Damar Banten —Tsunami yang melanda Banten bagian arat daya, pada 22 Desember 2018, masih menyisakan trauma bagi wisatawan dan masyarakat. Warga Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Mis (35), mengaku masih terbayang ganasnya tsunami pada saat itu.
“Sampai sekarang saya masih trauma,” ujarnya, merinding.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi perahu wisata itu kehilangan perahu yang menjadi andalan matapencahariannya. Sebelum tsunami menerpa desanya, ia memiliki perahu yang digunakan untuk jasa transportasi bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Oar atau memancing. Hasilnya lumayan. Ia sering membawa pulang uang tak kurang dari Rp.1 juta/hari. Namun, sekarang, dia harus mengoperasikan perahu milik orang lain.
Setelah kejadian tsunami itu, katanya, desanya benar-benar sepi wisatawan. Itu pun masih ditimpa pandemi Covid. Di hari libur saja, kalau beruntung, bisa dapat tarikan mengantar wisatawan, tapi hasilnya harus dibagi dua dengan pemilik perahu. Tak urung, penghasilannya pun menurun drastis.
“Dulu mah sebelum tsunami saya bawa orang ke pulau itu (Pulau Oar, red) pakai perahu sendiri, bisa dapet Rp.1 juta perhari. Kalau sekarang mah, ya, paling Rp.500 ribu. Itupunsebagian harus disetor ke bos,” ujarnya kepada Damarbanten.com, Sabtu (10-04/ 2021)
Hal serupa juga dialami Pak Matang. Dituturkannya, sebelum tsunami, dengan satu perahu dan dua kapal besar yang disewakan untuk mengantar pengunjung ke pulau-pulau tujuan wisata, diantaranya Pulau Oar, Pulau Peucang, dan Pulau Handeuleum, penghasilannya cukup besar. Paket biaya carter perahu 2 hari dan 1 malam sebesar Rp 3.500.000, dengan catatan biaya penginapan ditanggung tamu penumpang. Sedangkan, kalau cuma perjalanan menggunakan kapal besar berkapasitas 40 orang biayanya cuma Rp.2,5 juta dalam sehari, dan bila menggunakan perahu kecil, misalnya ke Pulao Oar hanya berbiaya sekitar Rp.300 ribu. Harga bisa bertambah bila tujuan yang hendak dicapai lebih jauh dari jarak menuju Pulau Oar.
Kondisi itu sangat jauh bila dibandingkan dengan penghasilannya di masa sekarang, di masa pandemi Covid-19. Pendapatan berkurang drastis, dan tidak menentu.
“Sekarang kadang-kadang saja ada yang naik kapal/perahu. Padahal sekarang lagi munggahan yang biasanya ramai wisatawan bertamasya,’ jelasnya.
Tidak Terawat
Pulau Oar dulunya dikelola dengan baik sehingga ramai dikunjungi wisatawan lokal dan luar daerah. Tapi sekarang, kondisinya menyedihkan karena tak lagi ada pihak yang mengelolanya.
“Dulu yang paling banyak dikunjungi itu kebanyakan Pulau Oar Dulu mah rapih ada yang mengelola, ada gajebo juga, tapi sekarang banyak sampah,” kata Lukman, saat ditemui Damarbanten di Pulau Oar, Sabtu (10/04/2021).
Tiadanya fasilitas bagi wisatawan dan sampah yang berserakan, tempat wisata yang asri dan mempesona itu tak lagi menarik wisatawan berkunjung. Akibatnya, wisatawan semakin enggan berkunjung kembali.
“ kondisi Pulau Oar sekarang acak-acakan, dan banyak sampah bekas bagan yang berserajkan. Jadi orang juga pikir-pikir lagi buat kesini”, ungkapnya.
Lebih lanjut, Lukman berharap, ada pihak yang bisa mengelola kembali Pulau Oar agar kehidupan kepariwisataan dan masyarakat cepat pulih.
“Sebetulnya bagus kalau dikembangkan lagi, misalnya, oleh pemerintah desa atau karang taruna,” harapnya..
Penulis: Iqbal, Hamidah, Siti Mahfudzoh