UU Pekerja Rumah Tangga Adalah Bentuk Afirmasi Kemanusiaan Dan Kesetaraan Serta Keadilan

Saya pernah datang di kantor Sapulidi, organisasi perjuangan untuk hak hak para Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam sesi pelatihan koperasi. Sudah lama sekali. Mungkin sepuluh tahun lalu.

Mereka yang menjadi aktifis PRT adalah orang orang yang luar biasa. Mereka bahkan layak disebut sebagai pahlawan. Bekerja dengan tulus penuh kepedulian pada orang lain dengan mencurahkan sisa tenaga, pikiran dan waktu mereka yang sangat terbatas untuk perjuangkan nasib teman temanya. Memperjuangkan bahkan nasib teman temanya yang tidak diizinkan bahkan untuk keluar rumah atau berorganisasi oleh majikanya.

Saya setuju perlunya UU PRT karena ini bukan hanya soal perlunya kekhususan pengaturan pada jenis pekerjaan, tapi bentuk afirmasi atas kondisi luar biasa untuk hapuskan perbudakan dan sebagai perjuangan atas kesetaraan dan kemanusiaan.

Hidup miskin sudah biasa bagi rakyat Indonesia, tapi hidup tanpa pekerjaan itu seperti jatuh martabatnya. Tapi mendapatkan pekerjaan yang di dalam hidupnya dikekang dan ditindas oleh majikan adalah juga bentuk penjatuhan martabat kemanusiaan dan merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan.

Pekerja Rumah Tangga adalah wajah perbudakan di jaman modern yang masih langgeng sampai saat ini. Termasuk sebetulnya pekerjaan lain basis outsourcing seperti menjadi Office Boy (OB) atau Satpam, pekerja perkebunan dan lain lain. Tapi PRT adalah yang paling nyata sebagai sungguh sungguh pelanggengan tradisi perbudakan karena mereka bahkan tidak dapat pengakuan (rekognisi) sebagai pekerjaan.

Padahal sebagaimana kita pahami, para PRT itu bekerja siang dan malam, bahkan kalau ada hari yang lebih dari 24 jam sepertinya mereka tidak cukup bekerja untuk sehari semalam.

Mereka tidak hanya dianggap sebagai budak yang bisa disuruh mengerjakan apapun seperti membuang tai anak anak majikan, tapi menjadi pihak yang sering diperlakukan tidak manusiawi seperti tempat pembuangan sampah kekesalan anggota keluarga, menerima ucapan kasar dan pelecehan kemanusiaan setiap hari. Bahkan tidak jarang yang harus menerima pelecehan seksual dari anggota keluarga dan bahkan penyiksaan fisik.

Tidak adanya bentuk pengakuan atas pekerjaan juga telah membuat pemberian gaji bagi mereka yang semena mena. Bahkan tidak cukup untuk menghidupi dirinya sendiri secara layak.

UU PRT yang berisikan tentang pengakuan PRT sebagai pekerjaan formal juga pengaturan yang adil bagi pekerjaan PRT dan berperikemanusiaan adalah sangat penting. UU ini tidak hanya sebagai bentuk pengaturan satu jenis pekerjaan yang bersifat lex spesialist, tapi sebagai afirmasi bahwa kita adalah bangsa yang ingin hapuskan perbudakan dan feodalisme serta kejahatan kemanusiaan selama lamanya.

Siapapun mereka yang diam dan tega melihat bagian dari saudaranya yang bekerja sebagai PRT seperti saat ini, dan mereka yang tidak mau segera memberikan pengakuan terhadap mereka dalam undang undang adalah sebagai bagian dari orang yang tidak mau mengakui adanya kesetaraan dan kemanusiaan. Mereka itu adalah bagian dari masalah yang harus kita perangi bersama.

Jakarta, 6 Desember 2021

Penulis : Suroto (Pendukung UU PRT)

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini