam hormat dan rakjimku padamu.
Penulis : Uten Sutendy