Sejarah Konflik Kemanusiaan di Palestina

Damar Banten – Konflik di Palestina adalah salah satu konflik terpanjang dan paling kompleks dalam sejarah modern. Sejarah ini melibatkan banyak elemen politik, agama, dan budaya yang telah menyebabkan penderitaan yang besar bagi masyarakat Palestina dan Israel. Artikel ini akan menguraikan perjalanan sejarah konflik ini, dimulai dari periode awal hingga kondisi saat ini.

Periode Ottoman dan Mandat Inggris

Sebelum Perang Dunia I, wilayah Palestina adalah bagian dari Kekaisaran Ottoman selama beberapa abad. Pada akhir perang, Kekaisaran Ottoman runtuh, dan wilayah tersebut ditempatkan di bawah mandat Inggris berdasarkan kesepakatan Sykes-Picot dan keputusan Liga Bangsa-Bangsa. Pada periode mandat Inggris (1917-1948), ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab Palestina mulai meningkat, terutama karena migrasi besar-besaran orang Yahudi ke wilayah tersebut, didorong oleh gerakan Zionis yang bercita-cita mendirikan negara Yahudi.

Deklarasi Balfour

Pada tahun 1917, Deklarasi Balfour dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, yang menyatakan dukungan untuk pendirian “tanah air nasional bagi orang Yahudi” di Palestina. Deklarasi ini memperburuk ketegangan antara penduduk Arab dan Yahudi. Populasi Arab Palestina merasa terancam oleh migrasi Yahudi dan kebijakan Inggris yang mendukung pembentukan negara Yahudi.

Periode Mandat dan Ketegangan

Selama periode mandat Inggris, terjadi beberapa pemberontakan oleh komunitas Arab Palestina, yang menolak migrasi Yahudi dan kebijakan Inggris. Pemberontakan ini mencapai puncaknya pada tahun 1936-1939, yang dikenal sebagai Pemberontakan Arab Besar. Inggris merespons dengan tindakan militer dan pembatasan imigrasi Yahudi, yang menyebabkan frustrasi di kedua belah pihak.

Pembagian PBB dan Pembentukan Israel

Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara, satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab, dengan Yerusalem sebagai wilayah internasional. Rencana ini diterima oleh komunitas Yahudi, tetapi ditolak oleh negara-negara Arab dan pemimpin Arab Palestina. Ketegangan memuncak menjadi perang pada tahun 1948, setelah Israel mendeklarasikan kemerdekaannya.

Perang 1948 dan Pengungsian Palestina

Perang Arab-Israel 1948 menyebabkan kekalahan pasukan Arab dan pendudukan wilayah yang lebih luas oleh Israel dibandingkan dengan yang diusulkan dalam rencana PBB. Akibat perang ini, sekitar 700.000 warga Palestina menjadi pengungsi, peristiwa yang oleh orang Palestina dikenal sebagai Nakba (bencana). Pengungsian massal ini menciptakan masalah kemanusiaan yang besar, dengan banyak pengungsi tinggal di kamp-kamp di negara-negara tetangga.

Periode Pasca-1948 dan Pendudukan

Setelah perang 1948, Israel menguasai wilayah yang lebih luas dari yang diusulkan oleh PBB, sementara Mesir dan Yordania mengambil alih Gaza dan Tepi Barat. Pada tahun 1967, Perang Enam Hari meletus, dan Israel menduduki Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, menambah kompleksitas konflik.

Intifada dan Proses Perdamaian

Intifada pertama pada akhir 1980-an merupakan pemberontakan massal rakyat Palestina melawan pendudukan Israel. Intifada ini menarik perhatian dunia terhadap kondisi kemanusiaan di wilayah pendudukan. Proses perdamaian yang dimulai pada awal 1990-an, termasuk Perjanjian Oslo, memberikan harapan baru bagi penyelesaian konflik, tetapi gagal mencapai perdamaian permanen. Intifada kedua pada awal 2000-an menandai kembali kekerasan yang intens.

Kondisi Saat Ini

Hingga hari ini, konflik tetap berlanjut dengan berbagai insiden kekerasan dan operasi militer di Gaza dan Tepi Barat. Masalah utama yang belum terselesaikan termasuk status Yerusalem, perbatasan definitif, hak pengungsi Palestina untuk kembali, dan pemukiman Israel di Tepi Barat. Komunitas internasional terus berusaha untuk memfasilitasi perdamaian, tetapi solusi dua negara yang diharapkan masih sulit tercapai.

Konflik ini memiliki dampak kemanusiaan yang mendalam. Ribuan nyawa telah hilang, dan jutaan orang terus hidup dalam kondisi yang tidak menentu. Bantuan kemanusiaan seringkali terhambat oleh situasi keamanan yang tidak stabil, dan upaya pembangunan kembali di wilayah yang terkena dampak konflik berjalan lambat.

Sejarah konflik kemanusiaan di Palestina adalah cermin dari kompleksitas politik dan sejarah yang dalam. Ketegangan etnis, agama, dan nasionalisme telah membentuk perjalanan panjang yang penuh penderitaan ini. Meskipun ada banyak upaya untuk mencapai perdamaian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa solusi yang adil dan permanen masih jauh dari jangkauan. Konflik ini mengingatkan kita akan pentingnya dialog, kompromi, dan pengakuan hak asasi manusia bagi semua pihak yang terlibat.

Penulis: Ilham Aulia Japra

BERITA TERKAIT

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Tulis Namamu Disini

- Advertisement -spot_img

PALING SERING DIBACA

- Advertisement -spot_img

Terkini