Masa Bergerak Ki Jakaria (Taktik demi Taktik) Bagian I

Damar Banten – Terjadinya ketimpangan sosial, penderitaan rakyat, serta perlakukan yang tidak manusiawi dari pemerintah kolonial Belanda beserta antek-anteknya, telah memunculkan kebencian dan dendam yang sangat mendalam di hati rakyat Banten. Ketika rakyat Banten menghadapi pengaruh penetrasi Barat yang memiliki kekuatan disintegratif, masyarakat tradisional Banten memiliki cara-cara mereka sendiri dalam menghadapinya.

Dikarenakan sistem pemerintahan kolonial Belanda tidak mempunyai suatu lembaga guna melampiaskan rasa ketidak puas atau untuk sekedar menyampaikan aspirasi masyarakat, pada akhirnya  jalan satu-satunya yang bisa ditempuh ialah dengan melakukan gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan.

  Aspek terpenting atas permasalahan yang terjadi pada awal abad ke-XIX di Banten, merupakan berpusat pada latar belakang keagamaan yang menjadi dasar atas pemberontakan di Banten. Kebencian kepada dominasi Barat yang dipaksakan serta rasa permusuhan yang sangat mendalam bagi segala hal yang berbau asing, telah mendasari keresahan umum pada masyarakat Banten, ketika rakyat sudah menemukan jalan keluar dalam bentuk persekutuan pada gerakan keagamaan yang ekstrim. 

  Hal tersebut menyebabkan gerakan perlawanan tidak saja bertambah kuat, namun juga telah mendapatkan sarana kelembagaan yang lebih efektif, seperti revivalisme agama yang menjadi media petunjuk bagi orang-orang dalam melakukan sebuah pemberontakan melawan pemerintahan kolonial.

 Dua tahun pasca penangkapan Tumenggung Mohammad serta para pengikutnya, situasi yang mencekam kembali terjadi akibat adanya gerakan sosial yang kembali bergelora. Dalam peristiwa tersebut seorang tokoh lama di kalangan pemberontak telah tampil kembali, yakni Ki Jakaria yang kepribadiannya diselimuti dengan aura mistik bagi rakyat serta para petani Banten. 

  Di tahun 1813, Ki Jakaria sempat menguasai Pandeglang yang menjadi Kota Keraton Kesultanan Banten, dirinya berhasil ditangkap setelah kemudian diasingkan dari Banten, namun pada tahun 1827, Ki Jakaria berhasil meloloskan diri. Ki Jakaria berhasil melarikan diri atas bantuan dari seorang Mandor pribumi pada 30 Juni 1827 serta pergi ke daerah Tanjong, dekat Kebon Jeruk di distrik Batavia.

   Karenanya, posisi Ki Jakaria sebagai pemimpin yang memainkan peran dalam pergolakan pergerakan masyarakat Banten, dirasa sangat penting dikarenakan dirinya memiliki kemampuan dalam memobilisasi serta mempengaruhi massa banyak, guna melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. 

 Mengorganisir Massa yang banyak merupakan sebagian dari strategi-strategi perlawanan dari Ki Jakaria kepada pemerintah kolonial Belanda. Karena sebagai seorang pemimpin, diharuskan untuk memiliki kelebihan dibanding pasukannya. Ki Jakaria telah dianggap oleh masyarakat Banten sebagai orang yang memiliki kelebihan khusus, dibandingkan pasukannya yang lain, dirinya dianggap mempunyai ilmu kebal, yang tahan serta tidak akan merasakan sakit terhadap pukulan atau tebasan senjata tajam. 

Ki Jakaria mengaku jika dirinya merupakan keturunan dari orang suci, namun terlepas dari itu semua Ki Jakaria sebagai sosok pemimpin, mempunyai kharisma ketika memimpin.

 Atas kharisma tersebut, menjadikan anggotanya menjadi sangat loyal terhadap dirinya. Ki Jakaria merupakan sosok pemberontak yang dianggap oleh masyarakat Banten sebagai orang yang sakti-mandraguna. Sehingga banyak dari masyarakat yang meminta karomahnya sebelum memulai satu pekerjaan yang penting. 

Ki Jakaria juga dianggap sebagai manusia yang sangat sakti, karena tubuhnya kebal dari senjata serta dapat menghilang. Dirinya pernah beberapa kali melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial, serta kemudian tertangkap, akan tetapi ia dapat melepaskan diri.

 Kisah dari keberhasilannya yang berhasil meloloskan diri dari tahanan pemerintah kolonial, membuat dirinya banyak dikagumi oleh masyarakat bahkan dianggap mempunyai kemampuan yang luar biasa.  

 Api perlawanan di Pandeglang semakin bermunculan, perlawanan yang dipimpin oleh Ki Jakaria menyebabkan banyak kerusakan bahkan kekacauan yang besar. Taktik gerilya yang dilakukan Mas Jakaria mengakibatkan pasukan dari pemerintah kolonial menjadi tidak berdaya.

  Meskipun pasukan kolonial akhirnya bisa memukul mundur perlawanan dari pasukan Ki Jakaria beserta pasukannya, akan tetapi sebagian pasukan perlawanannya yang lain berhasil melarikan diri, yang kemudian dapat menyusun kembali kekuatan guna mengadakan penyerangan kembali.

Taktik gerilya semacam itu mengakibatkan pemerintah kolonial sangat kewalahan dalam mengatasi situasi dengan efektif. Kondisi alam perbukitan serta berhutan lebat semakin mempersulit pasukan kolonial untuk menumpas-tuntas pasukan perlawanan Ki Jakaria, ditambah juga rakyat yang selalu membela kelompok perlawanan.

Akibatnya, pasukan pemerintah kolonial menjadi kesulitan untuk mengalahkan mereka sepenuhnya, jika para pemberonrtak masih mendapatkan dukungan serta kesetiaan rakyat.

 Karena perlawanan yang terus menerus dilakukan oleh Ki Jakaria kepada Kolonial, hal tersebut akhirnya berhasil menguasai hampir seluruh wilayah di Pandeglang. Dengan begitu, pasukan Ki Jakaria dapat menguasai hampir seluruh wilyah pedalaman di Pandeglang. Situasi dan kondisi alam tersebutlah yang kemudian dimanfaatkan oleh ki Jakaria dalam melakukan gerilya untuk melawan pemerintah kolonial Belanda.

  Dalam perburuan pasukan Ki Jakaria, pasukan dari pemerintah kolonial tidak pernah berkesempatan untuk berhadapan langsung dengan Ki Jakaria  serta pasukannya, akhirnya pemerintah pasukan kolonial di Pandeglang, mengirim laporan ke Batavia mengenai kejadian pemberontakan yang terjadi di Pandeglang, Daendels yang mengetahui hal tersebut lantas memerintahkan kepada Decker agar mengirim Pangeran Suramenggala supaya meninjau ke wilayah Pandeglang, yang merupakan daerah perbukitan. 

 Tujuan atas dikirimnya Pangeran Suramenggala merupakan agar mengkonfirmasi peristiwa tersebut serta mengetahui sejauh mana kekuatan dari pihak pemberontak yang berada di Pandeglang. Pangeran Suramenggala lalu berangkat menuju 

Pandeglang bersama dengan sejumlah bangsawan elite Banten, diantaranya Raden Muda, Ratu Bagus Sani, Aria Astranaya, Aria Bahureksa, Pangeran Kusumaningrat, Aria Senapati, serta Ingabehi Surakalila. Kehadirannya ke wilayah pegunungan Pandeglang guna mencari informasi mengenai keberadaan Mas Jakaria.

Penulis: Ilham Aulia Japra

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini