Hari ini 28 tahun silam, 8 juni 1993. Di dekat sebuah pos ronda, ditemukan tubuh perempuan muda menggeletak tak bernafas lagi. Melihat luka dan darah yang menetesi tubuhnya, sebelum nyawanya meregang, perempuan ini dalam siksa derita tak terperikan, dan sakit yang sangat. Memandang tubuh kaku penuh luka yang kemudian di kenal dengan nama Marsinah itu, kita akan membayangkan pembunuhnya adalah sosok yang keji, kejam dan tak berkemanusiaan. Pinggulnya terkulai, bahkan keperempuanannya retak berserpihan. Hanya kegilaan dan kepengecutan lah yang menjadikan perempuan muda itu menemu tuhanNya. Terbunuh secara brutal !
Namun, tak selang seminggu kemudian, sidoarjo tersentak, jawa timur terkaget kaget, nasional gempar dan dunia pun menggema. Marsinah, adalah buruh yang sedang memperjuangkan haknya dan teman teman senasibnya untuk memperoleh hak normatifnya. Ditengah langkah sejarah juangnya, dia dijegal birokrat perusahaan dan ketenagakerjaan, dibungkam militer ! Pembunuhnya? Entahlah …. sampai kini tiada kejelasan para pelaku langsungnya (ILO menyebutnya kasus 1773), yang pasti di hilang jejak tapaknya setelah ke tangsi militer, karena hendak bersolidaritas dan membela temannya yang diamankan militer untuk kasus ketenagakerjaan yang sedang dirundungnya.
Kegeraman semua pihak terekam dalam tulisan pojok Danarto, penuh gugatan atas ketidak adilan yang menimpa Marsinah. Marsinah telah menjelma menjadi simbol kondisi perempuan dan manusia Indonesia, tertindas. Danarto menulis di harian republika “Ketika detik engkau gugur, Marsinah, meja tulis Mentri Negara Urusan Peranan Wanita terbelah. Saat itulah pahlawan yang dikenal, lahir, yang tak pernah saya bayangkan menjelma dari sosokmu…”
Penulis : Hamidah
Baca Selanjutnya : “Dongeng Marsinah” (2)