Banten Sebagai Penghasil Lada Dunia

Damar Banten – Di Banten berdiri sebuah kerajaan bernama Banten Girang vassal dari Kerajaan Sunda (Tatar Sunda), yang berdiri sebelum Kesultanan Banten. Banten Girang sudah memiliki hubungan bilateral dengan dunia luar, seperti dengan Cina dan India. Hubungan yang terjalin dengan Cina menyangkut urusannya dengan perdagangan, sedangkan dengan India urusannya berkaitan dengan agama. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah keramik Cina di situs Banten Girang. Bahkan dapat dipastikan bahwasannya orang-orang Yunani pun sudah mengenal daerah Banten yang banyak menghasilkan perak. Hal tersebut didasarkan pada Banten sebagai jalur perdagangan internasional yang sudah terjalin bahkan sejak abad pertama. Serta pada abad ke- 7 Banten sudah menjadi pelabuhan yang dikunjungi para saudagar dari luar.

Pada buku kisah perjalanan Laksamana Cheng Ho yang ditulis oleh Ma Huan yang terbit pada tahun 1416, yaitu Ying-Yai Sheng-Lan (Catatan Umum Pantai-Pantai Samudera), Banten disebutkan dengan nama Shun-t’a (Sunda). Kemudian pada berbagai sumber Cina yang dihimpun oleh Greoneveldt, salah satu daerah di Nusantara yang mereka kenal pada masa Dinasti Ming adalah Sun-la, sebagai lafal Cina untuk menyebutkan Sunda.

Di dalam sumber lainnya menyebutkan nama Banten dari catatan Tome Pires (1512 – 1515) menyebutkan “Bantam” sebagai salah satu pelabuhan penting Kerajaan Sunda, disamping “Pomdam” (Pontang), “Cheguide” (Cigede), “Tamgaram” (Tangerang), “Calapa” (Sunda Kelapa), dan “Chemano” (Cimanuk).

Pada catatan Tome Pires, Banten pada saat itu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Sunda yang Hinduistik serta merupakan kota pelabuhan yang baik. Karena kotanya yang ditata secara teratur dan rapih, sehingga menjadi pelabuhan niaga yang baik, (a good city). Menurut Tome Pires, juga berdasarkan bukti-bukti arkeologis, Wahanten Girang (Banten Girang) merupakan ibu kota dari Kerajaan Sunda. Sedangkan pelabuhannya berada di muara Sungai Cibanten, di pesisir Utara Pulau Jawa, tempat Kota Lama yang kemudian di dirikan oleh penguasa muslim.

Pada tahun 1513 menurut Tome Pires, pelabuhan Banten banyak melakukan hubungan dagang dengan Sumatera, dan tidak sedikit perahu yang berhilir mudik dari daratan Andalas (Sumatera) ke Banten. Pada masa itu Banten merupakan pelabuhan pengekspor beras, bahan makanan, serta lada. Ramainya perdagangan di wilayah Banten,  disebabkan juga oleh karena Malaka telah jatuh ke tangan Portugis (1511).  Sehingga banyak sekali pedagang yang mengalihkan jalur dagangnya ke Banten.  

Jauh sebelum masa kesultanan Banten Berdiri, lada sudah menjadi komoditi utama Kerajaan Sunda, selain itu lada juga sudah menjadi simbol hubungan diplomatik untuk menjalin kerjasama dengan bangsa lain. Hal ini dapat dibuktikan dari perjanjian antara Raja Sunda dengan Portugis pada tahun 1522.

Banten sebagai penghasil lada dunia sudah tidak dapat dipungkiri kembali. Pada abad ke 16 aktivitas perdagangan lada di Banten telah menarik banyak sekali pedagang dari mancanegara untuk datang ke Banten. Bahkan dikatakan bahwa lada dari Sunda kualitasnya jauh lebih baik dari pada lada dari Cochin.

Di tahun 1522, Banten mengeskpor 1000 bahar lada setiap tahun ke berbagai penjuru dunia, terutama Cina dan Eropa.  Pada saat itu keperluan akan lada di Eropa terus meningkat, bahkan sebelum tahun 1505 Banten mengekspor lada berjumlah 1,5 juta ton pertahun dan di tahun yang sama meningkat hingga 2 juta ton, di tahun 1509 menjadi 7 juta ton. Saking istimewanya lada di Eropa, lada sampai dijuluki sebagai "Black Gold" dan harganya bisa lebih mahal dari harga emas.  

Lada yang dijual kepada Bangsa Tiongkok umumnya adalah lada putih dan yang dijual kepada Bangsa Eropa adalah lada hitam, sekalipun berbeda dalam hal nama, baik lada hitam ataupun lada putih dihasilkan dari satu varietas yang sama (Piper Nigrum). 

Sekitar tahun 1600-an, terjadi pepper-boom, permintaan atas lada meledak berhubungan dengan kerasnya persaingan antara pedagang-pedagang dari Belanda, Inggris, dan Portugis. Sementara itu pedagang dari Tionghoa masih memusatkan operasinya di pelabuhan Banten.  Pada saat itu harga lada melonjak jauh dari sebelumnya 10-12 real menjadi 50-60 real. Lada yang dijual dipelabuhan Banten tidak hanya dari pedalaman Banten, namun juga dari Sumatera Selatan.  Ditambah, pada tahun 1550-1570 Maulana Hasanuddin berhasil menaklukkan Lampung serta daerah-daerah sekitarnya, sehingga Banten kian penting sebagai pelabuhan lada.

Ada dua cara dalam melakukan pembelian atas lada di Pelabuhan Banten. Pertama, pembelian atas lada dari para petani di Banten, dilakukan oleh para pedagang perantara dari Tiongkok. Mereka melakukan perjalanan ke pedalaman Banten dan langsung membawanya melalui sungai-sungai, ke pelabuhan terdekat di daerah pesisir sebelum di bawa ke pelabuhan Banten.  Sesampainya di kota pelabuhan Banten, para pedagang perantara Tiongkok menjual lada kepada bangsa Eropa dan pedagang dari penjuru Asia dengan keuntungan yang sangat besar. Para pedagang Eropa pernah beberapa kali mencoba untuk membeli langsung lada di pedalaman Banten kepada para petani lada, namun hasilnya tetap gagal. Hal ini didasarkan kepada bahwa para petani lada lebih mempercayai orang Tiongkok dibandingkan bangsa Eropa.  Selain itu para pedagang Tiongkok sudah melakukan pembelian secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan pedagang dari Eropa. Lebih jauh lagi, uang picis dari Tiongkok adalah uang yang dipakai untuk membeli lada dari para petani dan persebarannya yang cukup luas di pedalaman Banten.

  Kedua,  petani lada datang langsung dengan menggunakan perahu dari pedalaman ke kota Banten di pesisir pada waktu musim hujan. Kedatangan dari para petani lada dari pedalaman Banten sangat diharapkan oleh para saudagar, karena mereka bisa langsung membeli dan mengumpulkan lada sebelum dibawa ke negeri-nya masing-masing. Setiap tahun oara saudagar dari mancanegara berusaha mengumpulkan lada sebanyak-banyaknya agar dapat diangkut sesuai dengan kapasitas kapal.  Hingga muncul persaingan di antara para pedagang sehingga masing-masing dari mereka mencoba untuk memperkuat posisinya dengan berbagai macam cara.

Pedagang Belanda dengan mengandalkan persekutuan dagangnya (VOC), berusaha mempengaruhi Sultan Banten agar mendapatkan hak monopoli atas pembelian lada. Sedangkan pedagang dari Tiongkok tidak tinggal diam, beberapa dari mereka memindahkan pemukimannya ke daerah selatan.  Pedagang dari Tiongkok berhasil memonopoli perdagangan lada dengan menggunakan mata uang "picis" yang terbuat dari tembaga yang berasal dari Cina sebagai alat tukar yang sah.  Mata uang "picis" yang dibawa dari Cina dengan sangat banyak, karena mudah diuntai dengan seutas tali. Di Cina sendiri "picis" memiliki nilai tukar yang rendah. Akan tetapi ketika datang ke Banten nilanya menjadi tinggi. Hal tersebut secara tidak langsung membuat Tiongkok telah memonopoli pasar uang di Banten, dan dengan sangat mudah membeli segala kebutuhan termasuk lada di pedalaman Banten.  Monopoli atas pasar uang ini juga berakibat pada para pedagang lain yang harus menukarkan mata uang-nya  kepada mata uang yang sah dan berlaku pada saat itu.

Keadaan tersebut mengakibatkan semakin memperluasnya budidaya lada di pedalaman Banten. Banyaknya lada yang dikeluarkan dari pelabuhan Banten setiap tahun berjumlah sangat banyak. Tercatat di tahun 1603, orang Belanda mengangkut 259.200 pon lada. Sedangkan pada tahun 1608, kapal Belanda bernama "Bantam" berhasil mengapalkan 8.440 karung lada.

Permintaan atas lada yang begitu tinggi serta harganya yang cukup mahal, mengakibatkan pemasukan devisa yang sangat besar pada kasultanan Banten.  Selain dari lada , pendapatan terbesar dari kesultanan Banten juga berasal dari bea cukai terhadap barang yang masuk dan keluar di pelabuhan Banten. Besaran pajak atas barang yang bukan hasil dari Banten dipajaki lebih besar, pajak yang harus di bayar oleh pedagang Belanda sebesar 8%, sedangkan Cina hanya 5%.  Hal ini berdampak pada kongsi dari pedagang Belanda mencari tempat lain untuk dijadikan kota dagang.  

Berkah pengaruh politik mereka yang telah memperluas kekuasaan pada berbagai bidang dan tempat, VOC berhasil mendirikan kubu perniagaan di ujung sungai Ciliwung, yang disebut Batavia. Semakin berkembangnya Batavia sebagai kota pelabuhan dagang, membuat banyak sekali pedagang yang datang untuk berniaga. Sehingga terjadi persaingan dagang antara Banten dan Batavia. 

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1680), perdagangan mencapai puncaknya. Terlebih Sultan banyak berperan langsung dalam perdagangan tersebut. Namun pada tahun 1683, keadaan politik internal Kesulitan Banten mengalami pergolakan. Terjadinya pengkudetaan terhadap Sultan Ageng Tirtayasa oleh anaknya, Sultan Haji,  mengakibatkan VOC  berhasil mendapatkan hak monopoli perdagangan lada di Banten. Akibat dari Sultan Haji yang bersekutu dengan VOC dan banyak sekali menerima bantuan dari mereka.

Pada akhirnya monopoli pembelian lada di Banten berhasil dikontrol oleh Belanda. Sultan merupakan orang pertama yang berhak membeli lada dari masyarakat, dan VOC memonopoli pembelian lada dari penguasa Banten. Banten telah berjanji akan menyerahkan daerah lada di Lampung dan tanah-tanahnya kepada VOC. Hal ini berkaitan pada para pedagang lain dari Eropa yang tidak bisa lagi membeli lada dari Banten.  Atas kenyataan ini dapat dikatakan bahwa Kesultanan Banten sebenarnya merupakan seorang kompeni.

Kedudukan Banten sebagai produsen lada dunia dan pemegang monopoli perdagangan mengalami kemunduran di pertengahan abad ke 17 M. Hal ini disebabkan oleh terjadinya konflik di dalam keluarga Kesulitan yang sedang memperebutkan tahta. Akibat dari Putra Mahkota Banten yang merangkap menjadi Sultan Banten meminta bantuan kepada VOC , ia menjanjikan atas pemberian hak monopoli terhadap perdagangan lada di Banten, jika ia berhasil menduduki tahta bangku Kekuasaan di Kesultanan Banten.  Sehingga pada tahun 1682, hak atas monopoli tersebut didapatkan oleh VOC dan para pedagang non Belanda akan diurus ketika memasuki pelabuhan Banten. 

Sumber : Lada Atribut Utama Jalur Rempah Banten / BPCB Banten.

Penulis: Ilham Aulia Japra

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini