By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Damar BantenDamar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama Damar Banten
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Video
Reading: Mengatasi Over Supply/Kelebihan Pasokan Listrik PLN
Share
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Damar BantenDamar Banten
  • Beranda
  • Utama
  • Seputar Banten
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Wisata-Budaya
  • Olahraga
  • opini
  • Figur
  • Seputar Banten
  • Komunitas
  • Utama
  • Ekonomi – Bisnis
  • Wisata dan Budaya
  • Olah Raga
  • Figur
  • Sorotan
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
  • Advertise
© 2025 Damar Banten.
Polhukam

Mengatasi Over Supply/Kelebihan Pasokan Listrik PLN

Last updated: September 3, 2021 10:37 pm
4 tahun ago
Share
4 Min Read
SHARE

Sekitar 50-70 persen listrik yang dihasilkan oleh PLN dan yang dibeli kepada pihak swasta tidak dapat diserap oleh pasar. PLN mengalami kelebihan produksi luar biasa.

Sementara pada sama ekonomi jatuh ke dalam jurang krisis. Selama empat kwartal Indonesia mengalami minus pertumbuhan. Jika dua kwartal adalah kategori resesi maka empat kwartal minus sama dengan ekonomi amblas.

Ini pertanda apa ? Industri sekarat, seluruh sektor yang selama ini mengkonsumsi listrik stop produksi. Sektor sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia bubar.

Tidak terjualnya listrik yang dihasilkan PLN dalam jumlah besar berarti ekonomi sangat buruk. Kondisi ekonomi yang sangat buruk merupakan indikasi bahwa penerimaan negara jeblok. Walaupun pemerintah mengumumkan ada uang, namun hanya untuk mencitrakan diri agar bisa dapat utang.

Bagi PLN ini adalah bencana besar. Produksi listrik yang melimpah yang dihasilkan oleh pembangkit listrik swasta wajib dibeli oleh PLN. Jika terjadi kelebihan produksi listrik swasta juga wajib dibeli oleh PLN. Ini merupakan konsekuensi atas perjanjian listrik Take or Pay (TOP).

Kondisi keungan PLN berdarah darah. Untuk membeli listrik swata PLN harus menimbun utang. Sekarang utangnya telah mencapai lebih dari Rp. 750 triliun. Utang yang tidak akan dapat dilunasi dan akan terus ditumpuk agar PLN tetap bisa membeli listrik swasta tersebut. Karena itu wajib dibeli.

Sekarang PLN dihadapkan dengan isue perubahan iklim. Kuat desakan dari penguasa agar pembangkit PLN yang berbahan bakar batubara ditutup. Ini indikasi adalah usaha pemerintah agar PLN memfokuskan membeli listrik swasta. PLN boleh menutup pembangkit tapi swasta jangan. Ini manipulasi terhapap perjanjian perubahan iklim, manipulasi menyelamatkan bandar batubara dan pembangkit batubara swasta, namun mengorbankan BUMN.

Mengapa ini terjadi ? Ini adalah hasil dari mega proyek 2x 10 ribu MW dan mega proyek paling ambisius 35 ribu MW yang dia ancang oleh pemerintah dengan segudang utang. Swasta dalam negeri mengambil utang kepada bank bank dalam negeri dan asing untuk menambang batubara dan sekaligus membangun pembangkit. Jaminan pasarnya adalah rakyat Indonesia melalui PLN. Maka melimpah ruahlah listrik, tidak bisa dijual. Ditambah lagi datang covid, industri bangkrut maka listrik yang dibeli PLN terpaksa dibuang jadi angin.

Apakah ada jalan keluar ?

Sekarang menteri ESDM ditagih prestasinya oleh presiden Jokowi dalam isue climate change. Karena presiden Jokowi akan mendapat malu di pertemuan iklim Glasgow COP 26 akhir tahun ini, jika komitmen menurunkan emisi tidak ada kemajuan sama sekali. Sementara presiden telah menandatangani COP 21 lima tahun lalu. Mana prestasi?

Menteri ESDM buru buru melalukan revisi permen tentang PLTS atap. Intinya adalah PLN wajib membeli listrik PLTS atap 100 persen. PLTS atap diharapkan akan mengkontribusikan listrik dalam jumlah besar. Konon katanya masyarakat yang lagi kere kerenya akan melakukan investasi di PLTS atap. Intinya PLN wajib membeli.

Dengan demikian over suply PLN akan menjadi hiper Supply. Besar sekali produksi listrik dan besar sekali uang yang diperlukan oleh PLN agar bisa membeli listrik ini. Sementara listrik yang ada tidak bisa di jual. Setelah dibeli lalu di buang ke udara. Ini adalah pencemaran sampah listrik yang sangat besar. Sementara batre penyimpan listrik belum jadi.

Berat memang bagi PLN dalam mengatasi masalah ini. Apalagi ditambah pemerintahan sebagian besar konon diisi oleh kaki tangan para pemain batubara, migas dan Pembamgkit fosil. Semua kebijakan tampaknya datang dari kepentingan ini. Agak menarik presiden mengeluarkan Perpres agar semua permen harus dilaporkan dan dikonsultasikan dengan presiden.

Saatnya presiden Jokowi menghentikan sistem Take or Pay dalam pembelian listrik tenaga fosil, lalu menggantinya dengan Take and Pay (dengan kriteria climate change). Take or Pay hanya berlaku untuk pembangkit EBT. Gemana Bro setuju ?

Oleh : Salamuddin Daeng

You Might Also Like

Gaji Hakim Naik 280 Persen
Tingkatkan Kerjasama, Prabowo Bertandang ke Thailand
Napak Reformasi’98: Mengenang Tragedi dan Menguatkan Komitmen HAM
Terima Bintang Kenegaraan Brunei, Prabowo Dijemput Putera Mahkota
Gerindra Banten Gelar Pertemuan Bakal Calon Kepala Daerah Se-Banten
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Find Us on Socials

Berita Terkait

Komnas Perempuan: Perempuan Penyandang Disabilitas Rentan Mengalami Kekerasan Seksual

1 tahun ago

Pembredelan Media Massa Oleh Pemerintahan Orde Baru Tahun 1994: Sebuah Tinjauan Historis

1 tahun ago

Andra Soni : Anak Petani Hingga Ketua DPRD Provinsi Banten

1 tahun ago

Perang Enam Hari: Konflik Singkat Yang Mengubah Peta Timur Tengah

1 tahun ago

Damar BantenDamar Banten
© 2025 Damar Banten | PT. MEDIA DAMAR BANTEN Jalan Jakarta KM 5, Lingkungan Parung No. 7B Kota Serang Provinsi Banten
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?