Damar Banten – Pada abad ke-17, gemerlapnya Banten sebagai pusat perdagangan mengundang decak kagum dari berbagai negara. Namun, di balik kemegahan itu, tersembunyi konflik yang membara antara kesultanan tersebut dengan VOC, kongsi dagang Belanda yang berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara.
Banten, dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa, menolak tunduk kepada cengkeraman VOC demi menjaga kemerdekaan dan kemakmurannya. Sebagai pemimpin bijaksana dan visioner, Sultan Ageng Tirtayasa merintis berbagai upaya pembangunan, dari memperluas wilayah kekuasaan hingga meningkatkan sektor pertanian dan perikanan.
Namun, perlawanan terhadap VOC tidaklah mudah. Mulai dari merusak kebun tebu VOC hingga membantu pemberontakan Trunojoyo dan melindungi pelarian dari Makassar, Banten berjuang dengan segala cara untuk mempertahankan kedaulatannya.
Namun, takdir berubah saat perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putra mahkotanya, Sultan Haji, dimanfaatkan oleh VOC. Perang saudara pecah pada tahun 1681, berlangsung selama tiga tahun dan mengakibatkan kekalahan Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1683.
Banten pun jatuh ke tangan VOC, dan Sultan Haji menjadi boneka yang tunduk pada kepentingan Belanda. Namun, perlawanan Banten tetap meninggalkan warisan berharga dalam sejarah Indonesia, menjadi inspirasi bagi perjuangan bangsa dan menyisakan jejak heroik yang patut dihormati hingga kini.
Perlawanan Banten terhadap VOC bukan sekadar sebuah pertempuran fisik, tetapi juga sebuah perlawanan ideologi dan semangat kebangsaan. Meskipun kalah dalam medan perang, semangat juang dan keteguhan Sultan Ageng Tirtayasa dan rakyat Banten tetap membakar semangat perlawanan dalam dada generasi berikutnya.
Dampaknya pun tak dapat diabaikan. Perlawanan tersebut menjadi titik balik dalam sejarah Indonesia, mengguncang kekuatan dan kestabilan VOC di Nusantara. Biaya dan tenaga yang dikeluarkan VOC untuk menghadapi Banten mengganggu monopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa, bahkan menjadi salah satu faktor penyebab kemunduran dan kebangkrutan VOC pada abad ke-18.
Lebih dari sekadar perlawanan fisik, peristiwa ini menyisakan warisan budaya berharga bagi Indonesia. Tokoh-tokoh heroik seperti Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Purbaya, dan Ki Gedeng Tapa menjadi simbol perjuangan yang patut dihormati. Begitu juga dengan jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan, seperti Istana Surosowan, Masjid Agung Banten, dan Benteng Speelwijk, yang terus menjadi saksi bisu dari keteguhan dan keberanian rakyat Banten dalam mempertahankan kedaulatan dan martabat bangsa.
Penulis : Ilham Aulia Japra