Damar Banten – Syeikh Asnawi, sebagai tokoh spiritual yang berpengaruh di Banten, menjadi pusat perhatian dalam dinamika revolusi 1926 di Indonesia. Meskipun tidak secara langsung terlibat dalam kepemimpinan revolusi, hampir seluruh anggota keluarga besarnya turut aktif dalam perjuangan tersebut. Anak-anaknya, KH. Tb. Achmad Chatib dan Tb. Emed, bahkan menjadi tokoh penting dalam gerakan tersebut.
Dalam pertempuran terakhir, rumah Syeikh Asnawi menjadi pusat pertahanan yang berarti bagi para pejuang. Bahkan santrinya, seperti Haji Saleh dari Balagendong, gugur di depan rumah ulama tersebut saat mempertahankan markas dari serbuan pasukan Belanda.
Tak hanya itu, keterlibatan Syeikh Asnawi dalam revolusi semakin terungkap saat kunjungan Gubernur Jawa Barat, Hillen, dan bupati Pandeglang, Kartadiningrat, ke rumahnya. Meskipun awalnya dialog terjadi dengan sopan, namun situasi berubah drastis saat pemerintah kolonial menuduh kedua anak Syeikh Asnawi terlibat dalam pemberontakan.
Pada 21 November 1926, Syeikh Asnawi ditangkap dan dijatuhi status tahanan rumah. Meskipun diusahakan untuk mengasingkannya ke daerah Kristen, saran tersebut ditolak oleh penasehat urusan pribumi dan Islam, Gobee. Pengasingan Syeikh Asnawi dianggap dapat memicu kerusuhan di Banten.
Tidak hanya itu, pemerintah kolonial merasa perlu menekan pengaruh Syeikh Asnawi dengan segala cara. Meskipun beberapa saran untuk melepaskan Syeikh Asnawi ditolak, keputusan akhirnya diambil untuk memindahkannya ke Cianjur pada tahun 1928.
Meskipun banyak pihak menilai keputusan ini sebagai tindakan yang berlebihan, namun bagi pemerintah kolonial, langkah ini dianggap perlu untuk menjaga stabilitas dan otoritas mereka di wilayah tersebut. Pengaruh dan kharisma Syeikh Asnawi diakui sebagai potensi yang dapat mengganggu kekuasaan Belanda.
Kisah Syeikh Asnawi dan perannya dalam revolusi 1926 menjadi cermin dari kompleksitas politik dan sosial pada masa tersebut. Konflik kepentingan antara pemerintah kolonial dan tokoh-tokoh lokal seperti Syeikh Asnawi mencerminkan dinamika perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam menghadapi penjajahan Belanda.
Penulis: Ilham Aulia Japra