Damar Banten – Masyarakat Baduy adalah salah satu masyarakat yang sekarang hidup bersahaja di wilayah Provinsi Banten. Secara umum mereka masih mempertahankan adat istiadat secara ketat. Pedoman hidup dalam perilaku mempertahankan adat mereka disebut pikukuh. Pikukuh dianggap bernilai religius dan berlandaskan kepada agama asli Baduy, yang disebut dengan Sunda Wiwitan. Ketaatan dalam menjalankan pikukuh serta ketaatan pada agama dan adat leluhur warisan nenek moyang terasa jelas dalam pelaksanaan berbagai upacara ritual.
Dalam dinamika budaya masyarakat Baduy, pikukuh itu relatif bertahan kuat pada masyarakat Baduy Dalam (tangtu), namun melonggar pada masyarakat Baduy Luar (panamping). Pergulatan batin masyarakat Baduy Luar ini sangat menarik karena di satu sisi tetap berusaha mengikuti adat leluhur, tetapi di sisi lain berusaha mengikuti perkembangan zaman dan lingkungan.
Masyarakat Baduy sejatinya masih memiliki pengetahuan tradisional dan kearifan lokal tentang pengobatan tradisional khususnya yang berbasis tanaman yang diwariskan secara turun-temurun lewat tradisi lisan, karena hingga kini tradisi tulis-menulis masih dianggap tabu. Menurut konsep masyarakat Baduy, seseorang dikatakan berada dalam keadaan sakit adalah apabila sesuatu yang dideritanya itu tidak dapat diobati sendiri dan orang itu tidak dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya. Jika seseorang misalnya menderita batuk, gatal-gatal, masuk angin, atau pilek, belumlah dapat dikatakan sakit karena yang bersangkutan dikatakan masih dapat beraktivitas. Selain itu, seseorang dikatakan sakit, apabila keadaan itu dinyatakan oleh paraji (dukun) atau kokolot lembur (tetua kampung).
Dari pengertian tentang “sakit” di atas, ada dua hal yang harus digaris bawahi, pertama “jika tidak dapat sembuh sendiri”, kedua “dinyatakan sakit oleh paraji atau kokolot”. Pernyataan “jika tidak dapat sembuh sendiri” memiliki konsekuensi positif bahwa masyarakat Baduy selalu berusaha untuk mencari dan mengatasi gangguan ketidaknyamanan dalam dirinya. Umumnya masyarakat Baduy akan memanfaatkan sumber daya alam sekitarnya, khususnya tanaman yang diyakini memiliki khasiat menghilangkan gangguan kesehatannya. Hal positif lainnya ialah masyarakat Baduy berusaha mempertahankan pengetahuan dan kearifan lokalnya untuk pengobatan penyakit. Sementara itu, dari pernyataan “dinyatakan sakit oleh paraji atau kokolot” juga memiliki konsekuensi positif bahwa masyarakat Baduy masih tetap mempertahankan keberadaan dan fungsi adat dan kelembagaan formalnya, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan.
Istilah sakit dalam bahasa Baduy sering disebut dengan nyeri, sedangkan istilah penyakit digunakan panyakit. Orang yang sedang sakit disebut dengan istilah gering, sedangkan orang yang menderita atau mengidap penyakit dinamakan panyakitan. Orang yang membawa atau menularkan penyakit dalam bahasa Baduy disebut nepaan. Adapun orang yang sehat atau tidak sakit disebut jagjag, sedangkan orang yang membantu menyembuhkan penyakit disebut paraji dan dukun. Istilah sakit atau nyeri terdapat dalam beberapa kategori lagi, misalnya muriang, nyeri sirah, nyeri teu puguh, nyeri teu cagur, leuleus, asup angin, dan lileur untuk menyatakan kondisi badan yang panas, sakit kepala, tidak enak badan, kurang sehat, badan lemas, masuk angin, dan batuk-batuk. Sebaliknya, orang yang sehat atau jagjag juga terbagi dalam beberapa sebutan lagi, seperti sangat sehat atau segar bugar (jagjag waringkas) dan tangkas atau gesit (jalingheur).
Pengetahuan terhadap penyakit dan pengobatannya bagi masyarakat Baduy termasuk warisan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sejak kecil biasanya mereka telah diajarkan oleh orang tua mereka yang memiliki pengetahuan memanfaatkan tanaman-tanaman tertentu di sekitarnya untuk mengobati berbagai penyakit. Tanaman-tanaman tersebut banyak dan dapat diperoleh di hutan, sekitar ladang, atau sepanjang jalan menuju hutan atau ladang. Beberapa contoh tanaman yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat Baduy untuk mengobati penyakit ringan adalah: daun jambu biji untuk mengobati sakit perut, daun jampang pahit untuk mengobati luka, tanaman capeuk untuk menghilangkan pegal-pegal, daun harendong untuk mengobati sakit gigi, dan kulit pohon terep untuk menghilangkan gatal-gatal pada kulit.
Pada penyembuh tradisional di masyarakat Baduy dikenal adanya paraji (dukun beranak), panghulu (dukun yang khusus mengurus orang meninggal), bengkong jalu (dukun sunat untuk laki-laki), dan bengkong bikang (dukun sunat untuk perempuan). Khususnya paraji, dalam prakteknya dia tidak hanya mengurus proses persalinan, tetapi juga membantu mulai dari sebelum sampai sesudah melahirkan. Pada proses sebelum melahirkan, misalnya, paraji membantu mengurut perut ibu hamil agar posisi janin baik dan benar, atau memberikan ramuan-ramuan agar kehamilannya baik dan lancar ketika persalinan. Sedangkan untuk sesudah melahirkan, paraji membantu penyembuhan ibu selama masa nifas dan jika ada gangguan selama menyusui, serta membantu perawatan bayi hingga lepas tali pusar. Paraji juga sering dianggap sebagai dukun semua penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk halus. Bantuan yang akan diberikan biasanya berupa informasi tanaman-tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat, serta cara mengolah dan menggunakannya. Selain tetap menggunakan ramuan tanaman dan ramuan lain, pengobatan yang dilakukan oleh penyembuh-penyembuh tradisional tersebut juga disertai dengan mantra-mantra atau jampi-jampi tertentu. Karena masih kuatnya kepercayaan masyarakat Baduy pada pengobatan tradisional.
Mengenai tanaman berkhasiat obat, sebenarnya sangat banyak jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan. Hanya saja seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika dalam perikehidupan masyarakat, maka hanya sekitar 60-an jenis tanaman saja yang masih dikenal dan biasa digunakan oleh masyarakat Baduy sebagai obat. Dari sekian banyak jenis tanaman itu, tanaman yang paling sering digunakan sebagai obat adalah daun aceh (rambutan = Nephelium lappaceum L.), cecendet (ciplukan = Physalis peruviana L.), cangkudu (mengkudu = Morinda citrifolia L.), cikur (kencur = Kaempferia galanga L.), harendong (senggani = Melastoma malabathicum L.), jahe (jahe = Zingiber officinale Rosc.), jukut eurih (alang-alang = Imperata cylindrica (L.) Beauv.), jukut wisa (jarong = Achyranthes aspera L.), kadaka (sisik naga = Drymoglossum piloselloides (L.) Presl.), laja goah (lengkuas gajah = Alpinia galanga (L.) Willd.), lame putih (pulai = Alstonia scholaris L.), lempuyang emprit (lempuyang pahit = Zingiber amaricans), panglay (bangle = Zingiber pupureum), sirsak (sirsak = Annona muricata L.), dan singugu (senggugu = Clerodendron serrature).
Jenis-jenis tanaman ini banyak digunakan dalam pengobatan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Baduy seperti panas/demam/meriang, batuk, sakit perut/diare, sakit gigi, pusing, pegal linu/encok/nyeri otot, luka/borok, dan lemas/kurang bertenaga.
Untuk mengobati penyakit panas/demam/meriang masyarakat Baduy biasanya menggunakan: (1) minuman dari rebusan air daun dadap, jukut tiis, dan daun aceh, atau (2) minuman dari air seduhan remasan daun kaca piring dan daun sirsak.
Untuk penyakit batuk diobati dengan: (1) minuman dari rebusan bunga calincing (Oxalis corniculata L.), (2) minuman dari air rebusan tanaman utuh cecendet, (3) air saringan jahe parut/tumbuk, dan (4) air saringan cikur parut/tumbuk.
Untuk penyakit sakit perut/diare mereka menggunakan: (1) minuman dari air rebusan tanaman utuh cecendet, (2) minuman air rebusan daun muda harendong, (3) daun jambu klutuk yang
dimakan mentah, (4) minuman air rebusan kulit pohon lame putih, dan (5) minuman seduhan lempuyang.
Untuk penyakit gigi digunakan: (1) tetesan getah angsana (atau sonokembang, Pterocarpus indicus Willd.) pada gigi yang sakit dan (2) daun kadaka yang digigitkan tepat pada gigi yang sakit.
Untuk penyakit pusing/sakit kepala digunakan: (1) tetesan air perasan bunga jukut kakacangan, (2) minuman seduhan laja goah, (3) minuman air rebusan kulit pohon lame putih, dan (4) minuman seduhan lempuyang.
Untuk penyakit lemas/nyeri otot/encok biasanya menggunakan: (1) tumbukan jukut bau yang diborehkan pada bagian yang sakit, (2) minuman seduhan lempuyang, (3)
pucuk daun senggugu yang ditempelkan pada bagian yang sakit, (4) parutan atau tumbukan jahe yang dibalurkan pada bagian yang sakit.
Untuk penyakit luka/borok digunakan: (1) remasan daun harendong yang ditempelkan pada bagian yang sakit dan (2) remasan jukut bau yang ditempelkan pada bagian yang sakit. Untuk penyakit lemas/kurang bertenaga mereka menggunakan:
(1) minuman rebusan daun capeuk, (2) minuman rebusan umbi laja goah dan kulit pohon lame, dan (3) lalapan temu embek.
Penulis : Ilham Aulia Japra